Bab 2: Datang dan Terlambat

5K 1.7K 482
                                    

Bisa dibilang, hubungan Ayasa dan Oliver dimulai atas dasar ketidaksengajaan yang, menurut Ayasa, cukup lucu—dalam arti positif untuk dikenang. Pertemuan pertama mereka tidak terlalu baik, tetapi terasa menyenangkan sekaligus menggelikan jika Ayasa ingat-ingat lagi.

Ingatan Ayasa melayang kepada hari itu, di mana seorang cowok tinggi dan langsing tiba-tiba saja mengadang mobil Ayasa. Benar, mengadang dalam artian sebenarnya. Cowok itu tanpa ragu melompat ke tengah jalan, dengan kedua tangan terentang. Ayasa, yang saat itu tengah terburu-buru ingin pergi ke acara launching novel perdana penulis Wattpad favoritnya, @PrinceNirwandana (iya, Ayasa akui username-nya agak alay. Namun, siapa peduli? Karya-karyanya yang terbaik) refleks menginjak rem tanpa ampun.

Astaga! Dasar orang gila! Ayasa merutuk kesal, menurunkan kaca mobil karena cowok sinting di luar sana terus mengetuk-ngetuk kaca mobil di samping kanan Ayasa.

Dalam sekali pandang, Ayasa menyadari bahwa cowok itu terlalu rupawan untuk ukuran orang yang depresi lantas ingin bunuh diri dengan menabrakkan diri ke mobil yang melaju cepat. Relief wajahnya terlihat indah dan menawan, mengingatkan Ayasa kepada Adriel yang juga memiliki fitur wajah serupa. Namun, untuk apa ganteng jika kelakuannya benar-benar di luar akal sehat?

"Sorry banget kalau gue ngagetin." Cowok itu menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada, menunduk dalam. Napasnya sedikit terengah-engah. "Gue enggak tahu kudu minta tolong sama siapa lagi. Semua orang yang lewat sini enggak ada yang mau berhenti. Cuma lo yang bisa bantu gue sekarang."

Agak alay, tetapi sepertinya cowok itu memang sedang berada dalam keadaan yang nano-nano. Ayasa berusaha untuk paham, meski dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan harus membantu dengan cara apa. "Oke." Ayasa pelan-pelan mencari tahu apa yang terjadi dengan cowok itu. "Gue bisa bantu apa?"

"Boleh nebeng? Gue ada acara dalam lima menit dan sialnya ban mobil gue tiba-tiba bocor." Cowok di depan Ayasa menjelaskan seringkas mungkin kejadian yang menimpanya saat ini. "Terus, gue baru sadar handphone sama dompet gue ketinggalan di rumah." Cowok itu meringis, tampak malu-malu ketika mengaku.

Meskipun Ayasa berniat akan membantu, tetapi memberikan tumpangan kepada orang asing sepertinya bukan opsi yang bagus. Bukannya suuzan atau apa, tetapi demi keamanan, Ayasa rasa dia tidak bisa memberikan tumpangan. Hal yang membuat cowok di depannya langsung muram ketika Ayasa mengatakan hal tersebut. Gitu, ya? Cowok itu menggigit bibir bawahnya, tampak putus asa. Haduh! Ayasa langsung merasa tidak enak. Cewek itu berpikir cepat, memanggil si cowok yang berjalan menjauh dengan lunglai setelah mengucap terima kasih karena setidaknya Ayasa sudah mau berhenti.

"Hei!" panggil Ayasa, membuat cowok dengan iris seterang madu itu menoleh. Ayasa mencoba tersenyum, melambaikan ponsel di tangan ke arah cowok tersebut. "Gue pesenin Gocar aja gimana? Semoga membantu. Maaf banget gue enggak bisa kasih tumpangan."

Ayasa pikir, cowok dengan kulit seputih salju itu mungkin akan tersinggung atau menolak bantuan yang Ayasa berikan setelah sebelumnya Ayasa menolak mentah-mentah untuk memberi tumpangan. Namun, reaksi yang Ayasa dapat justru sebaliknya. Cowok itu dengan wajah terharu mengangguk, mengucapkan banyak terima kasih, hal yang membuat Ayasa tertegun sebelum menanyakan tempat tujuan cowok itu dan memesankan Gocar seperti yang dia tawarkan sebelumnya. Dia merasa lebih tidak enak lagi karena ternyata lokasi tujuan mereka sama, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa, hanya memberi tahu cowok itu nomor plat Gocar yang berhasil dia pesan, kemudian melajukan mobil kembali. Dari spion, Ayasa bisa melihat cowok tersebut melambaikan tangan tinggi-tinggi ke arahnya, seolah tahu Ayasa akan melirik dan melihat apa yang dia lakukan.

Ayasa tidak sadar, tepat saat itu, kisah cintanya bersama Oliver telah dimulai.

***

Pukul sembilan lewat lima belas, dan tidak ada tanda-tanda Oliver akan segera datang. Ayasa melirik ponsel yang menampilkan room chat antara dirinya dan Oliver. Pesan terakhir dari Ayasa terkirim pada pukul sembilan kurang sepuluh menit, sekadar memastikan bahwa Oliver ingat hari ini ada janji untuk nonton bareng. Ceklis satu. Ayasa sudah mencoba menelepon lewat WA ataupun lewat jalur biasa. Tidak diangkat. Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang