17 Agustus 2020
Renata POV
Kupejamkan mataku yang tak kunjung terlelap, mengingat perkataan Abrar membuatku bingung. Bahkan tindakannya yang tiba-tiba merobek surat perjanjian itu membuatku tak bisa berkata hingga hanya air mata yang bisa lolos diwajahku. Dia tidak menginginkan perceraian ini, tapi tak bisa juga melepaskan Rania.
Aku bukan istri penyabar yang ikhlas melihat suaminya lebih memperhatikan wanita lain. Biarkan saja aku egois.
Kurasakan pandangan Abrar dibalik punggungku, saat ku balikkan tubuhku benar saja pandangan kami bertemu.
"Beri aku waktu sebulan, jika memang kedepan tidak ada yang berubah, maka kau bebas melakukan apapun" kata Abrar dengan lembutnya.
"..."
"Rere, Kumohon beri aku waktu untuk memastikan perasaanku"
"..."
"Selama sebulan ini aku akan menjalankan peranku layaknya seorang suami, aku akan mencoba melupakan Rania, tanpa izin mu aku tidak akan menemuinya"
"Abrar, aku tidak pernah melarang mu untuk bertemu dengan siapapun termasuk Rania, aku hanya ingin kau menghormatiku sebagai seorang istri. Memberiku kabar jika memang kau tidak bisa pulang kerumah. Mungkin ini terdengar kekanakan tapi aku mengkhawatirkan mu" jelasku yang tak bisa lagi menahan perasaanku.
"Maafkan aku" kata Abrar yang sontak membuatku kaget dengan perlakuannya yang tiba-tiba membawaku kedalam pelukannya.
Resah sekaligus bahagia, aku seperti anak ABG yang merasakan indahnya jatuh cinta. Mungkin kata orang bucin. Tubuhku terasa panas dalam dekapannya, tapi aku menyukai perlakuan ini. Perlahan kupejamkan mataku berharap ini bukanlah mimpi.
"Rere"
Samar-samar kudengar suara Abrar yang membangunkanku, tepat pukul dua pagi. Ternyata dia sudah siap dengan stelan baju kokohnya.
"Bangun sayang, kita sholat tahajud dulu"
Ahhhhhh, kurasa jiwaku melayang. Kutatap wajah Abrar yang tersenyum padaku. Aku masih setia dengan posisiku yg terbaring. Mimpiku terlalu indah untuk aku terbangun.
"Sayang, ayooo"
"Ah...iyaaa"
Tak pernah kubayangkan kebahagian kecil ini kudapatkan dari Abrar suamiku, bayang-bayang perceraian yang terlihat jelas diatas sebuah kertas membuatku terlalu takut hingga kulupakan ternyata ada Allah yang mampu membolakkan hati seseorang. Tak ada keraguan padaNya.
Ku ucapkan salam ku padanya sang pemilik hati. Ku munajatkan doa di sepertiga malam dalam penuh keheningan. Hanya rasa syukur yang terucap berharap keindahan ini dapat terjaga.
Ku aamiin kan setiap doa yang diucapkan Abrar, sebelum membalik tubuhnya menghadap padaku.
Sebuah Al-Qur'an sudah tersimpan rapi didekatku, Abrar sudah menyiapkan semuanya sedari tadi. Aku tak perlu lagi berdiri untuk mengambilnya.
"Kita baca sama-sama"
Ya Allah ini terlalu indah untukku.
"Bismillahirrahmanirrahim" ucapku memulai bacaan surah ar-rahman.
Walau hanya perlakuan sederhana namun nyatanya mampu membuat ku terhipnotis, sungguh aku mencintainya karna Allah.
"Bacaanmu sangat bagus, pertahankan" kata Abrar lembut.
"Terima kasih"
Ini terlalu canggung untuk manusia seusiaku.
Aku tersenyum mengingat semua kejadian indah malam tadi, rasanya masih seperti mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...