3 Agustus 2020
Abrar POV
Aku masih terduduk melihat kepergian Renata, terkadang aku tak bisa mengerti dirinya. Kurasa aku setuju dengan pernyataan wanita memang susah ditebak.
Aku mengajaknya makan siang, karna memang aku menginginkannya. Namun ternyata ia malah marah dan aku tak tau penyebabnya. Apa karna masalah bahwa aku tidak memberinya kabar? Kurasa itu bukan masalah yang besar.
Kupandangi makanan didepanku, memikirkan kejadian tadi membuatku tak nafsu makan.
"Assalamualaikum" kata kak Tio yang baru saja masuk keruangan ku.
"Aku sudah dari tadi mengetuk pintu, tak ada jawaban makanya aku langsung masuk" kata kak Tio, yang memang mengetahui kalau aku membenci siapapun yang masuk keruangan ku tanpa seijin ku termasuk kak Tio meski dia atasanku.
"Ada apa Brar, berantem sama renata?" Tanya kak Tio.
"Aku cuman ingin mengajaknya makan siang, tapi dia malah marah padaku kak"
"Memangnya apa yang terjadi, hanya orang gila yang marah tanpa sebab"
"Semalaman aku diluar, dan tidak menjawab pesan darinya, lalu aku mengajaknya makan siang, tapi dia langsung marah"
"Untung istrimu bukan Salma, masih mending Renata hanya marah padamu, kalau aku mungkin sudah disuruh tidur diruang tamu" kata Tio mengingat tingkah istrinya bila sedang marah.
"Sampai segitunya kak?"
"Kurasa Renata memang pantas marah, tidak menjawab pesannya berarti kau tidak menghormatinya sebagai seorang istri"
"Tidak mungkin Renata berfikir seperti itu"
"Tadi aku ketemu Renata diluar, kurasa matanya terlihat sedang menahan tangis"
"..."
"Sudahlah, aku kesini hanya mampir sebentar sekalian mengingatkan besok kau dan Renata harus datang keacara tujuh bulanan calon anakku"
Kepalaku begitu pusing memikirkan wanita ajaib itu. Menangis. Apa separah itu karna aku tidak memberinya kabar?.
Sebaiknya kuajak saja dia pulang bersama hari ini, sekalian meminta maaf padanya.
Jam menunjukkan waktunya pulang kantor, saat ingin menghubungi Renata, tiba-tiba ada pesan darinya.
"Aku kerumah bibi, mungkin akan menginap disana"
Ternyata dia benar-benar marah.
Segera kuraih kunci mobilku, kurasa aku harus menemuinya. Namun sebelumnya aku harus kerumah sakit untuk melihat keadaan Rania.
Kulihat Rania terduduk dikursi roda sambil memandangi jendela dengan pemandangan senja disore hari.
"Hai" sapa ku pada Rania, yang hanya dibalas dengan senyuman.
"Kata dokter aku sudah bisa pulang besok" kata Rania.
"Syukurlah, kau sudah makan?"
"Iyaaa"
"Abrar aku tidak ingin tinggal di apartemen itu lagi"
"Aku sudah mengurusnya, Dion akan mengantarmu besok kerumah yang sudah kusediakan"
"Kenapa bukan kau saja?"
"Kak Tio mengadakan acara tujuh bulanan, tidak mungkin aku tidak hadir disana"
"Kau pergi bersama Renata?"
"Iyaaa"
"..."
"Hei, Bi Sutami akan menjagamu dengan baik, aku akan mengunjungimu begitu acaranya sudah selesai"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...