5 Oktober 2020
Renata POV
Aku dan Abrar mengunjungi Rania di rumah sakit. Saking senangnya, Rania langsung memeluk Abrar di depanku.
"Maaf Rania" kata Abrar melepaskan pelukannya.
Dengan penuh isakan Rania menceritakan semuanya. Seseorang yang ia panggil sebagai kak Aldo adalah ayah dari bayinya. Rasa trauma atas apa yang dilaluinya membuat Rania ketakutan tiap kali melihat sosok Aldo.
Kudengar Aldo sering mengunjungi Rania, namun tak pernah diizinkan masuk oleh bi Tami.
Rania sudah di bolehkan pulang oleh dokter, keadaanya yang begitu lemah membuatnya sering pingsan akibat setres.
"Tinggallah disini Abrar, aku takut kak Aldo akan balik lagi" kata Rania.
"Maaf Rania, aku tidak bisa seperti dulu lagi. Aku sudah memiliki keluargaku sendiri, ada tanggung jawab yang harus ku jalankan"
"Keluarga?. Untuk apa mempertahankan keluarga yang suatu saat akan hancur" kata Rania sinis.
"Cukup Rania. Aku sudah cukup bersabar untuk hari ini. Kalau bukan Rere yang memaksa mungkin aku tidak akan pernah kesini"
"Kenapa kau seperti ini. Apa aku tidak berarti lagi?. Kau membentak ku hanya karna perempuan itu"
"Dia istriku, bukan wanita sembarangan yang bisa kau remehkan seperti itu"
"..."
"Mulai sekarang, berhentilah untuk menghubungiku. Aku punya kehidupanku sendiri" kata Abrar yang menarik tanganku pergi menjauh dari Rania.
Aku sedikit terkejut dengan perkataan Abrar yang membelaku, dilain sisi aku sedikit khawatir dengan kondisi Rania. Terlebih dia sedang hamil sekarang.
"Rere, kau bilang akan mengembalikan Abrar padaku. Apa ini yang kau sebut mengembalikan?" Kata Rania yang menghentikan langkahku.
"..."
"Hiks..., Hiks.., kalian semua pembohong..., Hiks..., Pada akhirnya hanya aku disini sendirian"
"Rania. Maafkan aku" kataku mencoba menenangkan isakan Rania.
"Tolong kembalikan Abrar padaku, aku tidak memiliki siapapun lagi selain dia"
Aku melirik Abrar yang hanya mengacak rambutnya frustasi. Sedikit kutepuk pundak Rania dan memeluknya, rasanya kehadirku adalah sebuah kesalahan.
Keputusanku sudah bulat, aku akan mengajak Rania tinggal bersamaku. Mungkin ini bisa menjadi tebusanku padanya.
"Rere, sudah cukup kau membuatku sedikit gila. Mengajak Rania tinggal dirumah kita? Apa kau ingin melihat rumah itu hancur?" Kata Abrar begitu mendengar permintaanku.
"Cobalah mengerti Abrar, Rania sedang hamil kondisinya begitu lemah, setidaknya pikirkan bayinya" jelasku pada Abrar.
"..."
"Maaf karna aku mungkin tidak bisa mengembalikan Abrar padamu, tapi kau bisa tinggal bersama kami, setidaknya hingga bayinya lahir" kataku pada Rania.
"Apa kau serius?"
"Iyaa"
Kulihat Abrar yang memang tak menyetujui keputusanku. Beberapa kali ia hanya terlihat memijat kepalanya.
Semenjak dari rumah Rania, untuk mengambil beberapa keperluanya. Abrar hanya terdiam tak menghiraukan siapapun termasuk Aku dan Rania yang sudah ada dirumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...