Special Chapter: Into You

1K 181 21
                                    

Ayasa sent a photo.

Kelakuan fans kamu, tuh. Gila!

Sampai enggak ada ruang buat sekadar naruh lengan.

Tanggung jawab pokoknya!

Salah satu sudut bibir Adriel terangkat. Dikliknya foto yang dikirimkan Ayasa. Terlihat snack aneka rupa. Beberapa botol minuman dingin ikut terpampang. Tampak pula sekitar lima-enam lembar sticky notes, entah bertuliskan apa.

Dua kata: penuh sesak. Tidak heran Ayasa mencak-mencak. Makanan beragam jenis itu tidak hanya menjajah meja Adriel, tetapi juga sampai ke meja Ayasa. Bisa dipastikan laci Adriel juga penuh sampai-sampai aneka jajanan itu harus tumpah ruah di meja mereka berdua.

Titip di laci kamu.

Balasan dari Ayasa datang dengan cepat.

Enak aja! Enggak bisa.

Aku enggak mau laciku tercemar.

Adriel memutar bola mata jemu.

Bagi dua. Gimana?

Emoh.

Terserahlah.

Aku taruh di lantai.

Enggak usah protes.

Masih mending enggak kupindahin ke bak sampah.

Kayak kamu punya nyali aja.

Kamu nantangin aku?

Adriel menghela napas. Kalau diladeni, akan begini terus ceritanya.

Aku on the way ke kelas.

Sebuah foto kembali Ayasa kirimkan sebagai balasan. Adriel mengernyit. Terlihat Miss Cat, guru bahasa Inggris mereka, sudah duduk manis di depan kelas. Setelahnya, Ayasa mengirimkan selarik pesan.

You'll be dead meat.

Percakapan selesai. Adriel lantas menyelipkan ponsel ke saku celana. Buru-buru cowok itu mencuci tangan dan keluar dari kamar mandi. Diliriknya keadaan sekitar. Sepi. Sudah sepuluh menit sejak bel tanda jam istirahat berakhir berdentang. Semua siswa sudah berada di kelas masing-masing.

Baru dua langkah, bisa Adriel rasakan satu cengkeraman mendarat di bahu. Sial! Cowok itu mengumpat dalam hati, sudah bisa memprediksi siapa yang mencegatnya.

"Mau ke mana lo?"

Adriel menghela napas, berbalik. Benar saja. Tebakan yang tepat sasaran. Bisa dia lihat enam orang senior menatapnya sinis. Tampak angkuh, seakan siap mengibarkan bendera peperangan. Aura mereka jauh dari kata bersahabat.

"Kita-kita mau ngomongin sesuatu," salah satu dari mereka angkat suara.

Adriel tidak menyahut. Hanya memasang pertahanan lebih kukuh. Bahasa tubuhnya jelas. Silakan saja. Begitu kira-kira. Dengan kedua belah telapak tangan dimasukkan ke saku celana, serta wajah minim ekspresi, Adriel mempersilakan dan siap mendengarkan.

"Bukan di sini." Si jubir yang berdiri tepat di depan Adriel memberi isyarat dagu. "Taman belakang." Setelahnya, satu per satu mereka berbalik dan melangkah, meninggalkan Adriel yang masih berdiri dan menatap punggung mereka berenam.

Adriel mendecak. Tidak ada pilihan lain. Hadapi sajalah. Perlahan, cowok itu mulai berjalan. Mengikuti langkah keenam senior di depannya menuju taman belakang. Area paling sepi dan jauh dari keramaian, terlebih pada jam seperti ini. Sudah pasti tidak akan ada orang yang menguping pembicaraan mereka—

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang