Jam menunjukkan pukul 12 siang, seperti yang Gin katakan, tamu undangan sudah datang. Akutagawa memutuskan untuk hanya menyambut tamu undangan Gin.
"Ah! Akutagawa-san? Ternyata kau kakak Gin-san? Wah, salam kenal!" Sambut seorang tamu undangan Gin. Gin hanya tertawa kecil, "Masa' kau belum tahu, kan aku sudah memberitahumu,"
Akutagawa kembali menaruh senyum di wajahnya. Tentu saja seperti biasa, senyuman yang tidak berarti sama sekali. Ia tidak pernah tersenyum dengan perasaan yang benar-benar menonjol dari dirinya.
"Kenalkan, Tachihara Michizou, rekan Gin-san, yoroshiku onegaishimasu," Ucap laki-laki bersurai orange kecoklatan di hadapan Akutagawa, mengulurkan tangannya.
"Akutagawa," Balas Akutagawa pendek sambil menjabat tangan Tachihara.
"Omong-omong, Gin-san, bisakah aku melihat rancangan untuk presentasi besok pagi?" Tanya Tachihara sambil mengeluarkan kertas dan notebooknya dari tas yang ia bawa. "Yah, aku punya di ruang kerjaku. Kak, aku permisi dulu ya," Ucap Gin sambil berlalu ke ruang kerjanya bersama Tachihara. Akutagawa mengangguk, lalu kembali ke ruang kerjanya sendiri, melanjutkan tugasnya yang belum selesai itu.
Ting ting ting!
Baru saja akan melanjutkan tugasnya, sudah ada bunyi dering handphonenya.
"Moshii moshii?"
"Gomenasai, Akutagawa-san, hari ini ada pertemuan antar agensi! Bisakah kau segera ke tempat pertemuan segera? Saya akan menghubungi klien lain juga, termasuk Chuuya. Mohon bantuannya," Ujar Mori di telepon.
"Tapi bukankah acara tahunannya besok—?"
"Akan saya panggilkan divisi tata ruang dan letak untuk mengaturnya, kau harus segera bersiap-siap sekarang,"
"Chotto—" Terlambat. Telepon sudah diputus. Akutagawa hanya duduk sambil memegangi kepalanya yang mulai agak pusing itu. "Kebiasaan, jadwal jadi berantakan lagi. Mau pulang jam berapa ini?" Keluhnya.
"Aku lupa kenapa aku memilih jalur artis..." Batin Akutagawa dengan sedikit rasa kesal dan sesal. Entah apa yang berhasil menggeretnya ke dunia penuh tipu daya, dunia di mana kita harus bisa tersenyum meskipun sebenarnya tidak ada rasa apapun yang melonjak.
Ting!
Sebelum Akutagawa meminum obatnya kembali, suara dentingan handphonenya terdengar. Ia meletakkan obatnya dan mengecek pesan apa lagi yang ia dapat.
"Chuuya-san? Dia dapat nomorku darimana—?" Batin Akutagawa lagi. Ia membalas pesannya kembali.
Si surai hitam yang masih keheranan itu tidak jadi meminum obat yang tadinya ia akan minum untuk menghilangkan stressnya. Kali ini ia tidak merasa terlalu berat. Mungkin karena memang Akutagawa terkadang membutuhkan seseorang untuk berada di sisinya, namun tentu saja tak semua orang bisa ia percaya atau andalkan. Mungkin sejauh ini baru Gin adiknya saja yang ia percaya. Dia juga jarang meminta bantuan orang karena ia... gengsi.
Sebenarnya Gin sudah berkali-kali melarang Akutagawa meminum obat setiap kali ia merasa pusing atau sakit kepala. Hanya saja, mungkin Akutagawa tidak terlalu memedulikan dampaknya jika ia minum terlalu sering. Mungkin kesehatan atau imun tubuhnya berkurang sedikit demi sedikit sampai ke posisi yang fatal.
Akutagawa menyimpan kembali obatnya, tidak meminumnya. Sejenak ia menghela napas, "Mungkin gak ada gunanya aku minum obat kalau tidak parah, kan?" Batinnya sendiri.
Oke, sekarang sudah jam 1 siang. Sudah saatnya lagi untuk Akutagawa pergi ke gedung agensi untuk pertemuan antara dua agensi yang ia tidak tahu. Segera ia menaiki mobil pribadinya, dan langsung menuju gedung yang dimaksud oleh Mori.
***
"Akutagawa... Ryunosuke... oke, Anda bisa langsung menuju lantai 6, pertemuan diadakan di sana," Ujar seorang penjaga meja administrasi yang berjaga di depan lobby gedung. "Arigatou," Ucap Akutagawa sambil berlalu.
Selintas ia menangkap pergerakan seseorang yang berhasil merebut perhatiannya, "Heh—?" Ia menoleh, namun sayangnya orang itu sudah menghilang di belokan. "Mungkin hanya imajinasiku,"
Orang yang ia lihat, seperti orang yang sudah ia kenal lama. Entah kenapa, kali ini Akutagawa tidak bisa melihat jelas siapa yang ia lihat.
Ah, mungkin hanya sebuah halusinasi atau mungkin imajinasi semata. Yang pasti... ia tak menginginkanna di sini.
Ia menggunakan lift untuk mencapai lantai 6, dan di sana ia langsung disambut oleh Mori, "Saya harap ini adalah terakhir kalinya saya mengubah jadwalmu secara mendadak. Kau tak keberatan kan?" Akutagawa yang hanya bisa ikut ke mana angin berlalu itu hanya mengangguk, "Ii'e, tak masalah,"
"Kau bisa segera masuk, rapat akan dimulai beberapa menit lagi setelah kepala agensinya datang," Perintah Mori sambil menunjuk ke arah pintu besar yang terbuka.
Angin dingin dari AC yang menyala menembus pakaian Akutagawa yang bisa dibilang "agak" formal. Tentu saja ia sebenarnya tidak terlalu suka hal formal.
Masuk ke dalam ruang rapat, yang terlihat pertama kali oleh Akutagawa adalah si mata biru yang sudah menunggu kolega agensinya di ujung meja bundar sambil menatap layar handphonenya. Si mata biru mengalihkan pandangan dari handphonenya, "Eh, kau sudah datang?"
"Ha'i," Ucap Akutagawa pendek, seperti biasa. Chuuya hanya tersenyum ramah, "Duduklah di sini," Ia menepuk-nepuk kursi di sebelahnya yang kosong, mengisyaratkan Akutagawa untuk segera duduk di sebelahnya.
Dengan kepala sedikit ditundukkan, Akutagawa duduk di kursi yang disediakan oleh Chuuya itu. "Huah... jadwalku jadi berantakan lagi karena pertemuan dadakan ini..." Keluh Chuuya, merenggangkan tubuhnya seperti baru bangun tidur. "Yah..." Si surai hitam hanya menatap Chuuya sejenak, lalu kembali mengalihkan pandangannya. "Doushita, jadwalmu juga?", "Yah, kurang lebih," Jawab Akutagawa, mengingat jadwalnya yang berantakan tiba-tiba itu. Chuuya hanya tersenyum ramah.
"Omong-omong, agensi siapa yang akan ikut pertemuan ini?" Tanya Akutagawa penasaran. Chuuya mengangkat alisnya, "Lho, kau belum tahu?" Tukasnya, "Uhm... yang akan datang adalah agensi yang merupakan saingan kita,"
"Agensi mana itu?"
Tanteisha...
KAMU SEDANG MEMBACA
Gaze Upon Music
Fiksi PenggemarKenapa aku jadi terseret ke dunia hiburan kayak begini? Siapa juga yang mau, aku hanya terseret karena seseorang yang entah kenapa harus kuakui sebagai orang yang kuhormati, membuatku harus menjadi sesuatu yang bukan mencerminkanku sama sekali. Kala...