18. Ultah Olin

20 3 0
                                    

"Jangan pernah ninggalin aku lagi, Lin."

-Refalion Alvaro Sheo

***

Violin terkejut bukan main begitu mengetahui lelaki yang berada di hadapannya adalah Refal. Refal seseorang dari masa lalunya, juga Refal yang benar benar dia kenal.

“Kamu Refal?” Kata Violin dengan mata yang masih membesar tak percaya.

“Iya ini aku, teman kecil kamu Lin.”

Tak banyak yang bisa Violin katakan, sungguh beribu-ribu kata tak mampu untuk menampung seluruhnya rasa. Violin tergerak dengan satu langkah, dia menghampiri Refal dengan tangis. Terucap nama yang takkan dilupakannya, dengan tangan yang mendarat pada kedua pundak Refal. Violin memeluknya.

“Aal.” Kata Violin saat berada di dalam pelukan Refal.

“Iya Olin,” jawab Refal.

Violin memeluknya lebih dekap, lebih dekap lagi. Sungguh waktu tak main-main dengan setiap pertemuan yang selalu berharga, hingga saat ini Violin bisa menyadari bahwa seseorang dari masa lalunya tidak ada yang hilang. Akan baik baik saja, akan benar benar kembali, dan tetap disini dengan situasi waktu yang tepat.

Namun tangisnya masih berjatuhan. Ingin rasanya menyapa waktu dan menegur setiap detiknya untuk mengusaikan tangis itu. Untuk mengatakan kepada semua orang bahwa dia yang Violin tunggu, memang kembali dan tetap disini untuk menepati janji. Lintas waktu banyak sekali merubah Refal, namun satu hal yang Violin tak bisa bohong yaitu, Refal yang masih indah seperti dahulu. Refal yang kelewatan manis, sungguh merayu bukan gayanya namun memuji Refal adalah suatu hal yang tak bisa dihentikan. Refal adalah candu dari rasa yang tidak diketahui.

Doa seragam yang sering mereka utarakan akhirnya dapat bertemu pada titik tengah, dimana tidak ada lagi Refal si anak baru dan Violin si gadis terancam teror. Mulai detik itu hanya ada Refal dan Violin.
    
Refal melepas pelukannya dari Violin. Ditatapnya kembali tatapan Violin yang penuh dengan rasa haru, dan penuh tanya. Tatapan mata yang tidak berubah, memang benar yang sedang Refal tatap saat ini adalah Violin yang dia kenal dari masa lalu.
    
“Udah jangan nangis, udah gede,” kata Refal dengan tangan yang menghapus air mata di kedua mata Violin.
    
Ucapan dari Refal itu di iringi dengan lengkungan senyum bibir Violin, “Iyalah udah gede. Kamu ninggalin Olin pas masih kecil,” jawab Violin.
    
“Iya maaf, waktu itu aku pergi gitu aja.”
    
“Emangnya kenapa kamu waktu dulu pergi? Olin gak pernah tahu alasannya.”
    
Refal membuang tatapan dengan melihat ke langit gelap, menarik nafas panjang dan membuangnya. Namun belum sempat Refal menjawab, Violin kembali bertanya.
    
“Terus kenapa gak ngasih tahu kalau aku ini emang teman kecil kamu? Kenapa gak dari awal ketemu atau kemarin kemarin?” tanya Violin tak sabar.
    
“Iya sabar, ini mau jawab,” kata Refal.
    
Refal menceritakan semuanya kepada Violin, ceritanya begitu panjang sampai sampai mereka harus menepi dan duduk di kursi yang dekat dengan keberadaan mereka sekarang. Untungnya malam tidak cepat berlalu, waktu seolah melambatkan geraknya. Bulan juga  ingin menyajikan malam dimana hanya mereka berdua satu satunya mahluk paling langka yang membicarakan terang dan menyalakan sinar di waktu malam.
    
“Jadi Ayah kamu?” Tanya Violin.
    
“Iya, Ayah waktu itu harus pergi buat ngurus perusahaan bisnisnya. Mau gak mau aku harus ikut Ayah,” jelas Refal.
    
“Ohh. Sekarang apa kabar Ayah kamu?”
    
“Baik, sehat. Orang tua kamu apa kabar?” Tanya balik Refal.
    
“Baik, sehat juga.”
     Obrolan terjeda 10 detik, karena bisingnya motor yang berlalu lalang menghambat pembicaraan mereka berdua. Violin menutup telinganya begitu mendengar suara knalpot motor yang bising melintasi dirinya dan Refal.
    
“Malam-malam berisik banget sih, lagian mau kemana coba,” gerutu Violin sambil melepas kedua tangan yang menutup telinganya.
    
“Itu mau ke rumah sakit Lin.” Sahut Refal.
    
“So tau kamu.”
    
“Lagian jalan disana kan jelek, terus kebut-kebutan, jatuh terus ke rumah sakit deh. Berarti emang lagi otw ke rumah sakit dia. Hahaha.”
    
“Hahaha, iya jalannya belum diperbaiki sama pemerintah.”
    
“Mereka mah gak mau keluar dompet Lin, gak ada yang negarawan, penipu semua. Hahaha.”
    
“Hahaha, huss jangan politik,” ucap Violin sambil merapihkan rambut Refal yang sedikit tidak beraturan.
    
“Siap.” Kata Refal sembari memberi hormat.
    
“Terus soal gak ngasih tahu dari awal, itu karena aku cuman mau mastiin aja,” sambung Refal.
    
“Mastiin apa?”
    
“Kalo emang kamu teman kecil aku.”
    
“Ya emang kan.”
    
“Iya. Senang bisa ketemu lagi sama kamu, gak cuman senang, cinta juga.”

Happy Reading in our project, guys!

Thank your for reading!

Krisarnyaa

(24 Oktober 2019)

By: nizamnizam_

ComeBack [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang