Dua puluh dua

9.1K 502 15
                                    

"Pinangan macam apa yang datang pada saat begini? Pinangan atau kewenangan yang jatuh pada diriku?"

******

Happy reading😚⚘

Gus daffa yang melihat sekumpulan santri putri di depan dhalem nyai ruqayah hanya mengernyit bingung. Laki laki itu mengintip dari jendela ruang bacanya yang menyentrong langsung ke komplek santri putri.

Seketika matanya matanya membulat saat mendapati nafisah, adiknya tengah di gotong oleh beberapa orang. Segera ia berlari keluar di ikuti oleh beberapa khadamah dari dhalem nyai ruqayyah yang juga ikut berlari keluar.

Saat memasuki pintu kamar tamu gus dafa langsung mengambil alih tubuh nafisah untuk menggendongnya menuju sofa. Sementara nashwa sudah mengambil posisi duduk di atas sofa panjang terlebih dahulu, bersiap memangku kepala nafisah untuk dia jadikan bantalan.

Gus daffa meletakkan tubuh adiknya dengan hati hati, sedangkan nashwa segera menerimanya. Setelah itu pria itu membalikkan tubuhnya untuk menghadap beberapa santri putri yang membawa Ning Nafisah barusan.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa nafisah sampai pingsan?" Tanyanya langsung.

Mereka semua menunduk. Tidak tau harus menjawab apa atas pertanyaan gus daffa yang tampak begitu cemas

" ngapunten Gus, kami juga tidak mengetahui apa yang terjadi dengan ning nafisah, saat kami datang beliau sudah tak sadarkan diri" jawab salah satu dari mereka.

Gus daffa menghembuskan napas berat dan mengucapkan terimakasih. Tepat setelah itu mereka semua segera pamit, menyisakan zahra dan nashwa di ruang tamu itu.

" nafisah tadi sama kamu?" Tanya Gus dafda setelah ia duduk di sofa sebelah barat, masih memperhatikan nashwa yang kini tengah memangku adik perempuannya.

Nashwa mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan.

" apa yang terjadi? Kenapa dia sampai pingsan seperti ini?" Tanya gus daffa lagi. Pandangannya masih tak lepas dari mereka berdua.

" ngapunten gus." Tiba tiba datang seseorang khadamah pada gus daffa, dia duduk setengah bersimpuh di depannya dan dengan gerakan pelan menjulurkan sebuah kertas yang sama padanya.

" siapa ibrahim?" Gus daffa melempar tanya setelah membaca isinya sekilas. Zahra terdiam, terlebih lagi nashwa yang memang memilih menutup mulutnya.

"Namshwa?"

Nashwa menatap lantai beralas karpet tebal sebelum kembali mengangkat wajahnya. "Bila njenengan masih ingat seorang laki laki yatim yang lima tahun lalu sempat mengirimkan surat pada saya, dia lah yang kini nafisah tangisi kepergiamnya"

Kali ini gus daffa menautkan alisnya. Ia tak ingat siapa pria bernama ibrahim itu meski telah berkali kali memutar tiap tiap memori masa lalunya.

" mungkin njenengan lupa, bila lima tahun lalu ada seorang pria yang meminang seorang gadis di usia empat belas tahun. Itu pun lewat surat kecil yang telah lama terbungkus namun tak bisa terkirim dengan cepat." Nashwa mengambil napas panjang.

" ibrahim, ibrahim yang sama. Saat njenengan mengirimkan surat cinta pertama pada saya saat itu," ujar nashwa teramat pelan. Takut orang lain akan mendengar semuanya.

Taqwiat Alruwh (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang