Bab 16: Cowok dan Curiga

1.9K 204 85
                                    


Ayasa dengan gamang menyentuh undangan di tangan. Terlihat elegan dan berkelas. Nuansa hitam dan motif emas yang tidak berlebihan. Undangan VIP. Terlihat jelas dari sudut kanan atas undangan tersebut. Birthday party, Camila sempat menjelaskan dengan tawa halus mengiring. Dalam rangka ulang tahun ke-22. Seingat Ayasa, Camila sering dibicarakan karena party-nya yang selalu meriah. Apa saja. Tidak hanya terbatas ulang tahun. Mereka yang diundang terbatas, dan ini pertama kalinya Ayasa diundang ke acara yang diselenggarakan cewek itu.

Entah angin apa yang berembus. Ini sudah kedua kalinya Camila menghampirinya secara langsung. Jujur, insiden kemarin masih menancap kuat dalam kepala, dan Camila adalah satu di antara orang-orang yang Ayasa curigai. Hanya sebatas curiga. Praduga. Tidak bisa dibuktikan kebenarannya karena tidak ada bukti kuat. Namun, jejak kenangan yang tidak mengenakkan tentang Camila sudah cukup membuat Ayasa waspada. Dan, sepertinya, sikap itu bisa dibaca dengan mudah oleh cewek yang duduk di depannya.

"Lo defensif banget, ya, sama gue?" Camila menyunggingkan senyum tipis. Lebih terlihat seperti seringai di mata Ayasa. Sepasang iris dengan softlense ungu terang itu menatap Ayasa lekat-lekat. Begitu intens. Membuat Ayasa sedikit tidak nyaman. Bahkan terintimidasi. "Pikirin aja dulu. Masih ada waktu sampai besok malam." Setelahnya, dengan luwes Camila berdiri seraya meraih tas di atas meja. "Gue tunggu kehadirannya." Cewek itu berlalu, meninggalkan Ayasa yang masih menatap undangan di tangan.

Ayasa tidak yakin. Anggap saja dia mudah sekali berprasangka buruk akhir-akhir ini. Namun, tanpa bisa dicegah, kepala Ayasa langsung membentuk dugaan-dugaan. Atas dasar apa Camila sampai mengundangnya secara langsung? Mereka tidak pernah seakrab itu. Dugaan lain yang sama kuat: menjilat. Yah, cerita lama. Trik puluhan cewek yang sering mendekati dan berusaha mendapati perhatian Adriel. Berbaik-baik kepada Ayasa demi mendapat sudut pandang berbeda di mata cowok itu.

Ayasa tidak perlu kaget. Seharusnya. Namun, Camila berbeda. Cewek itu bahkan pernah mendeklarasikan dengan lantang kepada semua orang bahwa Ayasa itu perusak hubungan orang, serta sederet kalimat tak mengenakkan yang tidak perlu dibahas. Ayasa yakin seratus persen Adriel juga diundang ke birthday party ini. Sedikit banyak, meski tidak sering berinteraksi dengan Camila, Ayasa sadar cewek itu sejenis spesies berkulit badak. Bermuka tembok. Singkatnya, tidak tahu malu dan bodoh amat, asal apa yang dia inginkan tercapai. Ambisius yang jauh dari kesan prestisius, menurut Ayasa.

"What a mess!"

Ayasa mengangkat wajah ketika mendengar suara Cindy yang mendekat ke meja mereka. Tampak kacau dengan noda kopi yang tidak sedikit di baju. "What happened?" Ayasa buru-buru mengeluarkan tisu dari dalam tas, menyodorkannya kepada Cindy yang berterima kasih dan menarik beberapa lembar tisu sekaligus.

"Dunno." Cindy mengusap sisa kopi yang ada di pakaiannya dengan kesal. Cewek itu menggertakkan gigi. Ekspresinya masam. Wajar. Ayasa pun akan seperti itu jika berada di posisi Cindy. Pakaian putih dengan noda kopi yang membandel bukanlah sesuatu yang menyenangkan. "Tuh orang jangan-jangan dendam sama gue." Cindy mengembuskan napas panjang, mengambil posisi duduk di depan Ayasa.

Ayasa meringis kecil. "Abis ini lo ada kelas?"

Untungnya, Cindy menggeleng. "Barusan kelas terakhir gue hari ini." Cewek itu memijat pangkal hidung, masih terlihat dongkol. "Gue enggak ngerti. Udah ada tulisan antre, masih aja rebutan. Dorong-dorong pula. Giliran disemprot, balas ngegas. Masih mending gue lolosin. Enggak tahunya, kopi di tangan dia tumpah ke gue. Bilangnya enggak sengaja. Tapi, mukanya songong banget kayak enggak bersalah gitu. Bodo amat." Setelahnya, rentetan umpatan meluncur berupa gerutuan kecil dari sela bibir Cindy.

Ayasa menggaruk tengkuk dengan ujung telunjuk, tidak tahu harus merespons apa dan bagaimana. Cewek itu menyodorkan lagi tisu di tangan sebelum orang yang ditawari menggeleng. "Itu emang annoying, sih," Ayasa berkomentar pendek setelahnya.

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang