"Puas mempermalukan ku, Sakura?" Sasuke bersidekap dada, membuka suara setelah puas memperhatikan gerak gerik Sakura beberapa saat, semua nurse dan maid yang ditugaskan berjaga berjalan keluar saat melihat kedatangan Kaisar tanpa pemberitahuan.
Tak mendapatkan jawaban, Sasuke mendekati Sakura yang terbaring di ranjang dengan tangan kiri yang terbalut perban diangkat dan menjadi objek penglihatan Sakura satu-satunya. "Apa tujuan mu?"
Sakura menoleh sekilas, kemudian kembali pada lengannya. "Saya belum puas."
"Apa kau waras?"
"Apa menurut Anda manusia introvert bisa waras?"
Sasuke diam, bingung. 'Apa hubungannya?'
"Mereka bisa merealisasikan apa yang ada pikiran mereka tanpa bisa di cegah."
"Dan Saya tidak puas, hanya karena masih hidup." 'lagi'. Lanjut Sakura dalam hati.
"Apa kau memikirkan semua orang saat melakukan bunuh diri? Bagaimana perasaan mereka?"
"Apa Anda bersedih?" Sasuke bungkam. Sakura menurunkan tangan karena pegal berlama-lama mengangkat tangan.
"Atau menyesal?" mendengus remeh. Memalingkan muka ke arah lain selain Sasuke.
"Hidup mu bukan hanya tentang ku. Ad-"
"Pada akhirnya Saya tak akan mendapatkan jawaban untuk apa Saya hidup." potong Sakura cepat.
"Setidaknya pikirkan Keluarga mu, teman-teman mu, para maid dan penjaga mu, jangan lupa putri mu yang belum genap satu minggu lahir, hanya karena Kau tak kuanggap ada Kau mau mempermalukan ku. Bodoh. Kau pikir aku tak bisa membalikan fakta." Teriak Sasuke marah.
Sakura tertawa keras, sangat lantang, padahal Sasuke pikir tak ada yang lucu. "Lucu, lucu sekali." Sakura kembali tertawa setelah berhasil duduk bersandar pada kepa ranjang, wajah pucat dan gelegak tawa putus asa adalah perpaduan mengerikan.
"Saya pikir keputusan bunuh diri di Kastil adalah bagus. Ternyata memang berhasil membuat malu ya walaupun sesaat. Ah jadi begitu, mengapa Saya masih diberikan hidup. Agar Saya bisa menyaksikan seorang Kaisar malu walaupun hanya satu detik."
PLAK
Sakura memegang pipi bagian kanan yang panas, tanpa bisa dicegah air matanya mengalir, segera Sakura hapus.
Sasuke kalap, sangat murka dengan kegilaan istri pertamanya. Tak bisakah dia memikirkan orang lain disekitar dia selain dirinya.
"Kau. Egois."
"Seluruh bawahan mu di kastil ini berkumpul di lapangan hanya untuk berdoa agar kamu selamat. Ibu mu pingsan, keluarga mu bertengkar karena kejadian ini. Dan Putri mu, Putri mu meraung sejak dia bangun tidur dan tak berhenti sebelum para dokter memberikan obat penenang, dia juga hampir sekarat, sekarang sedang di ruang perawatan bayi." teriak Sasuke dingin.
"Lalu apa peduli Anda?" Tanya Sakura lirih.
"Semua bawahan ku hanya takut tak punya pekerjaan jika aku mati. Tak perlu Anda debatkan." Sakura menggeleng lemah.
"Keluarga. Keluarga macam apa yang Anda maksud. Topeng mana yang Anda lihat? Mereka tak lebih seperti Anda, yang hanya menanggung malu, membalikan fakta, mereka begitu hanya demi nama baik, sama seperti Anda yang malah membuat ku hidup lagi." teriak Sakura tak kalah nyaring. Sasuke mengingat perubahan sikap Sasori saat di ruang kerjanya. 'Apakah seburuk itu? Hubungan mereka?'
"Dia bukan Putriku." Sasuke terkesiap. Tak menyangka Sakura berpikir sejauh itu.
"Apa yang coba kau katakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn, My Lord
RandomKesengsaraan yang harus dibayar. "Anda telah membebaskan beban saya, My Lord. Saya senang" "Kecerobohan Saya karena terlalu terburu-buru, jadi Saya selamat. Lagi." #WattpadFanficID #TrueFanficIndo .