29 Juni 2020
Abrar POV
Dia bukan lah wanita Solehah seperti yang dibicarakan mama, lebih tepatnya dia wanita ajaib yang memiliki kepribadian yang berbeda. Lemah lembut saat bersama mama namun cuek dan juga kasar bila denganku.
Kupandangi wajahnya yang masih tertidur, jilbabnya sedikit miring namun masih memperlihatkan wajah manisnya. Cantik. Tapi sayang jutek.
Kucoba membangunkannya untuk melaksanakan sholat subuh.
"Ren, bangun"
"Hmnnnn"
"Bangun, sudah subuh"
"Apa sih, masih ngantuk"
"Kamu ng sholat?"
"Hmnnnn"
Ternyata siklus bulanannya tiba, pantas saja sikapnya seperti itu. Batinku.
Kuraih leptop yang berada diatas meja, berniat memeriksa beberapa email yang masuk, lagipula masih ada waktu sebelum pukul delapan.
Kegiatanku terhenti begitu mendengar deringan hendpon Renata, kuperhatikan gerak geriknya yang menelusuri sumber suara dengan mata yang masih tertutup. Terlihat mengemaskan.
"Hmnnnn" kata Renata sambil menyandarkan bahunya didinding tempat tidur dan masih dengan mata yang tertutup.
"Ya Allah terima kasih atas berkah pagi yang kau berikan hari ini. Lancarkan lah segala aktifitas ku pagi ini, aamiin" kata Renata dengan suara khas baru bangun tidur, sebelum akhirnya membuka matanya.
"Kamu ngapain disini?" Kata Renata begitu melihatku. Kurasa tidur panjangnya membuatnya sedikit amnesia.
--oOo--
Renata POV
Aku kembali mengutuk diriku yang melakukan tingkah konyol pagi ini, masih kutundukkan kepalaku diatas meja kerjaku. Memikirkan semuanya membuatku malu.
"Selamat pagi Renata sayang" kata Winda yang baru saja datang.
"Assalamualaikum" balasku padanya. Dan berniat menyembunyikan wajah malu ku kembali.
"Tunggu..., Cincin.." kata Winda yang sengaja menggantungkan pertanyaanya. Dan segera ku sembunyikan jariku dibawah meja.
"..."
"Itu cincin pernikahan kan?" Tanya Winda pelan yang kubalas hanya dengan anggukan.
Kulihat raut wajah Winda berubah, sepertinya dia marah mendengar kabar ini, ia langsung menuju ke meja kerjanya, tanpa menghiraukan panggilanku. Mungkin karna semua ini tiba-tiba terjadi dan aku tidak memberitahu apapun padanya.
Beberapa kali deringan hendpon membuatku jengah, "Tuan Menyebalkan" begitulah nama yang terpajang dibenda pipih itu.
"Assalamualaikum" jawabku pada seseorang disebrang sana.
"Kau dimana, aku sudah diparkiran dari tadi"
"Hah?"
"Hari ini kita pergi mengunjungi mamamu"
"Sudah kubilang aku bisa pergi sendiri, lagian sebentar lagi jam isterahat selesai"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...