Bab 24: Debat dan Dapat

1.5K 203 75
                                    

"Progres?"

"Gue masih berusaha buat nego," Cindy menjawab sambil sesekali balas mengangguk kepada beberapa mahasiswa yang menyapa. "Follow request gue baru di-accept tengah malam tadi. Lanjut chat. Yang gue enggak nyangka, ternyata dia juga online pas tengah malam buta. Sejauh ini gue masih disuruh milih servis yang ditawarin."

"Dan, lo udah milih?"

"Belum." Cindy mengangkat wajah. Kelas pertama hari ini ada di ruangan paling ujung lantai tiga. Dengan langkah tegap, cewek itu menaiki satu per satu anak tangga. Beberapa cewek menyapa. Bentuk formalitas. Kendati demikian, Cindy dengan awas mengecilkan volume suara ketika melanjutkan, "Gue masih berusaha ngulur waktu."

"Ingat rencana awal, Cin," Rian menyahut cepat di ujung sana. "Kalau emang jasa bully online itu beneran profesional, dia bakal ngelakuin kerjaannya sesuai yang kita mau. Bahkan meski itu ke Riel sekalipun."

"Dan, kalau dia enggak mau?" Cindy membalas telak, membuat lawan bicaranya terdiam sejenak. "Atau yang lebih parah, dia bakal curiga. Otak kriminal itu selangkah lebih maju dari otak polos kayak kita, Bro." Cewek itu melirik kanan dan kiri, memastikan keadaan sekitar tetap aman.

"Kita enggak bakal tahu sebelum nyoba, 'kan?" Rian menjawab setelah hening memberi jeda di antara percakapan mereka. "Lo kudu percaya sama gue. Sama Riel. Jangan gegabah. Chill."

Langkah Cindy menaiki anak tangga terhenti. Cewek itu mengembuskan napas panjang sebelum mengakhiri panggilan, "I know. Gue ada kelas sepuluh menit lagi. Kita bicara lagi nanti."

Panggilan terputus begitu saja. Menyisakan Cindy yang menatap lamat-lamat ponsel dalam genggaman. Cewek itu berdecak pelan. Benar. Dia harus memercayai Rian. Juga Adriel, yang bersedia menjadi tumbal rencana mereka—jika meminjam istilah nyeleneh Rian. Seperti yang Rian minta, Cindy menjadi langkah awal rencana. Berpura-pura tertarik kepada jasa bully online yang ditawarkan oleh entah siapa pemilik akun dengan username yang untuk menyebutnya saja susah luar biasa.

Rupa-rupanya, bukan hanya username-nya saja yang sulit untuk dilafalkan, prosedur agar bisa menyewa jasa bully online tersebut pun sama rumitnya. Cindy harus membuat akun kloning Facebook. Mengirimkan friend request dan menunggu hingga tiga hari sebelum akhirnya di-accept oleh si pemilik akun jasa bully online. Itu pun setelah melalui 'wawancara' menyebalkan. Ada keperluan apa, tahu akun ini dari mana, dan serentet pertanyaan yang mengingatnya saja Cindy tidak ingin.

Seperti yang Rian katakan, si pemilik akun lantas mengarahkan Cindy untuk mem-follow akun Instagram persis dengan yang ditunjukkan Rian sebelumnya. Lagi-lagi syaratnya harus menggunakan akan kloning. @aromaticrembulan menjadi username pilihan Cindy. Hal yang sempat menjadi bahan tahan tawa oleh Rian sebelum Cindy memelotot dan memperingatkan. Seperti yang sudah diduga. Si pemilik akun benar-benar selektif dan berhati-hati. Tidak sembarang menerima request dari seseorang. Perlu tambahan dua hari sebelum tepat tengah malam tadi follow request-nya diterima.

Cepat, tanggap, dan efektif. Tiga kesan yang Cindy tangkap dari si pemilik akun. Cewek itu berusaha sebisa mungkin mengulur waktu. Menjalankan plan B di luar kesepakatan bersama Adriel dan Rian. Opsi kalau-kalau rencana awal gagal. Hingga sekarang ini, Cindy belum menentukan servis, target bully, dan tetek bengek lain yang diminta. Mungkin akan dia berikan begitu kelas hari ini berakhir. Menjalankan rencana membutuhkan waktu dan pikiran jernih, serta emosi yang terkontrol.

Mungkin karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, tepat setelah menapakkan kaki di anak tangga paling atas, Cindy baru tersadar ketika seseorang—entah sengaja atau bagaimana—menubruknya. Cewek itu limbung. Refleks berpegangan pada dinding. Sia-sia. Tabrakan itu terlalu keras. Membuat keseimbangannya hilang. Cindy menutup mata, bersiap terjatuh sebelum dirasakannya seseorang menahan tubuhnya dengan gesit.

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang