Besok

1.8K 106 1
                                    

Seorang cowok duduk di sofa ruang tamu. Tubuhnya ia sandarkan pada punggung sofa. Pandangannya kosong ke depan. Penampilannya benar-benar kacau. Rambutnya tak disisir, padahal cowok itu sudah mandi. Ya... meskipun setiap hari rambutnya selalu terlihat acak-acakan.

Nathan melirik sekilas, saat seorang pria paruh baya duduk di sampingnya. Ia tidak peduli. Ada hal yang lebih dipikirkannya sekarang. Besok. Mungkin akan menjadi hari terburuk yang pernah ada. Besok, seseorang yang sangat ia cintai akan bertunangan dengan orang lain. Miris memang.

"Kamu kenapa?" tanya Rajendra.

Nathan hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Tak ada niatan untuk menjawab pertanyaan ayahnya. Semangat hidupnya seakan hilang begitu saja.

"Karena besok?"

Nathan hanya bisa diam. Mau bilang tidak, nyatanya iya. Mau bilang iya, memangnya semua bisa dirubah?

Rajendra tertawa, membuat Nathan bingung dibuatnya. Terlihat pria itu menggelengkan kepalanya. Dasar anak jaman sekarang, pikirnya.

Nathan tetap diam. Membiarkan ayahnya tertawa puas dengan nasib yang ia alami.

"Jika kamu benar-benar mencintai Ara, datanglah besok di hari pertunangannya. Buat dia menangis."

Nathan lantas menoleh, menatap tak percaya pada sang ayah. Apa ayahnya ini sudah gila? Menyuruh anaknya berbuat hal demikian.

"Maksudnya? Nathan harus menghancurkan hari pertunangan Ara?" tanya Nathan dengan dahi yang berkerut.

Rajendra tersenyum sinis, "Menurutmu?"

Saat itu juga ponsel Nathan berdering. Nomor tidak dikenal. Cowok itu menatap ayahnya sekilas, meminta izin untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Angkat saja! Nanti malam Ayah jelaskan rencananya."

***

Dara mengurung diri di kamarnya. Berkali-kali Citra telah membujuknya, namun gadis itu tidak mau keluar dari kamar. Ia hanya duduk berdiam diri di ranjang dengan tatapan kosong.

Semalam suntuk sudah ia menangis. Menumpahkan segala hal yang berkaitan dengan pertunangan itu.

Pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Besok. Akan ada hari besar untuknya. Ralat. Bukan untuknya. Karena ia sama sekali tidak menginginkan pertunangan tersebut. Ia masih mencintai Nathan.

Ingin rasanya ia menangis dan berteriak sekeras-kerasnya, melepaskan segala permasalahannya walau untuk sejenak. Namun air matanya sudah kering dan tidak bisa keluar lagi.

***

"Halo!" ucap Nathan sembari menempelkan ponsel di telinganya. Menjawab panggilan dari nomor tidak dikenal yang menelponnya barusan.

"Halo! Nak Nathan! Ini Om Langit, Papanya Dara."

Nathan mengerutkan keningnya, untuk apa papanya Dara menelponnya?

"Iya Om?"

"Om bisa minta tolong sama kamu?"

Nathan semakin bingung. Ada apa? Kenapa Langit berbicara dengan nada yang sangat serius?

"Minta tolong apa, Om?"

"Kamu bisa datang ke sini? Om butuh kamu, Nak!"

"Kenapa Om?" tanya Nathan, perasaannya mulai tidak enak.

Terdengar suara helaan nafas dari seberang telepon, "Dara mengurung diri di kamar! Dia nggak mau keluar...."

Deg.

NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang