Gadis Semi-Pengangguran

52.8K 2.4K 73
                                    

Happy Reading
~
~
~

Mataku rasanya berat sekali tuk dibuka sementara alarm dari ponsel ku yang murahan ini benar-benar mengganggu. Sungguh. Kepala ku berat sekaligus pening. Efek marathon drama nih. Aku langsung mematikan alarm begitu gawai ku bisa ku raih.

Ini nih duka nonton drama yang udah complete. Addicted banget. Penasaran gilaaak! Jadi daripada nggak bisa tidur karena kepikiran terus mending nonton sampe tuntas kan?

Ibarat lagi beol yang dikeluarin cuma setengah ya mana puas?

Duh, analogi ku jorok banget.

"Fi! Bangun!!!"

Aku menenggelamkan wajah ke atas bantal.

"Heh! Astaga, kok malah tidur lagi."

Masa bodoh lah mama mau teriak sampe kedengaran ke rumah tetangga terus jadi bahan ghibah, BODO AMAT!!!

"Fi, udah subuh."

"Ngantuk, Ma..."

"Mama nggak mau tahu, dari dulu kita sudah sepakat per-shift."

Ada nggak sih nyokap yang mirip emak ku? Serius deh, aku tuh sebenarnya nggak keberatan bantuin beliau di dapur cuma katanya dari pada berdua di dapur dan kerjaannya kita malah sering debat soal resep—well, aku keras kepala pengin nyoba kombinasi bumbu lain tapi mama tuh kaku banget, maunya yang pasti-pasti aja. Capeeek dehh!!—pernah dengar bahwa sulit menyatukan dua kepala wanita dalam satu rumah? Aku lupa pernah mendengarnya di mana, mungkin inilah penyebab aku dan mama sering berdebat. Kemudian akhirnya diputuskan mending aku dan mama masaknya sendiri-sendiri. Per shift aku masak pagi mama masaknya sore.

Kenapa aku masaknya pagi?

Alhamdulillah aku dibesarkan oleh seorang ibu guru yang riweuh banget tiap pagi, tugasku meringankan bebannya biar beliau santai-santai saja saat Pagi bertandang. Jadi mama ku ini seorang PNS membawa anak-anak didiknya menuju jalan kesuksesan sementara anak bungsu nya masih berjuang mengadu nasib walau aku sendiri mulai skeptis sebab umur yang tak lagi fresh. Perusahaan mana juga yang mau nge-hire kalau performa ku mulai menipis, ye kan? Tapi selama umur belum kepala tiga aku berharap bisa bekerja dan menggunakan pakaian formal ala-ala wanita karir yang kerja di tower berlantai puluhan.

Ah, mustahil. Pengalaman nihil.

Ya Allah, dengarkan rintihan hatiku diantara para pencari kerja yang makin sengit nan gesit, aamiin.

Sementara papa sudah lama pensiun. Bukan berarti papa pun seorang PNS. Beliau hanya seorang mandor, karena beban kerja dan faktor umur papa mulai sakit-sakit an. Aku pun makin tak tega. Mama lah yang jadi tumpuan ekonomi sewaktu aku kuliah dulu. Rasanya mau nangis tiap kali ingat moment itu. Gaji PNS golongan III mana cukup untuk berempat di kota metropolitan seperti ini?

Hanya saja mama tuh the strong women ala-ala Do Bong Soon. Power mama ku malah keliatan lebih melejit saat itu, beliau menghemat namun tidak membuat Aku dan Angga menderita. Aku nggak tahu mama pake jurus apa.

Yang pasti aku mulai sadar diri bahwa sewaktu-waktu aku bisa ditinggalkan dan aku harus menopang hidup sendiri. Jadi, sedini mungkin aku mulai mempersiapkan diri minimal punya uang saku sendiri dan nggak minta duit lagi sama mama dan papa. Meski aku tidak punya kerjaan tetap, yang penting kan sekarang zaman digital. Semua bisa kali modal pake ponsel doang. Meski gawai murahan sekalipun.

Manfaatkan sebelum engkau dimanfaatkan. Jangan sampai terlena main sosmed terus lupa kenyataan. Fyiiuuhhh... Teori ku keren, kan? Seenggaknya diantara kekurangan aku punya kelebihan. Enggak nyusahin orangtua. Titik.

Probabilitas Berjodoh {Completed ✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang