Whom Means a Lot

151 48 12
                                    

"Hah... sudah jam 6 malam, kau tidak makan malam?" Tanya Chuuya sambil melihat jam.

"Uh... aku tidak biasa untuk makan mal—"

"Shh! Ayo kita keluar makan," Potong Chuuya menyilangkan jarinya di depan Akutagawa yang langsung diam saja melihat kelakuannya. "Tapi aku biasa—" Sekali lagi Chuuya menghentikan Akutagawa dengan tatapan sedikit memaksa, "Kau tidak mau sakit kan?"

Menurut Akutagawa, sakit merupakan hal yang cukup biasa ia alami setiap hari. Hanya saja ia mengalihkan perhatiannya itu ke tugas-tugasnya saja. Gin sebenarnya sudah mengingatkan kakaknya itu agar tidak memaksakan tubuhnya untuk terus bekerja. Yah, itu semua sekarang terlepas dari Gin untuk menjaga kakaknya yang agak keras kepala ini.

"Kau mau makan apa?" Tanya Chuuya seraya mengambil coatnya yang ia gantung di gantungan mantel samping pintu. Sebenarnya Akutagawa sudah ingin menolaknya. Ah, apa boleh buat. Bukan setiap hari juga toh? "Terserah saja, aku tidak tahu banyak karena aku memang jarang jalan keluar,"

Chuuya tersenyum, "Kalau begitu... tidak usah heboh lah makanannya yah? Mungkin ini kali pertamamu setelah sekian tahun tidak makan malam. Kau hanya makan 2 kali sehari kan?"

Si surai hitam hanya bisa terdiam. Entah dari mana lagi Chuuya mengetahui hal itu. Dengan sedikit semburat merah tipis di pipinya, Akutagawa hanya mengangguk. Ah, mungkin Chuuya hanya sedang ingin makan bersama...

***

Chuuya membawa Akutagawa ke tempat makan yang tak jauh dari tempat mereka tinggal. Yah, terlihat sederhana kok. Paling ada sushi, onigiri, sup miso, yah, makanan yang tidak aneh-aneh tentunya.

Tentu saja keadaan jadi terasa baru bagi Akutagawa yang selama ini sangat jarang makan di sebuah restoran atau tempat makan. Kalau tidak, biasanya Gin akan memasak bersamanya. Jadi sebenarnya tak ada alasan yang begitu penting hingga Akutagawa harus beli atau bahkan mungkin makan di luar.

Si surai hitam terbatuk kecil ketika di ambang pintu masuk. Seseorang merokok dengan santainya tanpa menyadari Akutagawa. Chuuya yang melihat itu langsung menarik si surai hitam dengan cepat masuk ke dalam. Pemilik lengan yang ditarik itu pun terkejut, "Doushita—?"

"Kau ini sensitif terhadap polusi dan asap kan?" Ucap si mata biru, "Sebaiknya jangan dekat-dekat dengan perokok di sini,"

Akutagawa hanya menatap Chuuya seraya menutup mulutnya sendiri dengan tangannya, "Hm,"

Si mata biru menyuruh Akutagawa duduk. Sambil menunggu Chuuya yang memesan makanan, ia membuka handphonenya.

Ting!

Pesan masuk dari Gin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pesan masuk dari Gin. Ia sudah sampai rumah.

"Aku sedang keluar, mungkin pulang pukul 8 malam,"

Balas Akutagawa secara singkat di chatnya. Bertepatan setelah itu Chuuya datang menghampiri Akutagawa dengan nampan berisi semangkuk sup, teh hangat, nasi kepal serta segelas anggur merah. "Makanlah! Aku memesan sup hangat dan teh hangat. Malam ini dingin," Tukas Chuuya dengan senyumnya yang hangat seperti biasa.

"Etto—Arigatou..." Ucap Akutagawa sambil menyantap sup yang dibawakan oleh si mata biru.

Tanpa disadari oleh Akutagawa sendiri, Chuuya menatap pria di depannya ini sambil tersenyum kecil. Melihat si surai hitam yang sedang makan sepertinya membuat Chuuya yang melihatnya menjadi tenang. "Setidaknya dia mau mengikuti yang kuminta," Batin Chuuya bangga. Akutagawa yang semakin merasa diperhatikan itu akhirnya mendongakkan kepalanya menatap si mata biru yang agak terkejut, "Kau tidak makan?"

"Ah—iya," Chuuya tertawa ragu. Ia mulai menyantap nasi kepal yang ia pesan itu dengan rona merah di pipinya yang tipis namun terlihat. Tentu saja Akutagawa menyadari hal itu, namun ia tidak terlalu berpikir panjang soal itu.

Ah... mungkin hanya kebetulan...

Gaze Upon MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang