Perjodohan?

3.2K 178 3
                                    

Bertemu lagi dengan saya...

Terima kasih bagi para pembaca yang masih setia menunggu kelanjutan cerita saya...

Selamat membaca....

***

Rajendra tampak tertawa kecil yang membuat Nathan dan Ratih kebingungan dengan tingkah pria paruh baya ini.

"Itu alesan kamu menolak perjodohan ini?" tanya Rajendra masih dengan nada santai.

Nathan mengangguk mantap, emosinya mulai mereda saat ini. Nafasnya juga mulai teratur.

"Kalo Ayah tetap akan menjodohkan kamu?"

"Pokoknya Nathan nggak mau dijodohin!" ucap Nathan diiringi dengan emosi yang mulai memuncak lagi.

"Emang pacar kamu itu kayak apa? Sampai-sampai bisa meluluhkan hati seorang Nathan Dirgantara yang keras kepala ini?"

Keadaan menjadi hening, Nathan menatap nyalang apapun yang ada di depannya, ia tak mampu menatap wajah ayahnya dengan alasan tata krama. Sementara Ratri, wanita itu memilih diam dari pada salah bicara dan mengakibatkan Nathan lepas kendali.

"Yasudah, begini saja, besok bawa pacar kamu itu ke sini! Ayah mau lihat apakah dia pantas untuk kamu. Jangan sampai kamu memilih wanita yang biasa berkeliaran di jalanan malam. Kalau sampai kamu memilih yang seperti itu, Ayah nggak akan membatalkan perjodohan ini," ucap Rajendra sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya.

Ratri menghampiri putranya yang tengah menatap kosong ke arah depan. Wanita itu mengelus pelan kepala Nathan, mencoba memberikan ketenangan bagi sang putra.

"Bun!" panggil Nathan.

"Kenapa sayang?"

Keadaan kembali hening sesaat. Ratri yang tetap diam untuk mendengarkan kelanjutan dari kalimat Nathan.

"Pacar Nathan namanya Ara...," Nathan menjeda kalimatnya, "orangnya cantik, baik, lemah lembut, nggak pernah marah, pokoknya Nathan suka," ucap Nathan diiringi dengan senyuman manis. Ratri masih setia mendengarkan cerita anaknya tersebut.

"Tapi dia cengeng Bun, dia sering nangis. Dia juga jadi bahan ejekan sama bully an anak-anak yang lain Bun!" Ratri terkejut dengan pernyataan putranya ini. Wanita itu tetap diam menunggu kelanjutan kalimat yang akan Nathan ucapkan.

"Anehnya lagi, dia nggak pernah bales perbuatan mereka. Dia cuma bisa diem sama nangis. Kalo udah gitu, Nathan yang sering nolongin dia. Karena keseringan nolongin dia, Nathan jadi cinta deh hehehe...."

"Nathan juga nggak tau kenapa Nathan bisa jatuh cinta sama Ara. Padahal dia beda banget sama yang lainnya. Orangnya nggak pernah ngomong."

"Kalo mau ngomong harus ditulis di kertas biar Nathan ngerti." Nathan memandang wajah cantik ibunya tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. Ratri mulai bingung dengan apa yang dikatakan oleh Nathan.

"Bunda tau kenapa Ara harus nulis di kertas kalo mau ngomong?" Ratri menggeleng perlahan. Nathan kembali menatap lurus ke depan.

"Karena dia nggak bisa ngomong. Dia...," Nathan menjeda kalimatnya.

"...tuna rungu."

Ratri mengatupkan mulutnya, tak terasa setitik air mata jatuh mendengar cerita putranya. Ia tidak menyangka anaknya yang terkenal berandalan ini memilih seorang gadis tuna rungu.

"Bunda kenapa nangis? Pasti Bunda nggak suka ya sama Ara?" tanya Nathan dengan senyuman miris.

Ratri menghapus air matanya, "Nggak kok, Bunda bukannya nggak suka. Bunda cuma nggak nyangka aja kalo kamu yang terkenal berandalan ini suka sama perempuan istimewa. Tapi Bunda malah senang, karena itu tandanya kamu milih wanita yang cantik dari hati. Bukan hanya cantik diluarnya saja. Bunda yakin Ayah pasti bakalan batalin perjodohan ini."

Nathan tersenyum lebar mendengar penuturan ibunya yang mendukung hubungannya dengan Dara. Ia berharap ayahnya yang keras kepala itu juga akan berhenti menjodohkannya.

***

Tok tok tok...

Nathan mengetuk pelan pintu kamar adiknya. Cowok itu membawa nampan berisi nasi beserta lauknya dan segelas air putih.

"Masuk!"

Terdengar suara sahutan dari dalam kamar. Tanpa menunggu lama, Nathan membuka pintu kamar dan berjalan masuk. Hal pertama yang ia lihat adalah seorang gadis bersurai panjang tengah tiduran dengan posisi tengkurap. Sepertinya sedang mengerjakan tugas sekolah.

"Makan dulu ya Tha?!" ucap Nathan sembari meletakkan nampan di atas meja.

"Nanti," jawab Nantha agak ketus.

Nathan menghela nafas panjang, cowok itu mendudukkan dirinya di samping Nantha. Matanya mengamati kegiatan adiknya yang tengah serius mengerjakan soal matematika.

"Nantha marah sama Kakak?" tanya Nathan dengan hati-hati.

"Nggak," jawab Nantha singkat sembari menghapus jawaban yang dianggap salah.

"Tapi kok Kakaknya dicuekin?"

Nantha hanya menggeleng pelan. Sekali lagi Nathan menghela nafas panjang. Wajar saja kalau adiknya ini marah. Pasti gadis itu sudah menunggu berlama-lama karena Nathan berjanji akan menjemputnya.

"Tuh kan, marah?"

"Nggak marah, cuman kesel aja!"

Sama aja, batin Nathan. Cowok itu tengah berpikir keras bagaimana cara agar Nantha mau memaafkannya. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya.

"Maafin Kakak ya," ucap Nathan dengan raut memelasnya. Nantha tetap diam dan tetap melakukan aktivitasnya.

"Maafin ya! Nanti Kakak beliin es krim deh," bujuk Nathan. Seketika Nantha yang mendengar kata es krim menoleh ke arahnya, matanya sedikit berbinar. Giliran denger es krim aja noleh, batin Nathan terkikik geli.

Nantha kembali melengos, "Nantha nggak mau es krim," ucapnya.

"Terus mau apa? Nanti Kakak beliin deh."

Nantha tampak berpikir, "Nantha mau dibeliin boneka beruang warna krem," ucap Nantha dengan semangat.

Nathan tertawa kecil, ia mengacak rambut hitam adiknya, "Iya, nanti Kakak beliin." Cowok itu mengamati adiknya yang merubah posisi tengkurap menjadi duduk, membuat rambut panjang yang sampai melewati punggungnya menyentuh kasur empuk miliknya.

"Janji?" Nantha mengulurkan jari kelingkingnya. Dengan senang hati Nathan menyambutnya.

"Janji."

"Udah nggak marah lagi kan?" tanya Nathan.

"Nggak!" jawab Nantha sambil tersenyum manis.

"Peluk dong!" ucap Nathan sembari merentangkan kedua tangannya. Tanpa ragu-ragu, Nantha menghambur ke pelukan kakaknya.

***

Cukup sekian!!!

Arigatou gozaimasu!!!

Kamis, 26 Desember 2019



NARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang