Bab 20: Takut dan Keputusan

1.7K 204 62
                                    


Ayasa memutar kemudi ke arah kanan, berhenti untuk mengantre mengisi bahan bakar. Diliriknya spion sekilas sebelum kembali fokus ke depan. Cewek itu mencengkeram kemudi erat-erat. Napasnya memburu. Detak jantungnya melaju dua kali lipat. Beberapa kali Ayasa menelan ludah, tidak bisa untuk tidak melirik spion. Bayangan sebuah mobil berwarna putih bersih tampak mengintimidasi. Seolah dari balik kemudi, ada sepasang mata yang siap terhadap semua kemungkinan.

Hari ini putih bersih. Kemarin hitam legam yang tampak elegan. Kemarin lusa biru dongker. Kemarin-kemarinnya lagi merah menyala. What the heck! Ayasa tidak bisa menahan diri dan mengumpat dalam hati. Sebenarnya, orang di balik kemudi itu punya berapa kendaraan? Tidak penting. Pikirannya dengan cepat menegur, mengarahkan agar Ayasa berusaha berkonsentrasi. Cewek itu menarik persneling ketika dilihatnya mobil di depan bergerak. Gilirannya. Ayasa membuka jendela, tersenyum ketika petugas menyapa. Senyum yang tidak bertahan lama.

Mari kita lihat. Ayasa menegakkan posisi duduk, bersiap untuk tancap gas selaju mungkin begitu pengisian bahan bakar selesai. Lima menit. Tangki terisi penuh. Ayasa mengucapkan terima kasih seraya menyerahkan sejumlah uang. Cewek itu dengan gesit menarik persneling dan bergerak menjauh. Keluar dari pom bensin. Jika memang dugaannya hanya sebatas geer berlebih, pasti mobil yang sedari tadi membuntutinya itu tidak terlihat untuk beberapa saat. Diliriknya spion. Prasangka baik yang Ayasa berusaha bangun langsung meleset begitu saja. Mobil putih bersih itu tampak mengekor, seperti menjaga agar jarak di antara mereka tidak terlalu jauh, tetapi juga tidak terlalu dekat.

Ayasa menggertakkan gigi. Positif. Dia dibuntuti. Entah siapa yang melakukannya. Jika hanya hari ini, Ayasa masih bisa berbaik sangka. Namun, empat hari berturut-turut terlalu menakjubkan untuk bisa dibilang kebetulan. Awalnya, Ayasa tidak peduli. Mungkin memang kebetulan. Puncaknya hari ini. Begitu Ayasa melajukan mobil keluar dari area kampus, seperti yang sudah diduga, sebuah mobil mengikuti. Berhenti di mana saja Ayasa singgah. Saat membeli boba tea. Berhenti di Starbuck. Atau dengan sengaja berbelok ke Gramedia. Selalu mobil itu yang berada di belakangnya.

Pertanyaannya: siapa?

Kedua tangannya gemetar ketika memutar kemudi memasuki kawasan kompleks. Ayasa tanpa ragu langsung menginjak gas kuat-kuat. Kawasan kompleks selalu sepi pada jam seperti ini. Tepat ketika Ayasa akan berbelok, mobilnya tiba-tiba saja berhenti. Tidak bisa dinyalakan, meski berulang kali Ayasa mencoba. Kombo kaos. Di belakang, mobil putih bersih itu turut berhenti. Bersamaan dengan satu getar halus dari ponsel Ayasa, tanda ada pesan masuk.

Ayasa tidak peduli. Terus berusaha menyalakan mobil. Sia-sia. Hal yang sukses membuat Ayasa berteriak frustrasi. Ditambah getar halus beruntun dari ponsel, sukses membuat Ayasa kalut. Teror itu lagi. Tidak pernah sepenuhnya lenyap.

Getar halus berhenti, berganti getar panjang yang intens. Panggilan. Ayasa acuh. Dua kali. Tiga. Empat. Lima. Enam. Diraihnya ponsel dengan kesal, mematikan benda tersebut. Tarik napas, Aya. Tenang. Rumahnya ada di ujung sana. Cukup jauh jika harus berjalan kaki. Namun, dia tidak punya pilihan lain.

Baru saja Ayasa hendak membuka pintu mobil, dari spion terlihat sosok ber-hoodie putih datang menyambangi. Wajahnya tidak terlihat. Tertutup masker dan topeng wajah yang identik dengan image hacker. Anonymous vendetta. Ayasa benci lekuk topeng tersebut. Satu di antara dua hal yang dia takuti selain laba-laba besar.

Apa-apaan!

Ayasa terbelalak ketika orang gila tersebut mengetuk-ngetuk kaca mobil samping. Pelan, tetapi berulang-ulang. Tidak berbicara. Hanya terus mengetuk, semakin lama semakin kuat. Beralih menjadi menggedor. Ayasa beringsut mundur. Tubuhnya gemetar. Ketakutan. Seperti melihat hantu pada siang bolong. Hantu mungkin menakutkan, tetapi orang jahat yang sinting seperti orang di luar mobilnya lebih membahayakan.

[CAMPUS COUPLE] Ray Hidayata - Goodbye and GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang