"Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali."
🍁
Vote sebelum Membaca!.
Pagi yang terbalut luka. Aira dinyatakan meninggal karena kerusakan fatal pada organ jantungnya ia menghembuskan nafas terakhirnya setalah bertahan seminggu lamanya dalam kondisi koma. Berbeda dengan Yumna yang mengalami patah tulang tanpa ada kerusakan yang berarti pada organ pentingnya. Keluaraga besar Aira meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh keluarga besar Yumna termasuk Arfan. Mereka juga menawarkan akan menanggung semua biaya pengobatan Yumna, dan jika anak yang di kandung Yumna lahir dalam keadaan cacat, maka mereka berjanji akan menanggung anak tersebut hingga dewasa. Namun dengan tegas dan hormat Arfan menolak tanpa pikir."Ga akan ada yang boleh menanggung anak dan istri dari keluarga Hisyam!, kecuali saya Ayah dari anak yang di kandung, dan Suami dari istri yang tengah mengandung!." tukas Arfan tegas.
Keluarga Aira hanya bungkam dan menahan malu. Sebenarnya jika bukan Umar yang mengingatkan Arfan tentang dosa dendam mungkin sekarang ia sudah menuntut habis habisan keluarga Aira, tak peduli sekali pun bahwa faktanya yang mencelakai Yumna sudah meninggal. Bagaimana pun islam tidak memperbolehkan umatnya untuk saling menyimpan dendam.
Lain dengan kabar buruk dari kondisi Aira, kabar baik datang dengan membaiknya kondisi Yumna dan janinnya yang berkembang dengan sangat baik. Hanya saja ada beberapa peringatan yang akan di katakan oleh dokter sekarang. Dokter membuka sebuah amplop berwarna cokelat dan mulai menganalisis.
"Dari data yang saya baca Ibu Yumna masih berumur 18 tahun, untuk kondisi rahim sudah bagus, tapi tidak sebaik wanita umur 23+, mungkin akan sering terjadi kram perut bahkan di usia kehamilan yang baru menginjak bulan pertama. Sebenarnya Ibu Yumna sudah sadar dari komanya sejak 3 hari yang lalu, hanya saja kami sengaja membuatnya koma. Agar Ibu Yumna tidak merasa kesakitan, karena luka terparah terletak pada kaki, selama 9 bulan penuh Ibu Yumna dilarang berjalan. Kakinya tidak akan sanggup menompang berat badan si Ibu dan Bayinya. Mungkin masa koma akan berakhir jam 9 Malam ini."Menyesal?, jangan ditanya. Arfan hanya bisa mengangguk paham dan mengucapkan terimakasih kepada dokter. Lalu menghilang di balik pintu bernuansa putih tersebut dan mulai menusuri koridor sepi rumah sakit berjalan menuju wanitanya.
Ia sesekali tampak melirik arloji mewahnya. Sudah pukul 9 tapi masih belum ada tanda-tanda Yumna akan sadar. Dan sial nya lagi seperti nya mata nya malam ini menuntut jatah untuk beristirahat, sekedar info saja. Bahwa Arfan sudah tidak tidur selama 48 jam. Perlahan tapi pasti kepala Arfan semakin merunduk, mata nya memejam tanpa di perintah. Ia tertidur dalam keadaan duduk dan kepalanya tidur di antara tangannya yang di lipat di ranjang Yumna.
Yumna tampak mulai menggerakkan tangannya. Hangat. Itu yang pertama kali Yumna rasakan. Tak salah lagi, Arfan menggenggam erat tangan Yumna tanpa mau sedetik pun melepaskannya, dan itu terus berlaku bahkan saat ia tertidur.
Yumna mengangkat tangannya mengusap dengan penuh sayang rambut Arfan. Yumna mengucap syukur, berterimakasih pada Allah karena memberi kesempatan hidup yang kedua untuknya. Yumna menangis dalam heningnya malam dan tenggelam larut bersama besarnya rasa rindu terhadap Arfan. Yumna menangis. Lirih tapi masih mampu menyapa pendengaran Arfan.
Diam-diam ia terbangun menikmati sentuhan Yumna yang bagaikan candu untuknya. Ia ikut menangis dalam lipatan tangannya, ia memang sangat merindukan tatapan sendu menyejukkan milik sang istri. Tapi Arfan tak mungkin memperlihatkan wajah kusut dan mata sembabnya di hari pertama Yumna membuka matanya.
Tapi ia rasa rencananya gagal. Bahunya semakin bergetar saat Yumna mengucapkan namanya. Dengan spontan Arfan berdiri, hingga kursi yang di dudukinya pun terjungkal kebelakang. Jangan tanya seberapa terkejutnya Yumna saat Arfan tiba-tiba berdiri, menatapnya sebentar, dan menghambur memeluk dirinya yang terbaring lemah.
🍁
Arfan menjelaskan semua hal yang Yumna tanyakan. Jujur saja Yumna merasa Allah teramat sayang padanya dan juga calon bayinya. Meskipun ia tak bisa berjalan lagi.
Sekarang Yumna duduk bersandar pada ranjang pasiennya, melirik kearah jendela. Sedikit mendung. Arfan datang mengelus pucuk kepala wanitanya, ia mengerti sebosan apa fikiran Yumna sekarang.
"Mas katanya di balkon rumah sakit ini ada taman yang baaaaaaagus banget loh." Yumna mengucapkannya dengan mata penuh binar kegembiraan.
Ya, tentu Arfan tau tentang itu. Bagaimana tidak rumah sakit ini saja miliknya. "Iyah terus?." Arfan mengangkat alisnya sebelah, seolah ia tidak peka dengan apa yang Yumna maksud.
Yumna menggembungkan pipi nya kesal. Mengetahui Arfan tengah menggodanya sekarang, Arfan hanya terkekeh dan setelah itu keluar. Yumna bertanya-tanya kemana suami jail nya itu?.
Arfan mendorong sebuah kursi roda masuk kedalam ruang inap VVIP itu.
Arfan mengulurkan tanganya. "Ayo tuan putri kita ketaman." sontak saja Yumna mengembangkan senyumnya. Namun, ia tak menyambut tangan Arfan yang terulur menunggu sambutan hangat nya. Yumna malah merentangkan kedua tanganya terlihat seperti anak kecil. Menggemaskan. Dengan segera Arfan menggendong Yumna dan meletakkan Yumna di kursi roda.
Arfan mulai mendorong kursi beroda itu menusuri sepinya koridor rumah sakit. Setelah menaiki lift mereka tidak langsung sampai. Ternyata pihak rumah sakit tidak menyediakan lift untuk naik ke area balkon bertaman. Hanya ada tangga dengan sekitaran 30 anak tangga, dan tentu saja kursi roda sudah pasti tidak akan bisa lewat. Raut kecewa tercetak jelas di wajah pucat Yumna. Dan tentu saja Arfan dapat melihatnya.
Arfan berjalan kedepan dan berjongkok memblakangi Yumna.
"Mas ngapain?."
Arfan menoleh kebelakang. "Ayo naik,tuan putri ga boleh kecewa." dan tersenyum.
Yumna menggeleng. " Enggak. Yumna pasti berat, kita balik aja ya Mas, lagian gapapa kok."
Arfan menghela nafas pelan. Istri kecilnya ini benar-benar keras kepala. Tanpa persetujuan Yumna ia menggendongnya ala bridal style. Yumna sempat berpikir untuk melawan dan membujuk Arfan lagi agar kembali ke kamar inapnya saja, tapi akan percuma pikirnya. Arfan pasti akan lebih keras kepala dari Yumna.
Yumna hanya bisa pasrah dan mengalungkan tangannya di leher Arfan. Selama menaiki anak tangga tak satu pun dari mereka berniat untuk membuka suara. Sampai Akhirnya Arfan mendorong pintu kaca tersebut.
Pemandangan sejuk nya taman menyapa mata mereka. Sangat indah. Ada banyak bunga. Dan Kupu-kupu berterbangan. Arfan mendudukkan Yumna disalah satu kursi taman berpayung. Namun, Yumna masih enggan melepaskan tangan nya yang melingkar erat di leher Arfan. Tentu saja Arfan mencari kesempatan di sempitnya jarak mereka.
Chupp~
Arfan tersenyum setelah mengecup singkat bibir ranum yang teramat sangat ia rindukan. Yumna merona. Tapi tak cukup untuk melemahkan eratnya tangan yang mengalungi leher Arfan. Yumna malah menghambur kepelukan hangat Arfan dan menangis. Arfan memejamkan matanya sebisa mungkin menahan tangisnya, Arfan berdehem menetralkan nada suaranya agar tak terdengar bergetar.
"Kenapa sih istri Mas yang cantik ini?."
Yumna menggeleng. "Maaf Mas Yumna sekarang nyusahin banget."
"Sstts... Jangan ngomong gitu. Bagus dong berarti Mas bakal sering gendong kamu." dan menyentuh ujung hidung Yumna.
Yumna terharu dan memeluk Arfan tak kalah erat dari sebelumnya. Ia bersyukur imamnya adalah seseorang yang bernama Arfan Hisyam. Lelaki dengan segudang stok kesabaran.
🍁
Ok
Vote 30++ langsung update
Jangan lupa comment 10++
Jangan lupa followUdah itu aja.
🍁
ASSALAMUALAIKUM JANNAH ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Jannah.
Romance⚠Dont copy all of my story⚠ Yumna Anara. Nakal, tebar pesona, tomboy, dan semua sifat buruk lainnya yang tak seharusnya ada pada seorang gadis, namun melekat erat pada si pembuat onar ini. Namun kenakalannya sepertinya harus usai. Kala Dia si murid...