Renata POV
Aku baru saja tiba di bandara. Aku dan Abrar baru saja menikmati liburan di Paris. Liburan yang sempat tertunda. Kabar persalinan Rania membuatku buru-buru kembali ke tanah air.
Kupandangi bayi mungil itu yang terlihat sangat menggemaskan. Matanya mirip Aldo dan yang lain semuanya mirip Rania.
"Welcome baby boy" kataku mengelus pipi tembemnya.
"Siapa yang azanin??" Bisikku pada Rania yang masih terbaring.
"Kak Aldo" jawab Rania membuatku ikut tersenyum.
Kurasa tak ada lagi alasan Aldo untuk meninggalkan tanggung jawabnya, segala perhatian hanya untuk Rania. Bahkan Aldo ikut menemani Rania diruang persalinan. Bibi dan paman sudah mengetahui Aldo lah sang ayah dari bayi Rania. Meski awalnya mereka marah namun demi kebahagian Rania akhirnya mereka menerima Aldo.
"Menikahlah denganku" kata Aldo diruang pasien ini, sambil mengulurkan sebuah cincin pada Rania.
Semua mata tertuju pada mereka berdua. Rania tak mampu berkata apapun ia hanya bisa menangis terharu menyaksikan kelakuan Aldo didepan semua orang. Bahkan bayinya yang baru lahir ikut menyaksikan hal bahagia ini.
Aldo langsung memeluk Rania begitu melihat sebuah anggukan dari Rania. Kini sebuah cincin tersemat indah di jari manis Rania.
Tak ada tepukan tangan, semua yang menyaksikan kejadian ini ikut terharu dan bahagia.
"Aku mencintaimu" bisik Abrar padaku. Selalu saja seperti itu.
"Jadi siapa nama bayinya??" Kata ku menetralkan suasana tanpa menghiraukan perkataan Abrar.
"Fikri Ali Syakieb" jawab Aldo menyeka air matanya.
"Bagus.., ganteng namanya.., sama kayak orangnya" kataku sambil mengajak baby Fikri berbicara.
"Sayang, aku juga mau" bisik Abrar. Kali ini aku menatapnya dengan tajam. Sedari tadi dia sudah menggodaku. Menyebalkan.
Sudah hampir dua Minggu Rania kembali kerumah ini, tepatnya rumahku yang dulu yang sekarang ditempati bibi dan paman.
Tempat yang akan menjadi saksi ijab Qabul antara Aldo dan Rania. Tempat yang juga menjadi saksi pertemuanku dengan Abrar.
Segala persiapan pernikahan hampir selesai, tak banyak yang diundang karna memang hanya untuk keluarga. Besok adalah hari bahagia itu sekaligus acara aqiqah untuk baby Fikri yang sekarang berada dalam gendonganku.
"Cup..cup.., sayang...sayang..., Bentar yaaa, papa Abrar lagi ambil susu buat nak Fikri"
Saat ini aku hanya bisa merawat Fikri untuk sementara karna ibunya sedang sibuk. Dan kuyakin dia pasti lelah.
"Ini susunya"
"Makasih papa" kataku menyodorkan dot kemulut baby Fikri.
"Sayang.., kayaknya seru deh, kalau Fikri punya Adek tapi dari kamu"
"..."
"Iya kan???"
"Iyaaa"
"Jadi.....,"
"Mending kamu keluar deh, bantuin orang-orang diluar"
"..."
Aku sudah cukup pusing mendengar tangisan Fikri, Abrar malah menambahnya dengan perkataannya barusan.
Meski pernikahanku dan Abrar sudah setahun lebih, tapi aku juga merindukan tangisan bayi kecil dirumahku. Dan aku masih sabar menantikan rezki Allah yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...