Part 37

40 10 0
                                    

"Sikapku padamu memang berubah,
Tapi perasaanku padamu tak pernah terubah."

Sasha merapikan buku-bukunya. Setelah menghabiskan waktu selama satu jam untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian yang diadakan lusa.

Sasha mengambil ponselnya. Membuka galeri. Mencari gambar untuk pemahaman materinya kembali. Ia mulai menscroll layar ponselnya. Tiba-tiba, jarinya berhenti. Ia menekan salah satu foto yang ada di dalamnya.

Di dalam foto itu, terdapat 2 remaja yang tersenyum menghadap kamera.

"Kamu apa kabar?"
"Aku... Kangen."

Karena tidak mau bernostalgia, Sasha langsung mengeluarkan foto tersebut dan kembali ke tujuan awalnya. Foto pemahaman materi.

"Sha! Makan dulu nih! Kurang baik apa gue udah mau masakin lo!" ucap Talitha—sahabat sekaligus teman kosnya.
"Iya bentar."

Sasha melangkahkan kakinya menuju dapur. Kosnya tidak terlalu besar tetapi cukup untuk dirinya dan Talitha. Ya, Talitha akhirnya memutuskan untuk masuk kedokteran sama seperti dirinya. Jika Meyke dan Fara masuk ke fakultas hukum.

Langkah Sasha terhenti tepat di depan pintu utama. Ia mendengar ada suara ketukan. Awalnya, ia merasa salah mendengar. Namun semakin lama ketukan itu semakin keras. Ia mengabaikan ketukan itu.

Siapa orang yang mau bertamu malam-malam gini?

"Sha buruan sini! Lo ga boleh telat makan!" panggil Talitha.
"Bentar."

Sasha dan Talitha makan bersama dengan lauk yang sederhana.

Tok! Tok! Tok!

"Sha, ada yang ngetuk pintu."
"Lo dengar? Brati gue ngga salah dengar."
"Yaudah gue buka ya?"
"Gue aja, makanan lo belum habis."

Talitha mengangguk. Sasha berjalan ke pintu utama. Membukanya. Ia terkejut melihat orang yang datang bertamu.

"Sha, aku kangen." Orang itu langsung memeluk tubuh Sasha. Tubuh Sasha terhuyung ke belakang karena tidak siap.
"Ng-ngapain disini? Kenapa tau aku disini?" tanya Sasha dengan sisa-sisa keterkejutannya.
"Sia-pa Sha. Ka-Kak A-Arman? Kok Kakak tau kalau kita disini?" tanya Talitha.

Arman tidak menjawab pertanyaan Talitha. Ia mengeratkan pelukannya kepada Sasha. Karena terlalu erat, dada Sasha terasa sesak. Napasnya sulit untuk diteraturkan.

"Lepasin Sasha! Dia ga bisa napas kalau Kakak peluk gitu!" Talitha melepaskan pelukan Arman dengan kasar.

"Aku kangen banget sama kamu. Kenapa nomer kamu ngga bisa dihubungi? Kamu ganti nomor? Tapi kenapa kamu ngga mau kasih tau aku? Kenapa kamu ninggalin aku gitu aja? Dulu waktu di rumah sakit, aku berharap kamu lah orang pertama yang aku lihat setelah bangun dari koma. Tetapi Allah tidak mengizinkan hal itu terjadi. Kenapa kamu pergi? Kenapa kamu biarin Shabrinalah yang menjadi orang pertama itu? Kenapa bukan kamu?" tanya Arman memberondong.

"Maaf." Hanya satu kata itu yang dapat keluar dari mulut Sasha. Air matanya turun tanpa dapat dicegah. Sedangkan Talitha, memilih pergi ke kamarnya karena ia merasa ini bukan urusannya.

"Kenapa kamu ninggalin aku dulu?"

"Aku ngga mau jadi beban buat kamu Man, aku ngga mau. Keluarga kamu udah benci aku. Aku udah celakain kamu sampai kamu koma gitu. Hiks! Hiks! Aku ngga mau nge bebani kamu cuma karena keberadaan aku. Aku udah cukup ngerepotin selama ini. Shabrina suka sama kamu Man. Dia lebih baik daripada aku. Aku harap kamu bahagia sama dia. Dia gadis yang mandiri. Dia pasti bisa buat kamu bahagia bukan kayak aku yang bisanya bikin kamu sedih. Soal nomerku, iya aku ganti nomer. Aku mau kamu ngelupain aku dan membuat lembaran baru sama Shabrina."

"Ngga Sha! Ngga! Aku bahagianya sama kamu bukan Shabrina. Dia jahat! Dia udah bikin kamu pergi."

"Ngga, lagian kita udah ngga ada hubungan apa-apa lagi Kak, tolong hargai keputusanku."

Setelah menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba napas Sasha terasa sesak. Napasnya mulai tidak beraturan dan  langsung jatuh tak sadarkan diri. Arman yang melihat langsung memanggil Talitha dan membawa Sasha ke rumah sakit.

***

"Kenapa Sasha bisa sampai gini sih Kak? Kurang nyakitin Sashanya? Tolong Kak, jangan buat dia unfall lagi. Kalau Kakak dateng cuma buat itu, mendingan Kakak pergi aja deh. Kehadiran Kakak ngga dibutuhkan disini. Sama kehadiran Sasha yang ngga dibutuhkan sama keluarga Kakak."
"Tolong jelasin ke gue Tal, kenapa dia bisa kayak gini."
"Kenapa? Setelah Kakak tau jawabannya mau ninggalin Sasha? Mau nyakitin hatinya lagi? Mau Kakak apa sih! Katanya sayang tapi kok nyakitin mulu?"
"Jujur, gue ga paham sama arah pembicaraan lo."
"Cuih! Katanya pinter tapi mikir kayak gini aja ngga bisa!"
"Tolong jelasin ke gue Tal."
"Tanya aja sendiri sama keluarga Kakak. Terus kalau kakak mau tau jawaban kenapa Sasha kayak gini, Kakak harus temuin tempat persembunyiannya Sasha. Tempat yang menurut Sasha indah untuk berbagi cerita. Disana, Kakak akan menemukan jawaban atas pertanyaan Kakak."

Talitha pergi meninggalkan Arman. Arman bergeming dengan pikirannya sendiri.

Tempat yang nyaman untuk berbagi cerita? Dimana? Ini di Jogja. Gue ga kenal kota ini. Kalau di Jakarta mah, gue hafal diluar kepala.

***

Paginya, Arman mencari tempat yang dibicarakan Talitha. Ia rela datang ke kampus Sasha untuk menanyakan hal tersebut kepada teman terdekat Sasha. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Ia menemukan tempat itu. Ia langsung mengegas mobilnya dan menuju ke tempat tersebut. Tempat itu berada di puncak bukit. Disana terdapat sebuah rumah pohon pada umumnya.

Ternyata kamu masih suka main di rumah pohon.

Arman segera naik ke atas rumah pohon. Dan masuk kedalamnya.

Senyumannya terbit ketika melihat beberapa foto yang menggantung indah di langit-langit rumah. Di setiap foto itu ada beberapa kata yang membentuk kalimat indah.

***

Update nih✨

Jangan lupa like, comment nyaaa
Jangan lupa share ke temen-temen jugaaa

Makasih dah mau mampir :)

Love you all🌻

Berawal Dari Bunga Tidur (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang