Jungkook memejamkan mata lelah. Ia berhela singkat. Ia berusaha menenangkan badai besar dalam hati dan benaknya. Semua karena sikap Taehyung kepadanya. Pria itu sama sekali tidak memikirkannya. Taehyung berjalan seperti garis lurus yang datar, tidak menoleh kepada dirinya lagi. Ia selalu terfokus pada Jennie dan memperhatikannya selayaknya seorang suami baik hati. Itu membuat Jungkook teriritasi. Intensi jahatnya terpancing hingga ke permukaan tertinggi.
Jennie hanya sedikit depresi karena penyakit ayahnya itu! Mengapa harus selalu menemani dan mencemaskannya, memangnya perempuan itu anak kecil yang butuh perlindungan seorang dewasa!?
Jungkook membuang puntung rokoknya asal. Satu bungkusan cerutu telah ia habiskan. Melihat kegeraman saudaranya, Somi terkekeh sarkas. Ia memasang wajah seolah ia takut, berkata dengan penuh kekhawatiran palsu, "Jungkook, aku jadi takut kita akan diusir dari sini."
Tentu itu hanya ejekan untuk mencela perasaan Jungkook. Namun pria itu mengabaikannya. Somi mendongak frustasi. Ia tidak ingat kapan terakhir Jungkook tersenyum panas padanya. Belakangan ini, ia selalu memikirkan Taehyung. Bimbang dengan hatinya yang terluka dan pikirannya yang berdenial. Jungkook selalu menekan perasaannya, kokoh beranggapan jika ia hanya benci diabaikan dan merasa dirinya tengah diremehnya. Hatinya tidak terluka, itu adalah harga dirinya. Taehyung seolah menolaknya untuk pergi bersama Jennie ke tempat yang sama sekali tidak dapat ia kunjungi.
Somi kini menjadi jengkel. Wajahnya berubah jelek. Ia menarik Jungkook hingga ke depan kamarnya. Pria itu sama sekali tidak melawan, ia tidak berminat melakukan apa pun pada Somi. Namun Somi tidak mempedulikannya, ia bahkan mulai memeluk Jungkook tanpa tahu malu dan takut. "Biarkan aku menyegarkan pikiranmu."
Tetapi sesaat sebelum keduanya memasuki kamar, seorang pelayan datang dengan wajah tertunduk. Itu adalah Maria dengan setelan maidnya yang rapi. Wanita itu berkata takut-takut, "Maaf karena mengganggu.... Tuan Taehyung menyuruh kalian ke bawah untuk makan malam."
Begitu Maria selesai melaporkan, ia pergi meninggalkan Somi dan Jungkook. Somi tidak merasa waspada pada Maria, ia justru merasa jengkel. Pelayan itu telah menginterupsinya sehingga ia tidak memiliki semangat untuk menggoda Jungkook. Ia mendengus sebal, "Maria sialan." Somi mengutuk lagi dan lagi, setelah puas mengutuk, ia merapikan dirinya. Tangannya menggandeng Jungkook yang hanya bergeming seperti patung. Pria itu tidak nampak seperti seorang yang hidup. Somi mengajaknya penuh kekesalan yang tidak dapat dibendung, "Ayo turun ke bawah."
Keduanya sampai di ruang makan. Jungkook meremas tangan Somi saat tatapannya tidak sengaja bertemu dengan mata Jennie yang polos. Perempuan itu tersenyum manis, namun menurut Jungkook itu adalah senyum terburuk yang mengejeknya. Seolah sedang memamerkan giginya bangga, menunjukkan seakan Taehyung meninggalkan Jungkook hanya untuk datang padanya. "Jungkook, Somi, duduk lah. Maria telah membuat semua ini dengan sempurna!"
Keramahan yang Jennie tujukan pada Jungkook justru membuatnya muak. Ia tersenyum kecil penuh tekanan, mengatakan dengan ringan, "Ya."
Telinga Taehyung telah tersumpal. Pria itu tidak lagi mendengarkan teguran kecil dari nada bicara Jungkook. Ia menjadi begitu tidak peka. Ia mengalihkan pandangannya dari Jennie. Taehyung menyadari keberadaan Jungkook, buru-buru tersenyum kaku seakan telah tertangkap basah melakukan kejahatan.
Manik Jungkook menusuk Taehyung tanpa pria itu sadari.
────
Hari-hari Jennie terasa ringan. Tidak ada hal berat lagi yang membuatnya merasa cemas. Ayahnya telah berada dalam keadaan yang jauh lebih baik, bahkan sudah mulai kembali bekerja. Jennie dapat menghela napasnya dengan lega.

KAMU SEDANG MEMBACA
STRAIGHT? [TN]
Fiksi PenggemarJennie terpaksa menikahi pria yang dipilih ayahnya. Namun pria itu sama sekali tidak memiliki minat terhadapnya, bahkan untuk sekedar melirik apalagi menyentuh. Ia tidak meragukan dirinya yang sempurna sehingga ketidakminatan sang suami mendorongnya...