Dua puluh delapan

8.5K 494 23
                                    


"Di saat lisanku merapalkan doa atas  namamu, suaraku lirih terbingkai perih. Langkahku memberat kala rasaku mengikat semakin erat. Aku melayangkan namamu di jendela langit dan melukis senyummu di penghujung senja. Lantas? Apa itu bukan cinta?"

(M. Alif Rizky Ramadhan)

*****

Happy reading 😍❤

Dokter baru saja keluar saat seluruh isi kamar pecah oleh tangis. Kyai kholil dan Kyai kholik tampak membeku di ujung ruangan, sementara nyai saidah tengah memeluk Ning zalfa.

Gus daffa membuka pintu ruangan dengan perlahan. Membuat seluruh isi ruangan langsung melempar pandangan iba kepadanya yang baru saja merasakan kehilangan.

Tak lama, pria itu melangkah ke arah istrinya. Raut wajah kesedihan masih tampak walau bekas air mata telah tak bersisa. Nyai ruqayah bangkit. Menggeser tempatnya untuk di duduki oleh Gus daffa.

"Maafkan aku kak daffa.. hiks... aku.. aku tidak mampu menjaganya." Ning zalfa kembali menangis saat Gus dadfa merengkuhnya. Tubuhnya gemetaran.

Gus daffa masih diam. Dia melingkarkan lengannya dengan erat di tubuh ning zalfa, tak kalah merasa sedih atas duka mendalam yang di alaminya. kehilangan sesuatu yang paling di tunggu tunggu kehadirannya di tengah tengah keluarga kecil mereka.

Tak hanya Ning zalfa dan Gus Daffa, seluruh keluarga juga sangat menantikan kehadiran bayi mungil buah cinta dari putra putri mereka. Terlebih lagi nyai ruqayah. Bahkan saat pertama kali mendengar kabar kehamilannya dia selalu mencurahkan seluruh perhatian dan tak membiarkan ning zalfa melakukan apapun

"Zalfa, kita bisa memilikinya di lain waktu. Mungkin untuk saat ini allah masih belum menghendaki kita menjadi orang tua"bisik gus daffa pelan. Dia bisa merasakan tangan Ning zalfa mencengkram punggungnya makin erat. Teriakan perempuan itu teredam di bahu lebarnya.

"Aku... aku" Tubuh lemah ning zalfa begetar hebat seiring dengan air matanya yang berderai derai. Hatinya hancur.

Rasa bersalah kian menggerogoti. Betapa seluruh keluarga menanti nantikan kehadirannya. Dan sekarang? Allah baru saja mengambilnya.

***

Nashwa menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia tak tahu lagi harus berbicara apa dengan azmil. Hatinya tetap tak bisa menerima cintanya tapi sedikitpun dia tak ingin azmil pergi dari sisinya.

Baru saja, Azmil pergi dan pamit untuk lukanya. Taknada cinta di dada ini, tapi rasanya begitu perih saat dia mengungkapkan seluruh kekecewaannya.

Azmil adalah teman terbaiknya. Dia ada saat seluruh nya menjauh, termasuk saat bahagia telah sirna seiring dengan kepergian dafa dahulu.

Setiap saat akan selalu ada energi positif yang memancar dari setiap perbincangan. Juga motivasi motivasi indah di balik sikapnya yang kadang nyeleneh dan membuat kesal. Kadang Jail, kadang puitis, kadang juga bisa di bilang nyeleneh.

Mungkin setelah ini akan ada rindu yang menggunung padanya. Tetapi biarlah, biarlah semua ini berlalu seiring berjalannya waktu. Kali ini nashwa ingin membiarkan takdir berjalan tanpa hambatan.

Semuanya akan semakin sulit saat ada rasa sedih kan? Azmil adalah salah satu perwujudan pria dewasa yang telah matang dan berpikiran jernih. Jadi tidak mungkin bila ia benar benar pergi, dari dia nashwa belajar caranya bamgkit, caranya kembali menata semuanya yang sempat ia pikir tak bisa di perbaiki.

Taqwiat Alruwh (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang