Siti Romlah
14 October 2019"Ya ... Taqwiaturruhi, rasakanlah setiap embusan napas ini. Ia menyebut dzat pemilikmu dengan harapan temu yang semu."
(Taqwiat Alruwh)
****
Gus Alif mengendarai mobilnya dengan kecepatan normal, matanya menyusuri seluruh jalanan berbatu yang licin karena sentuhan hujan.
Langit sore sudah menguning, rona rona itu mengantarkan sang surya pada tempat rahasia peristirahatannya meski dengan sedikit mendung. Tepat saat senja terakhir tenggelam, adzan maghrib terdengar.
Gus Alif meminggirkan mobilnya, meraih sebotol air putih yang sudah ia sediakan untuk membatalkan puasanya. Berhubung kediaman Kyai kholiq masih lumayan jauh, akan tidak baik bila ia menunda untuk berbuka, setidaknya dengan meminum air putih puasa sunnahnya akan batal.
Lelaki itu melihat kearah luar jendela, menemukan seorang gadis berjubah hitam tengah duduk sendirian di halte bus yang tak jauh dari mobilnya terparkir.
Tanpa ia sadari, mata tajamnya terus memperhatikan gadis itu. Krudung panjang yang dipakainya seolah mengingatkannya pada sosok Zara yang mengisi relung hatinya selama dua tahun ini.
Tampak gadis itu meneguk botol airnya beberapa kali hingga tandas setelah mengangkat tangan untuk memanjatkan doa pada akhir adzan. Kening berkeringatnya ia usap beberapa kali.
Di bawah lampu yang sedikit redup gadis manis itu masih setia duduk sembari menunggu bus berhenti di depannya. Entah sudah berapa jam dia terus berdiam diri di sana.
Gus Alif meraih kurma yang berada di atas dashboard dan menggigitnya dengan tiga kali gigitan. Beberapa kali mata tegas itu terus mencuri pandang ke arah gadis itu. Sedikit kasihan karena melamun dan terlihat sedih.
Tapi tanpa di sangka, hujan malah kembali turun dengan lebat. Hal itu, malah mengingatkannya pada malam malam panjang yang penuh oleh isakan putus asa. Di mana cinta pernah terucap namun tak pernah mampu digapai.
Setiap tetesannya bagaikan sebuah kepingan memori dan harapan yang dulu terbang tanpa asa menuju langit, membawa doa terdahulu yang tak berhasil menembus lapisan tertinggi dan memantul kembali tanpa jawaban.
Semua orang yang sejak tadi berada di pinggiran jalan langsung mencari tempat berteduh masing masing, menghindari tetesan air yang setiap detiknya semakin deras.
"Boleh saya duduk?" izin Gus Alif ketika sudah berdiri di sebelah kursi halte. Walau sempat kaget, tetapi gadis itu mengangguk pelan.
"Monggo," ujarnya singkat sembari menggeser tubuhnya rada menjauh. Mengingat seseorang yang kini duduk di sebelahnya adalah seorang pria asing yang tak ia kenali.
Petir menyambar lagi, menyisakan guratan tajam di langit sana. Ia seolah mengerang meneriaki langit yang kian menghitam karena telah kehilangan mentarinya. Pedih, terluka, marah.
Gus Alif duduk dengan tenang. Entah dorongan apa yang tiba tiba membuatnya kini duduk di samping seseorang yang masih memeluk sebuah tas dan mushaf kecil yang kadang ia baca.
"Hujannya deras, mungkin tidak akan reda sampai pagi. Bila masih dekat dekat sini saya bisa membantu untuk mengantarkan njenengan pulang," ujar Gus Alif pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taqwiat Alruwh (TERBIT)
RomanceKisah terumit dari cinta yang pernah Nashwa rasakan. Gus Alif menawarkan hati saat dirinya masih sangat mencintai Gus Daffa- kakak sepupu dari Gus Alif. Sedangkan Gus Daffa yang dulu berjanji akan mencintainya selamanya malah berubah arah karena kei...