"Selamat pagi...."
Suara yang begitu ia rindukan membuat Jennie buru-buru bangkit dan beranjak dari sofa. Dengan tergesa-gesa menghampiri sosok tegap yang begitu jangkung. Ia sampai terengah atas rasa senangnya, "Seokjin!"
Seokjin adalah kakak yang kehilangan harga dirinya di hadapan sang adik. Ia tidak bisa berbuat banyak selain membiarkan Jennie memeluknya dengan erat, seolah tidak akan melepaskannya setelah ribuan tahun tak bertemu. Ia mendengus geli, "Kau begitu merindukanku."
"Tidak, jangan terlalu percaya diri!" Jennie memukul keras lengannya. Dan itu menyakitkan. Seokjin telah terbiasa, namun tetap saja itu sakit! Ia mengaduh dan berkata mencibir, "Yah... Maafkan kakakmu yang sangat sibuk ini." Bagaimana pun, ia dapat membaca dari mata Jennie jika perempuan itu merindukannya.
"Kau menyindirku?"
"Aku tidak."
"Kata-katamu seolah mengatakan jika aku tidak cukup sibuk!"
Pria itu tertawa terbahak. "Jika kau mengatakan seperti itu, maka hanya akan menguak fakta."
"Kau!" Jennie menggertakkan giginya, menunjukkan taring kucingnya. "Aku sangat sibuk asal kau tahu!"
Memandang remeh, Seokjin mengernyitkan dahinya. Ia meragu, "Sibuk melakukan apa?"
"Sibuk bercinta dengan adik iparmu."
"...." Seokjin kehilangan kata-katanya. Sejak ia mengenal adiknya, tidak pernah sekali pun ia mendengar kalimat sevulgar ini dari mulutnya. Bahkan tidak ada semburat malu pada wajah adiknya, justru di sana hanya ada gurat bangga. Sungguh, perempuan yang benar-benar membuatnya terdiam kaku. Ia berdeham, "Yah... Bagus."
Jennie melipat tangannya, mukanya bersemi-semi. Melihat kebanggaan yang tidak surut itu, Seokjin kini tahu jika adiknya mencoba meledeknya! Bagaimana pun, hubungan Jennie memiliki kemajuan yang jauh di atasnya! Adiknya telah sampai di puncak, sementara hubungannya dengan Jisoo masih macet di tengah gunung. Sungguh harga diri yang buruk. Ia tidak ingin Jennie semakin arogan, segera mencibir, "Minuman paling nikmat adalah ludah sendiri. Waktu lalu kau bersikuku menolak Taehyung, sekarang apa yang kau lakukan."
"Kau!"
Urat marah yang muncul di dahi Jennie telah cukup memuaskannya. Seokjin kembali tertawa. Merasa sudah tidak ada gunanya untuk meledek dan menggoda adiknya, ia kemudian mengalihkan pembicaraan, "Bagaimana hari-harimu di sini?"
Perempuan itu tidak mengambil waktu lama untuk menjawab. Segera ia ceritakan hal-hal yang telah terjadi tanpa ada yang terlewatkan. Bahkan soal praduga-praduga konyolnya dan kecurigaannya pada sang suami. Seokjin mendengar semuanya dengan telinga yang terbuka lebar, begitu tenang menerima segala keluhan dan kesenangan yang Jennie rasakan.
────
"Taehyung, kau hanya menemuiku dengan singkat setiap hari. Kau mulai mengabaikanku."
Pria itu menghela pelan, berusaha untuk tidak menyinggung perasaan lawan bicaranya. "Aku tidak."
Namun jawaban seperti itu sama sekali tidak bisa membuat pihak lain merasa tenang. Ia berjalan mendekat, menyentuh bahunya dengan lembut. "Lupakan soal itu. Setidaknya kau sekarang di sini, tinggal lah lebih lama."
Namun Taehyung menggeleng pelan. "Maaf.... Aku tidak bisa." Ia menatap pria lain di ruangan itu dengan sorot yang amat redup. "Ada rapat besar."
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAIGHT? [TN]
Hayran KurguJennie terpaksa menikahi pria yang dipilih ayahnya. Namun pria itu sama sekali tidak memiliki minat terhadapnya, bahkan untuk sekedar melirik apalagi menyentuh. Ia tidak meragukan dirinya yang sempurna sehingga ketidakminatan sang suami mendorongnya...