Chapter 14.3: Extermination III

32 4 1
                                    

Bersama dengan Santos, Gweihaven tengah berdiri di dekat gerbang selatan, menunggu kehadiran rombongan sang raja yang belum juga kembali kendati hari sudah mendekati tengah malam. Di sekitar mereka, terdapat prajurit-prajurit, para ahli bangunan, dan beberapa penduduk kota Whitefang, yang dengan berani datang dari tempat pengungsian untuk berkunjung ke kediaman mereka.

"Sudah hampir dua belas jam," gumam Santos yang sedang duduk di atas sebuah bangku taman kota, sesekali menatap Gweihaven yang berdiri dengan sikap tegap. "Kenapa kau begitu tenang?"

Gweihaven tidak menjawabnya. Ia hanya menatap ke arah gerbang selatan, dimana terdapat empat orang anak buahnya yang terus berjaga-jaga di ke-empat sisinya.

"Dengan turunnya raja Varam ke medan pertempuran, ditambah dengan siluman kuda itu, dan jenderal Diadum, harusnya pertempuran tidak memakan waktu sampai selama ini." tambah Santos.

"Kamui bukanlah siluman," akhirnya Gweihaven angkat suara. "Ia hanyalah kuda yang sangat tangguh, sang Raja membelinya dari benua utara."

"Haruskah aku mengirim bala bantuan?" Santos meminta pendapat.

"Aku bukanlah seorang ahli siasat," sindir Gweihaven.

Santos mendengus kesal karena tanggapan yang diberikan oleh Gweihaven.

Tak lama kemudian, suara sangkakala datang dari arah gerbang selatan. Mendengar suara itu, Santos langsung berdiri dari tempat duduknya dengan muka gembira.

Rombongan raja akhirnya terlihat datang dari kejauhan. Dengan kuda putihnya yang amat besar, Varam memimpin di barisan depan, bersama dengan Diadum dan Nazarella yang berada di sampingnya. Terlihat pula para pasukan kerajaan, yang berbaris rapi di belakang mereka. Melihat jumlah mereka yang teramat besar, semua orang yang melihat dapat memastikan bahwa mereka telah memenangkan pertempuran di hutan Alder.

Suara sangkakala juga menarik perhatian para warga, mereka yang mendengar suara ini segera datang mendekat untuk menyaksikan rombongan raja yang mulai memasuki wilayah kota Whitefang. "KITA TELAH MENGHABISI MEREKA SEMUA! GHOUL TELAH TIADA!" suara Varam membuat para warga yang berkumpul bertepuk takjub. Banyak diantara mereka yang segera memberanikan diri untuk pergi meninggalkan kota Whitefang setelah para pasukan kerajaan lewat, mereka ingin segera menyampaikan berita ini kepada sanak saudara mereka yang mengungsi di kota terdekat.

Ketika Varam melihat Gweihaven dan Santos, ia pun langsung turun dari kuda dan berjalan mendekat, diikuti oleh Diadum dan Nazarella. Kamui yang ditinggalkan Varam pun dengan mantap melangkah untuk kembali ke Purevalient, memimpin para pasukan yang masih senantiasa berada di belakangnya.

"Gweihaven, Santos, aku punya tugas untuk kalian," itu adalah kalimat pertama yang diucapkan oleh Varam setelah ia tiba di hadapan mereka. "Santos, aku ingin kau untuk mengurangi para pasukan yang berjaga-jaga di kota; sebagai gantinya, alokasikan mereka untuk sekali lagi menyisir tempat-tempat di seluruh wilayah kerajaan." katanya sambil menatap Santos.

"Baik, Paduka Raja," jawab Santos.

"Gweihaven, aku ingin kau dan beberapa orangmu untuk pergi ke puncak gunung Rakjhaya," lanjut Varam memberi perintah kepada Gweihaven.

"Aku akan dengan senang hati melakukannya," jawab Gweihaven. "Namun setelah penyerangan kemarin malam, apakah engkau yakin untuk membiarkanku pergi meninggalkan istana?"

Varam mengangguk. "Ini adalah kesempatan terbaik untuk memastikan bahwa para ghoul itu telah musnah. Pergilah, Diadum akan membantu menjaga Purevalient untuk sementara waktu."

Gweihaven sempat menatap Diadum, yang juga menatapnya balik dan memberi kedipan dengan mata kirinya yang kecil. "Baiklah, kalau begitu aku akan pergi besok pagi." lanjut Gweihaven.

"Baguslah," kata Varam puas. "Kalau begitu, lebih baik kita semua kembali ke istana dan beristirahat. Kalian telah melakukan kerja yang bagus." lanjut Varam sebelum berjalan menuju istana, diikuti dengan Santos dan para jenderal di belakangnya.

---

Ketika Varam dan rombongannya tiba di halaman istana, mereka melihat dari kejauhan, sosok Andini yang berdiri di Teras Kedua dengan gaun putihnya yang anggun, bersama dengan Collin dan Mey yang berada di sampingnya. Ada pun Aubrey, yang berdiri di belakang mereka, menanti kedatangan orang-orang yang mereka kasihi.

Dengan tetesan air mata haru, Andini langsung memeluk suaminya segera setelah dirinya tiba. "Semuanya telah berakhir, sayangku. Semuanya telah aman." kata Varam yang juga memeluknya erat.

Tak ada perkataan yang keluar dari mulut Andini. Namun setiap orang yang melihatnya dapat berkata bahwa dirinya terlihat sangatlah lega.

"Ayo, ayo, kita masuk ke dalam. Jangan sampai kita sakit karena udara dingin." ucap Mey yang menepuk-nepuk punggung Andini.

Andini menatap Mey dan tersenyum. Ia melepaskan pelukannya terhadap Varam dan menggandeng anaknya, Collin. "Ayo, nak, kita istirahat."

Mengikuti saran Mey, keluarga raja menaiki tangga-tangga dan pergi menuju Teras Pertama. Ketika keluarga raja telah pergi menjauh, Aubrey segera memeluk Nazarella. "Kerja bagus, Naz!"

Nazarella memeluknya balik tanpa memberikan tanggapan. Pandangannya tertuju kepada Andini yang masih berjalan bersama dengan keluarganya. Menyadari sikap Nazarella, Diadum angkat bicara. "Hey Naz, kenapa?"

Mendengar pertanyaan Diadum, Nazarella melepaskan pelukan Aubrey untuk menatapnya. "Apa maksudmu?" tanyanya balik.

"Kekasihmu itu sedang memujimu! Kenapa kau malah mengalihkan pandanganmu kepada wanita lain!? Apa yang kau lihat dari sang ratu, HAH?!"

Suara lantang Diadum memancing semua orang yang ada di Teras Kedua untuk menatap Nazarella. "Oh, tidak. Aku... hanya ikut senang atas apa yang terjadi," balas Nazarella. "Mereka pantas mendapatkannya."

Diadum masih saja memberikan pandangan tajam kepada Nazarella sebelum pada akhirnya berseru, "OH!" dengan tawa yang keras, Diadum kembali melanjutkan perkataannya. "Baguslah kalau begitu! Aku kira kau jatuh hati kepada sang Ratu!"

Nazarella memberikan senyuman kepada Diadum sebelum kembali memeluk Aubrey dan menciumnya. "Ayo, kita istirahat."

Aubrey membalasnya dengan anggukan sebelum pergi menaiki tangga-tangga istana bersama dengan kekasihnya itu.

"Jadi, bagaimana pertempurannya?" tanya Santos kepada Diadum, yang masih berdiri tegap di samping Gweihaven.

"Mereka tak berdaya!" sahut Diadum. "Mereka itu benar-benar serangga! Hama! Mereka tak ada tandingannya bagi kami semua!"

"Aku amati, sepertinya tidak ada korban jiwa... apakah mereka tidak melakukan perlawanan?" Santos kembali bertanya.

"Memang tidak ada! Kami semua sempat menghitung ulang jumlah para pasukan sebelum kita kembali." balas Diadum. "Beberapa dari mereka memang sempat memanggil Black Spawn, namun Raja Varam dan kuda gilanya itu benar-benar menghabisi mereka jauh sebelum para ghoul itu dapat berbuat banyak!" lanjutnya sebelum tertawa dengan keras.

Santos menanggapinya dengan mengangguk-angguk.

"Aku tidur!" seru Diadum sebelum menaiki tangga-tangga istana, meninggalkan Gweihaven dan Santos yang masih menatapnya pergi menjauh.

"Jadi, bagaimana menurutmu?" tanya Santos kepada Gweihaven.

"Apa?" Gweihaven bertanya balik.

"Apakah menurutmu para ghoul itu sudah sepenuhnya binasa?"

Gweihaven sempat terdiam sebelum menjawab, "Bisa jadi."

Santos tidak membalasnya. Ia tahu bahwa ada kalimat lanjutan yang akan diberikan oleh Gweihaven. Setelah beberapa saat menanti, akhirnya dugaannya itu terbukti benar. "Meskipun ini semua terdengar terlalu mudah, namun aku benar-benar berharap untuk tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan di gunung Rakjhaya." Gweihaven melanjutkan perkataannya. "Semoga... era para ghoul berhenti sampai disini."

~~~~~

Ancient's Realm: Stallions & SerpentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang