Someone Who You Would Look Up to

148 20 6
                                    

"Ada...?" Tanya Akutagawa tidak percaya. Perasaannya setengah senang, setengah gugup. Ia senang karena ternyata dia bisa mencintai orang, dan di saat yang bersamaan Akutagawa merasa gugup karena bagaimana kalau seandainya orang yang ia cintai itu bukanlah dirinya? "Ha'i, ada. Dia sangat manis, kau tahu... dia terlihat memiliki banyak masalah, jadi aku sebenarnya berniat untuk membantunya keluar dari masalah itu. Sayangnya aku tidak tahu apa masalahnya. Lagipula, aku juga tak tahu apa dia menyukaiku juga," Tukas Chuuya tersenyum kecil.

"Sou—Soukka..."

"Tapi siapa yang tidak mau mencintai Chuuya-san..." Gumam Akutagawa.

"Hem? Kau bilang sesuatu?"

"Eh—Ii'e! Tidak ada..." Ucap si surai hitam cepat-cepat.

"Ano, Akuta—"

"Sumimasen, kak, tadi ada yang meneleponku, katanya dari divisi pemotretan. Besok malam, jam 7, bersama Chuuya-san," Jelas Gin yang tiba-tiba ada di depan meja, membuat Chuuya langsung berhenti berbicara, "Handphone kakak dimana sih? Tadi katanya mereka mencoba menghubungi kakak, tapi tidak diangkat,"

"Etto... handphone kutinggal di kamar," Tukas si surai hitam, "Lokasi pemotretannya di mana?"

"Etto... kalau tidak salah, di daerah Osaka. Katanya di situ sangat indah. Nanti juga ada anggota dari Decay of Angels, Tanteisha, dan Guild juga ikut," Tambah Gin, "Yang ikut ke sana adalah Kakak, Chuuya-san, aku, Kouyou-sama sebagai pengatur pengganti Mori-sama, dan Tachihara,"

"Lah, lalu bagaimana dengan proyek ini?" Tanya Chuuya. Bisa-bisa bertabrakan dengan jadwal deadline. "Menginapnya seminggu sih... entahlah apakah akan diperpanjang atau tidak," Tukas Gin menambahkan. "Soukka? Berarti aku harus segera pulang untuk beres-beres—"

"Perginya masih lusa kok! Chuuya-san, kau tahu kakakku ini menunggumu daritadi lho," Ujar Gin bercanda, namun setengah serius. "Eh! Urusai, Gin-chan, sana tidur! Sudah malam," Ucap Akutagawa yang memerah dan berusaha menyembunyikan wajahnya dari Chuuya dengan mendorong adiknya itu ke kamarnya, memaksanya untuk tidur. "Tapi benar kan, Kak?", "Banyak omong, kau juga beres-beres sana," Potong si surai hitam, takut adiknya membocorkan hal lebih banyak lagi. Gin hanya tersenyum penuh arti, "Soukka~yasudah..."

Hazukashi dayo...

"Nee? Apa aku mengganggu?"

"Ii'e! Gin suka bicara sekenanya," Sanggah si surai hitam berusaha mengembalikan wajahnya yang masih merah padam itu. Chuuya hanya tersenyum, lama kelamaan senyumnya itu semakin memudar, dan ia mendadak menunduk secara perlahan, membuat Akutagawa heran sendiri dibuatnya. "Doushita—?"

"Ii'e... aku baru tahu kalau memiliki orang yang bisa dipercaya, rasanya sangat menenangkan," Ia menatap mata abu-abu si surai hitam dengan senyum yang kembali tersungging di wajahnya yang cerah itu. "Heh—? Apa maksudmu?", "Ah, nandemonai, mungkin hanya aku ya?" Ujar Chuuya memalingkan wajahnya.

"Memiliki orang yang dipercaya ya..." Ucap Akutagawa pelan, "Yah... sepertinya memang begitu,"

"Kau tahu selama ini aku belum pernah mau mempercayai siapapun yang berusaha merebut kepercayaanku, namun aslinya ia hanya ingin mendapatkan perhatian lebih dariku. Yah, kau tahu siapa maksudku," Tukas Chuuya tiba-tiba, "Aku tak segan juga menyebut namanya. Karena kejadian saat rapat waktu itu membuatku jengkel. Kau tahu dia pintar mengarang sastra seolah-olah dia adalah sastrawan,"

Akutagawa terdiam karena ia tahu siapa yang dimaksud si mata biru. Ia sendiri tidak bisa membantah, karena ia juga setuju. Tapi, apa boleh buat?

"Hei, kalau aku boleh tahu, ada apa di antaramu dan kuso Dazai? Sepertinya ia sangat memandangmu serendah-rendahnya," Tanya Chuuya agak penasaran, "Ehm... kalau kau tak mau bicara juga tak apa,"

"Sebenarnya..." Ucap Akutagawa setelah terdiam beberapa saat, "Dia... yang berhasil membawaku ke saat ini, tepatnya menjadi seorang penyanyi dan pemusik,"

"Bukannya kau punya masalah dengan paru-parumu?" Tanya Chuuya lagi. "Yah... soal itu aku sudah terbiasa. Itu adalah penyakit sejak kecil," Jawab si surai hitam, menghindari kontak mata dengan seniornya di depan.

Chuuya menghela napas melihat si surai hitam yang agak menundukkan kepalanya itu. "Bisakah... kau melupakannya? Maksudku, kau sudah dalam posisi yang lebih baik daripada dulu, kan?", "Tidak bisa, sayangnya, ia akan menggunakan berbagai cara untuk berinteraksi denganku," Jawab Akutagawa mengingat berbagai cara yang dipakai Dazai untuk bicara dengannya.

Mengirim pesan, menelepon, mendatangi secara langsung, menekannya habis-habisan ketika rapat atau tugas. Bahkan sekilat tatapan matanya saja sudah cukup untuk membuat si surai hitam merasa tertekan. Hanya saja Chuuya tidak mengetahui hal ini. Akutagawa bukanlah orang yang akan membeberkan perasaannya begitu saja, apalagi menyeret orang menjadi bagian dari masalahnya sendiri.

"Soukka ne..." Gumam Chuuya, "Hoi, katamu kau percaya padaku kan?", "Eh?" Akutagawa menoleh ke arah si mata biru yang terlihat prihatin, "Tenang saja, aku bukan orang yang melupakan janji. Hanya orang bodoh saja yang melupakan janjinya sendiri. Jadi... aku mau menjanjikanmu sesuatu, asal kau mau percaya,"

Tentu saja Akutagawa sudah sepenuhnya menaruh kepercayaan penuh pada Chuuya, ia langsung bertanya, "Apa maksudmu?"

Chuuya tersenyum, "Aku akan menjanjikan kebahagiaan dengan senyummu yang murni bukan paksaan,"

"Karena aku tahu..."

"Seberapa sulitnya kau sudah berusaha..."

"Namun usahamu tidak diakui oleh orang yang kau idolakan,"

Gaze Upon MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang