bagian tujuh

6.2K 302 14
                                    

Ntahlah aku harus merasa senang atau sedih. Senang karna seseorang yang aku cintai akan menikah denganku atau sedih karna pernikahanku dilandaskan dengan keterpaksaan. Bagaimana hidupku setelah ini? Apakah akan ada perjanjian kontrak nikah? Atau seperti dinovel novel membiarkan suamiku mencintai wanita lain? Membayangkannya saja sudah membuatku ingin menangis

" syifa orang tuamu akan kemari nanti setelah isya' " kata abah kepadaku

Ahh aku akan mencoba menawar kepada abah tentang hukumanku, mungkin dengan wajah memelas abah akan luluh

" abah.. Apa tidak bisa diganti hukumannya?  Bagaimana dengan masa depanku nanti? Aku tidak bisa hidup dengan orang yang tidak mencintaiku bah.. Atau aku akan pindah ketempat lain untuk menuntut ilmu bah..? Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup " kataku panjang lebar

Tak terasa air mataku luruh. Membasahi pipiku yang sedikit chuby. Itu semua tulus dari hati. Aku akui memang dulu aku seorang perempuan tidak baik sebelum aku memutuskan untuk berhijrah. Tapi aku juga ingin menikah satu kali seumur hidup dan mendapatkan suami yang mencintaiku dengan tulus dan bisa menuntunku menjadi muslimah yang baik. Dan aku juga merasa tak pantas untuk bersanding dengan ustadz adnan yang mempunyai ilmu agama yang tinggi sedangkan aku? Aku saja baru mulai perjalanan hijrahku

" maaf syifa tapi ini juga untuk menghindarkanmu dari fitnah " ucap abah

" itu benar mbak syifa ini demi menjaga kehormatanmu " timpal kang pengurus

" tapi aku tidak ingin menikah dengan seseorang yang bahkan tak mencintaiku. Tapi aku juga sadar diri " kataku dengan senyum getir

" aku tak pantas dicintai, aku perempuan yang buta akan agama, perempuan yang selalu mengumbar aurat, kami tidak usah menikah abah.. saya akan pindah pesantren saja, saya permisi " lanjutku dan langsung berdiri

" kita akan menikah setelah isya' " kata ustadz adnan tiba tiba

Aku langsung mengalihkan pandanganku kearah ustadz adnan begitupun dengan yang lainnya

" kita akan menikah " kata ustadz adnan lagi

" tidak perlu ustadz " jawabku

" saya akan belajar mencintaimu jika itu yang membuatmu khawatir " ucap ustadz adnan lagi

" saya tidak menerima penolakan " lanjutnya lagi

Aku hanya diam, hatiku sedikit resah. Mungkin aku sedikit tidak percaya dengan ucapan ustadz adnan. Tapi aku berusaha untuk husnudzan dengan ustadz adnan. Tiba tiba umi keluar dari dapur dan berjalan kearahku dengan tatapan yang menenangkan

" terima saja sayang,, ini demi kebaikan kamu. Jika suatu saat adnan menyakitimu umi yang akan menghukumnya. Umi akan selalu ada buat kamu " kata umi tulus

" tapi umi.. "

" kamu percayakan dengan umi? " potong umi

Aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. Mungkin ini takdirku bersatu dengan orang yang aku cintai tapi berlandaskan keterpaksaan. Adzan isya' berkumandang memecahkan keteganngan diruang tamu rumah abah abdullah

" ayo kita sholat dulu " ajak abah

" orang tua kamu sudah dalam parjalanan kemari syifa " lanjut abah

" iya bah.. " ucapku sopan

" kamu sholat disini saja syifa, nanti langsung siap siap " kata umi kepadaku

" iya umi " jawabku

Baru saja dua langkah ustadz adnan memanggilku

" syifa " panggil ustadz adnan

pantaskah aku bersamamu ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang