Memangnya ada yang salah dengan sebuah mimpi untuk menjadi penyanyi terkenal?Bernyanyi dengan riang di atas panggung yang megah. Memakai pakaian yang indah. Memiliki banyak penggemar yang memujamu. Jennie selalu mendambakan dirinya berada dalam posisi itu. Betapa bahagianya...
Tidak salah berprofesi sebagai penyanyi. Terlebih untuk gadis yang memiliki bakat mendalam dalam tarikan suara ini. Namun angan-angannya sirna. Ia yang tengah menahan untuk tidak menangis malam ini, sedang berusaha memperjuangkan mimpinya. Adalah ayahnya—Kim Jiyong—yang melarangnya dengan keras. Memaksa kakinya mundur sebelum benar-benar menginjak panggung.
"Jane, kamu adalah anak saya. Jangan membantah!"
"But Dad, I want—"
"Saya sudah menghentikan masa berlaku kartu-kartumu. Sekarang kamu harus menuruti kata-kata saya!"
Selalu, ayahnya mengekangnya dari dulu. Jennie sudah lelah mengikuti semua perintah ayahnya itu, namun bagaimana lagi. Ia sudah mencoba membujuknya sedari lama tetapi Jiyong tetap pada prinsipnya. Orang tua yang kelebih otoriter, hampir mengaturnya di segala urusan. Melarangnya ini dan itu, menyuruhnya melakukan sesuai yang pria itu minta. Jennie membiarkan genangan di matanya mengalir.
"Pakaianmu itu, bagaimana bisa kamu berpakaian kurang bahan begitu? Celanamu itu sangat pendek, hanya satu centi dari dalamanmu. Begitu cara berpakaian yang baik?!"
"Dad! Tidak sependek itu!"
"Lihat, bahkan sekarang kamu berani membentak saya."
Jennie memejamkan mata sejenak lalu tidak berani memandang ayahnya, ada sedikit jengah dalam ucapannya, namun ia bersungguh-sungguh,"Sorry..."
Jiyong mengalihkan pandangan. Berlagak lempeng meski tersirat kepedulian yang mendalam bagi anaknya. "Usaimu sudah mulai dewasa, tapi pemikiranmu masih sangat kekanakan," terdapat helaan berat dalam suaranya. Pria tua itu juga tidak memiliki ide untuk meredakan emosinya yang meninggi.
Jennie masih tertunduk diam, ayahnya benar-benar menyeramkan ketika marah. Ia tidak tahu harus memasang wajah seperti apa saat ini. Hanya membiarkan dirinya mengalir pasrah tanpa kendali.
"Saya tidak pernah menyukai wanita yang bekerja di dunia musik, apalagi kamu, anak saya sendiri."
Nyali Jennie menciut, berpikir dia akan dipekerjakan di perusahaan ayahnya setelah ia selesai dengan kuliah bisnisnya yang menyiksa. Bahkan sekadar memikirkannya, membuatnya muak dan penat.
"Saya, tidak akan menempatkanmu dalam perusahaan," seolah bisa membaca pikiran Jennie, Jiyong berucap demikian. "Namun, saya akan menikahkanmu agar perilakumu berubah,"
"A—apa?!"
Layaknya petir di siang terik. Bagaimana bisa kata yang terdengar tak masuk akal itu diucapkan ayahnya tanpa ragu!? Jennie mendelik tanpa percaya pendengarannya. Wajahnya mendadak kehilangan warna. Jiyong tahu jika hal ini akan terjadi, maka dengan helaan napas, ia menengaskan ucapannya. "Ya, menikah. Kamu ingat Taehyung?"
"Ya, aku ingat."
Sekonyong-konyong, Jennie menarik kembali ingatannya pada lelaki di masa kecilnya. Lelaki dengan pipi bulat dan badan yang gempal. Tampilannya layaknya seorang cupu dengan kaca mata besar dan pakaian yang culun. Bagaimana mungkin!? Jennie menyalak, tidak mau menerima yang Jiyong ujarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAIGHT? [TN]
FanfictionJennie terpaksa menikahi pria yang dipilih ayahnya. Namun pria itu sama sekali tidak memiliki minat terhadapnya, bahkan untuk sekedar melirik apalagi menyentuh. Ia tidak meragukan dirinya yang sempurna sehingga ketidakminatan sang suami mendorongnya...