8 Juni 2020
Renata POV
Aku terbangun tepat pukul dua pagi, bahkan alarm ku belum berbunyi, mimpi buruk yang baru saja kualami membuatku tak bisa tidur kembali, segera kuambil air wudhu lalu melanjutkan aktifitas ku mengadu pada Allah.
Begitu jelas mimpi itu, seorang pemuda dengan wajah yang penuh dengan kemarahan menghancurkan rumahku. Matanya yang merah tak bisa kukendalikan. Semoga saja ini bukan pertanda buruk.
Kurasakan hatiku sedikit tenang setelah pengaduanku disepertiga malam. Kuraih Al-Qur'an diatas meja dekat tempat tidurku, kubaca surah ar-rahman dilanjutkan surah al-waqiah. Surah yang begitu mama sukai.
Pagi ini memang tak ada kegiatan, tepatnya hari ini adalah weekend. Akupun membantu bibi membereskan rumah, termasuk mencabut rumput yang menurut ku sudah sangat mengganggu, rumah ini sudah tak terawat dengan baik semenjak kepergian mama, ditambah dengan aku yang selalu sibuk bekerja. Hanya Bi Asih yang sesekali datang dan membereskan rumahku.
Deringan telfon menghentikan pergerakan ku, segera kucuci tanganku sebelum mengangkat telfon itu yang ternyata Tante Rianti yang menelfon.
"Assalamualaikum Tante"
"Wa'alaikumsalam, kamu sibuk ng nak?"
"Alhamdulillah biasa aja, ada apa Tante"
"Begini Ren, Tante mau mengundang kamu sama Bibi dan paman mu untuk acara makan malam dirumah Tante, bagaimana, kamu bisakan???" Tanya Tante Rianti.
"Insyaallah Tante, nanti aku sampaikan pesan Tante ke bibi dan juga paman"
"Terimakasih yaaa, assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Dan disinilah aku sekarang, didepan rumah megah bercat putih abu. Aku sedikit termenung begitu berbedanya aku dengan keluarga ini.
"Masyaallah, kalian sudah datang, ayoo masuk, anggap saja rumah sendiri" kata Tante Rianti, begitu melihat kami di teras.
"Rumah kamu besar yaa Ri" kata Bibi yang tak kalah terkejutnya.
"Alhamdulillah" balas Tante Rianti.
Setelah makan malam selesai, sedikit rasa aneh yang kurasakan, sosok Abrar yang katanya akan menjadi suami ku itu, tak pernah kulihat semenjak kedatanganku dirumah ini.
"Sebentar lagi Abrar pulang Re" kata Tante Rianti seolah tau isi kepalaku.
Malu. Mungkin saat ini wajah ku sudah terlihat merah ditambah dengan tawa mereka semua.
"Assalamualaikum" suara seorang pemuda yang berhasil mengalihkan pandanganku.
"Wa'alaikumsalam" jawab kami serempak.
"Loh..." Kataku begitu melihat dia yang ternyata pemuda yang pertama kali kutemui saat aku salah memasuki lift. Sepertinya ia juga sedikit terkejut dengan kehadiranku disini.
"Kalian sudah saling kenal" kata Tante Rianti semangat.
"Ng kok" kataku dan Abrar bersamaan.
"Cieyyy, kalau jodoh emang kompak" kata Aliya menggoda.
--oOo--
Terlihat Abrar memasuki kamarnya dengan menutup pintu begitu keras, sudah cukup ia bersandiwara diruang keluarganya tadi, senyum palsu yang ia perlihatkan hanya demi seorang wanita paruh baya yang tidak ingin ia kecewakan.
"Abrar, buka pintunya nak" teriak Tante Rianti depan kamar Abrar.
"Masuk ma, pintunya ng dikunci" balas Abrar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepasang Sajadah (END)
SpiritualBukan karna aku telah durhaka padanya, Sebuah janji telah menjadikanku budak pembangkang. Kesendirian bukanlah hal yang kuinginkan, namun takdir memberiku pilihan untuk sebuah keegoisan. Mungkinkah ini salah, atau sedari awal memang sudah salah...