5 Juni 2020
Sebuah bendera kuning terlihat jelas terpajang dipinggir jalan. Beberapa orang telah memenuhi rumah minimalis bernuansa putih ini memberi belasungkawa.
Bi Asih hanya memeluk erat punggungku berniat memberi kekuatan padaku, yang hanya menangis dalam diam. Air mata yang kian mengalir meski tak terdengar isakan apapun.
"Sabar nak, semuanya akan kembali pada Allah, kita sebagai manusia hanya mampu mengikuti takdir yang Allah berikan" kata Bi Asih.
"..."
Hiruk pikuk suara bacaan Al-Qur'an terdengar, hal itu sedikit menenangkan pikiranku. Mungkin sudah saat nya aku mengikhlaskan kepergian mama. Masih banyak cerita yang menungguku didepan sana.
Didepan makam yang sudah penuh dengan bunga mawar merah diatasnya, kupanjatkan doa berharap dapat mengantarkan mama kembali ke sisi Allah. Beberapa sanak keluarga telah pergi yang hanya meninggalkan aku, Bi Asih dan juga paman disini.
"Ayo nak, kita kembali kerumah" ajak Bi Asih.
"Iya Bi"
--oOo--
Sudah seminggu sejak kepergian mama, aku hanya mengurung diri di rumah, sesekali Bi Asih mengunjungi ku walau hanya sekedar membawakan ku makanan.
"Astagfirullah, Rere. Sampai kapan kamu bersedih seperti ini nak, makananmu saja tidak kau sentuh" kata Bi Asih.
"..."
"Ingat nak, berlarut dengan kesedihan itu dibenci Allah, ikhlaskan kepergian mama mu, doakan dia. Insyaallah doa anak Sholehah di ijabah oleh Allah"
Astagfirullah.
"Maafkan Rere Bi"
Aku segera memeluk Bi Asih, entahlah saat ini aku memerlukan pelukan seorang ibu. Sebelum suara bel menghentikan tindakanku.
"Biar aku saja Bi, sekalian jalan-jalan kedepan" kataku yang dibalas dengan anggukan.
"Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
"Rere yaaa..?" Tanya seorang wanita paruh baya, yang aku sendiri tak tau siapa.
"Iyaa, silahkan mas..." Kataku yang terhenti karna tindakannya yang langsung memelukku erat.
"Maaf, saya terlalu senang" katanya sambil melepaskan pelukannya dariku.
"Rianti" suara Bi asih.
Aku hanya menatap binggung kedua wanita itu, terlihat senyum mengembang diantara mereka. Sebelum akhirnya aku meninggalkan mereka duduk diruang tamu untuk pergi mengambil minuman.
"Silahkan diminum Tante dan Om" kataku mempersilahkan.
"Kami turut berduka atas kepergian Mamamu Re" kata om Satria suami Tante Rianti.
"Iyaa, makasih om"
Aku ikut sedih melihat Tante Rianti yang masih menangis dipelukan Bi Asih. Ternyata mereka dulu sahabatan, karna suatu hal Tante Rianti harus pergi mengikut suaminya yang dipindah tugaskan keluar negri"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...