Dengan sorot mata awas, Ayasa memperhatikan gerak-gerik lawan bicaranya. Ayasa jarang sekali berburuk sangka sejak detik pertama. Mengukuhkan benteng pertahanan pada detik berikutnya. Namun, entah mengapa, hatinya seolah memberi peringatan begitu lawan bicara Ayasa datang menghampiri. Tidak ada angin, tidak ada hujan, cewek yang Ayasa kenal dengan nama Camila itu mendatanginya dengan santai. Belum hilang keterkejutan Ayasa, Camila tanpa basa-basi meminta izin untuk duduk bersamanya dengan alasan meja lain sudah penuh. Tanpa menunggu persetujuan dari yang dimintai izin, Camila menarik kursi dengan gerak anggun, lantas memosisikan diri dengan sama memesonanya.
Memang, sih, tidak ada meja kosong yang tersisa. Kantin tengah ramai-ramainya. Jam makan siang selalu menjadi saat-saat siapa cepat, dia dapat. Tempatnya yang nyaman dan asri karena menghadap langsung dengan belakang kampus menjadi tongkrongan favorit mahasiswa. Sayangnya, Ayasa rasa, sudah saatnya pihak kantin mempertimbangkan untuk menambah kursi dan meja, mengingat dari tahun ke tahun kantin tidak pernah kehilangan penggemar yang lapar. Sementara, rasa-rasanya, seiring waktu jumlah mahasiswa terus bertambah drastis.
Ayasa tidak pernah keberatan untuk berbagi meja dengan seseorang, kenal ataupun tidak. Namun, kali ini berbeda. Dia tahu Camila. Hanya sekadar tahu. Belum pernah berkenalan secara langsung. Jangankan itu, bertatap muka saja bisa dihitung dengan jari, mengingat Camila bukan salah satu di antara orang yang akan Ayasa temui kecuali memang ada urusan yang amat sangat darurat. Misalnya, seperti kemarin, ketika dia mengantarkan kue pesanan ke rumah cewek itu. Ayasa pun yakin Camila mengetahui beberapa informasi tentang dirinya. Terutama status Ayasa sebagai sahabat mantan kekasihnya.
Benar, Camila tidak lain dan tidak bukan merupakan satu di antara dua mantan Adriel selama cowok itu berkuliah tiga semester di PINUS.
Karena itu juga Ayasa dengan cepat menghidupkan warning nyaring-nyaring di dalam kepala. Berurusan dengan mantan Adriel selalu memberikan kenangan buruk bagi Ayasa. Kenangan yang bahkan tanpa segan menghantui, baik dalam mimpi maupun kilat ingatan yang tidak menyenangkan. Dicaci, dimaki, dituduh, dan dikucilkan. Hanya dengan Cindy kenangan baik tentang mantan Adriel bisa terjalin. Maka dari itu, sebisa mungkin, Ayasa benar-benar menghindari bibit-bibit masalah yang kemungkinan besar menjauhkan jarak dan mengoyak luka lama.
Terutama Camila. Percaya tidak percaya, cewek yang sekaligus merangkap sebagai kakak tingkat Ayasa itu turut berkontribusi atas apa yang terjadi terhadap Ayasa sekarang ini.
"Kenapa, Dear? Lo sinis banget sama gue. Segitunya amat. Santai. Gue ke sini bukan buat nyari masalah sama lo." Camila angkat suara setelah tak ada satu pun di antara mereka berdua yang berbicara. Cewek itu mengangkat bahu, menyesap teh tawar hangat Ayasa tanpa permisi. "Hambar." Setelahnya, Camila menggeleng-geleng dengan seringai hinggap di wajah.
"Sori kalau bikin salah paham. Muka gue udah dari sananya begitu. Enggak ada maksud buat sinis atau sebagainya," Ayasa menanggapi dengan santai. Dilepasnya sendok dan garpu yang sempat menjadi saksi bisu Ayasa mengepalkan tangan kuat-kuat saking mixed feeling-nya dia sekarang ini. Tenang, Aya. Ayasa memejamkan mata. Tenang pun ada batasnya, hati kecil Ayasa berbisik. Ya, lempar saja dengan dua benda itu kalau dia macam-macam, bagian dalam kepalanya turut mendukung. Kombinasi sempurna untuk mengontrol emosi sehalus mungkin. "By the way, gimana acara ulang tahun keponakan Kakak? Lancar?"
Camila tertawa pelan, mengibaskan tangan ketika mendengar panggilan Ayasa kepadanya. "Panggil Camila aja. Toh, kita sepantaran. Cuma beda dua tingkat. Lagian, sejak kapan lo belajar buat manggil kating pakai embel-embel Kakak?" Cewek itu merapikan rambut panjang sepunggungnya ke belakang telinga. "Acaranya lancar. Thanks for asking." Bibirnya mungkin menyunggingkan senyum, tetapi sorot matanya mengatakan hal lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and Go
RomanceAyasa yang tomboy bersahabat dengan Adriel yang menjadi idola cewek-cewek di kampus. Bosan diteror terus-menerus karena kedekatannya dengan Adriel, Ayasa pun mencoba menjauh. Saat itulah dia bertemu seorang penulis Wattpad yang dia kagumi, kemudian...