"Akutagawa-kun, ternyata kau suka membaca?" Tanya si mata biru melihat-lihat ruang perpustakaan yang penuh buku dan rak yang menjulang tinggi. Sepertinya Chuuya sangat tertarik dengan denah rumah si surai hitam yang unik ini. "Etto... sedikit. Gin-chan yang lebih menyukainya," Jawab Akutagawa sambil memalingkan wajahnya. Melihat itu Chuuya malah menatap Akutagawa lebih dalam, "Uh... Akutagawa-kun? Kau tak apa?"
Terkejut, Akutagawa menjawab sekenanya saja, "Eh—ano... aku hanya ingin melihat kerapian rak ini,"
Chuuya tersenyum lagi, "Kau ini perfeksionis sekali" katanya, "Mungkin kau memang cocok bekerja di sini ya?"
Akutagawa yang mendengar hal itu hanya diam. Entah apa yang harus ia katakan pada Chuuya. Ia tidak ingin menyinggung perasaan si mata biru.
"Oh—apa mungkin itu merupakan sebuah... ungkapan 'tidak'?" Tanya Chuuya, "Maaf,"
"Tidak, tak apa kok. Hanya saja memang sudah dari beberapa tahun yang lalu..." Tukas Akutagawa. Si mata biru yang terlihat kebingungan itu akhirnya menghela napas, "Apa ada yang perlu kuketahui?"
Si surai hitam terdiam ragu. Ia tidak sepenuhnya ingin bercerita, karena ia sendiri tidak pernah ada orang yang bisa mendengarnya dengan baik. Trust issues juga melebar di kalangan masyarakat, termasuk Akutagawa sendiri. Jadi tentu saja, ia tak pernah benar-benar berkata jujur tentang dirinya.
"Akutagawa-kun... tak usah jadikan beban kok—jika tak mau berbicara itu tak apa, aku tak memaksa. Hanya saja kau terlihat seperti orang yang sudah mengemban masalah segitu banyaknya," Tambah Chuuya agak cemas. Mata si surai oranye itu bertatapan dengan milik Akutagawa. Si surai hitam hanya bisa menelan ludah melihat itu.
"Sudah, sudah—tak apa—"
"Aku benci saat ini,"
Chuuya menoleh ke arah si surai hitam yang tiba-tiba berbicara seperti itu, "Eh? Doushita?"
"Ah, gomenasai, mungkin tidak terlalu penting," Ucap Akutagawa berusaha mengalihkan pembicaraan. "Matte—! Kalau kau merasa harus bilang, bilang saja. Aku tak keberatan kok," Sela Chuuya setengah berharap si surai hitam mau memberitahunya, "Jangan berpikir aneh-aneh, kau tidak usah takut aku akan tersinggung jika kau bicara tentang—"
"Dazai-san?" Potong Akutagawa.
"Etto... yah..." Chuuya mengangkat bahunya, "Tak apa, kau boleh bicara. Kau tahu aku ini takkan membocorkan suatu rahasia pada yang lain kan? Omong-omong, kenapa kau memanggilnya dengan panggilan hormat?", "Aku tidak tahu, mungkin sudah dari dulu," Tukas Akutagawa lagi. "Akutagawa-kun, kalau kau tidak ingin, jangan dipaksakan lho?" Pesan Chuuya agak cemas, "Kau tahu... aku mulai merasa kau punya kenangan pahit bersamanya ya?"
Akutagawa merasakan lidahnya kelu, mau tidak mau sepertinya Chuuya harus tahu tentang hal ini. Meskipun... sebenarnya Akutagawa tidak ingin mengumbar emosi. "Jadi? Kau mau berbicara? Sesekali kau boleh berpendapat. Inilah kesempatanmu, kan? Sayang kalau dibuang ya?" Pancing Chuuya lagi, berharap ia akhirnya bisa meyakinkan Akutagawa untuk melepaskan bebannya. Tapi sekali lagi Akutagawa merasa ragu, "Ti—tidak usah dipikirkan kok, tidak terlalu penting,"
Si mata biru hanya menghela napas pasrah, "Yah, tak apalah, itu pilihanmu kan?" Katanya sambil tersenyum lembut, "Pastikan saja kau jangan terlalu memikirkannya. Kulihat banyak pack obat yang tertumpuk di tempat sampah. Bukankah itu milikmu?", "Ya... itu milikku..." Jawab Akutagawa mengangguk pelan. "Astaga—kau tahu berapa banyak sampah yang kaubuang? Kau minum berapa banyak sehari???" Tanya Chuuya lagi. "Uh... tergantung..." Jawab si surai hitam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
Chuuya hanya bisa menghela napas, "Jangan terlalu banyak..." Ujarnya, "Terlalu banyak malah bisa kecanduan, malah berdampak pada kesehatanmu lho,"
Melihat raut wajah Chuuya yang cemas itu membuat Akutagawa jadi berpikir dua kali. Apa ia akan terus meminumnya, atau ia akan berhenti.
"Akutagawa-kun?"
"Ha'i—baiklah aku akan mencoba..." Meskipun agak susah, itulah yang harus ia hadapi. Kan? Demi kesehatannya sendiri juga toh?
Chuuya tersenyum mendengar hal itu. Mendadak wajah Akutagawa berubah menjadi merah. "Kau ini kenapa merah terus sih? Kepanasan ya?" Canda si mata biru tertawa kecil, "Belum pernah ada orang yang berbicara denganku bertaburan merah di wajahnya,"
"Su—sudahlah tidak penting!" Sela Akutagawa sambil berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah tidak karuan itu.
"Ah ya, etto... kubawakan buah ara untukmu. Gin-san bilang kau menyukainya. Yah... hitung-hitung agar sekadar makan kan?" Chuuya tersenyum ramah, "Karena Gin-san juga bilang kau jarang makan. Paling banyak makan hanya 3 kali sehari. Ayolah, siapapun tahu itu tidak sehat,"
"Iya, arigatou..." Akutagawa melihat bawaan Chuuya, "Kau mau makan?"
"Yah, tidak usah, nanti merepotkan. Oh ya, buahnya dimakan lho," Ujar Chuuya berusaha mengingatkan lagi.
Akutagawa hanya mengangguk, "Kau ini cocok bekerja bidang kedokteran ya?"
"Mana ada... ini hanya kulakukan agar kau mengganti pola hidupmu..."
"Aku tidak ingin kau jatuh sakit,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaze Upon Music
FanfictionKenapa aku jadi terseret ke dunia hiburan kayak begini? Siapa juga yang mau, aku hanya terseret karena seseorang yang entah kenapa harus kuakui sebagai orang yang kuhormati, membuatku harus menjadi sesuatu yang bukan mencerminkanku sama sekali. Kala...