Varam, Rakustra, dan Darren tengah berdiskusi di ruang rapat istana.
"Berapa biayanya?" tanya Varam yang duduk di tengah dengan jubah berwarna hitam yang ia kenakan. Rambutnya mulai memutih, kantong matanya terlihat jelas. Suatu tanda kalau dirinya sama sekali tidak mempunyai waktu untuk tidur ataupun merawat dirinya sebagaimana layaknya Raja.
"Untuk akomodasi membutuhkan setidaknya enam ratus ribu roiar, yang Mulia," jawab Darren setelah selesai menghitung dengan alat tulis dan kertasnya. "Dan jikalau pengobatan itu berhasil, maka dirinya menuntut bayaran sebesar tiga juta roiar."
"Apakah dirinya merupakan orang terbaik?" tanya Varam menatap Rakustra.
"Orang terbaik di benua utara, yang Mulia." jawab Rakustra yakin.
Varam terdiam sejenak sebelum berkata, "Kalau begitu, segera laksanakan. Berapapun biayanya, akan aku bayar."
"Baik, yang Mulia." jawab Rakustra dan Darren secara serentak.
Ketika Varam bangkit berdiri dan beranjak pergi meninggalkan ruang rapat, Darren bergumam, "Jika memiliki uang sebanyak itu, mungkin aku dan anak cucuku tidak perlu lagi bekerja semasa hidup kami."
"Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan jikalau tabib ini juga tidak bisa mengobatinya," kata Rakustra sambil beranjak pergi meninggalkan Darren yang masih sibuk mencatat angka-angka di atas kertasnya.
---
Segeralah Varam pergi menuju kamar Barry. Ketika Varam hendak membuka pintu, keluarlah Collin dari kamar adiknya itu. Melihat ayahnya, Collin segera berkata, "Ayah, Ibu menunggumu di dalam,"
Varam mengangguk sambil menepuk pundak anaknya. "Ya Collin," jawabnya, "Kemana kau akan pergi?" lanjutnya setelah melihat Collin membawa sebuah tas kulit di punggungnya.
"Aku akan pergi ke istana Silvercliff," jawab Collin. "Aku akan kembali esok hari,"
"Hari sudah semakin petang, Collin,"
Collin tersenyum. "Tidak apa-apa, ayah. Dengan mengendarai Joan aku dapat sampai di sana sebelum matahari sepenuhnya tenggelam."
"Kau tidak sendirian bukan?"
"Tentu saja tidak, ayah. Kapten Malcolm akan menemaniku terbang,"
Varam menghembuskan napasnya. "Baiklah, hati-hati, Collin." katanya seraya mencium kepala anaknya.
"Pasti, ayah. Aku akan bawakan buah-buahan untukmu," balas Collin yang kemudian beranjak pergi.
Varam memasuki kamar Barry yang bersebelahan dengan kamar Collin. Di belakang kamar mereka, ada sebuah taman yang ditumbuhi pepohonan hijau yang mengarah ke kamar sang raja dan ratu.
Varam menatap Andini yang mengenakan busana berwarna putih dan terlihat lusuh, ia duduk di atas tempat tidur seraya mengamati Barry yang tengah terbaring. "Aku menemukan satu tabib lagi," katanya sambil berjalan mendekat ke arah ranjang.
Barry menderita sebuah penyakit yang tidak dikenal sejak lahir. Tak satupun suara pernah keluar dari mulut Barry, bahkan tangisan sekalipun. Pandangannya terus menerus kosong. Yang membedakan dirinya dengan sebuah boneka porselen adalah dirinya masih bisa bernapas, makan, dan minum.
Ia kurus kering, bibirnya pun sangat pucat, hampir menyamai warna kulitnya yang putih. Ada sensasi dingin ketika seseorang menyentuhnya, Barry... persis seperti mayat hidup.
Andai ia tidak menderita penyakit ini, mungkin ia pun dapat tumbuh menjadi pangeran yang amat tampan, seperti Collin. Oleh sebab dirinya mewarisi mata cokelat yang indah dari ibunya dan hidung mancung dari ayahnya. Ia terlihat sangat menarik, bahkan dengan kondisi mengenaskan seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ancient's Realm: Stallions & Serpents
Fantasi=-=-=-=-= BUKU PERTAMA DARI SERIAL "ANCIENT'S REALM" =-=-=-=-= Setiap cerita mempunyai dua sisi. Orang-orang melihat kerajaan Varamith sebagai kerajaan terbesar dan terkaya, dipimpin oleh sosok yang murah hati dan dicintai banyak orang. Semuanya ter...