My Fault

15.4K 1.8K 34
                                    

Happy Reading
~
~
~

Dino tak pulang bersama kami, mendadak ada sedikit masalah dengan pekerjaannya makanya dia kembali lebih awal. Jadi aku hanya berdua diantar pulang oleh pak Randy, padahal aku bisa sebenarnya naik angkutan umum. Aku sebelumnya sudah singgah sebentar di warung bebek ungkep andalan abangku Angga. Karena dia sakit sebagai adik aku mesti perhatian sedikit padanya.

"Di sini aja," kataku pada pak Randy.

"Gue gak nyetor muka dulu nih, sama nyokap Lo?"

"Ngapain?" Aku menatapnya heran.

"Biar beliau tahu gue udah nganter anak gadisnya pulang dengan selamat."

"Enggak perlu, pak. Biar mama gue tahu kalau bos anaknya udah nganter anak gadisnya dari bibir gue aja."

"Kenapa lo baru bilang sekarang, sih? Tahu gitu Lo naik grab aja tadi."

Jxnjshdbcjdhzh

Inhale exhale.

"Gue kan tadi udah bilang, mau naik grab aja. Elu nya ngotot. Malah kesannya aneh tau, bos nganter pulang anak buahnya."

"Nge-gas amat."

"Masa bodo. Hati-hati pak, waspada banjir."

"Gue bukan bapak Lo."

Begitu aku keluar dari mobil pak Randy, mama justru muncul dari arah warung Mpok Imah, ku tebak dari keranjang belanja yang sering beliau bawa. Hmm ... Panjang nih urusan.

"Fia!" Panggil mama. "Itu bos kamu?"

Mama menunjuk mobil, pintu kemudi terbuka. Pak Randy tersenyum sambil mengangguk kan kepala sopan.

Dia menghampiri mama sambil menyalim tangan beliau.

"Nak Randy, terima kasih sudah antar Fiana pulang."

"Iya, Bu. Sama-sama."

"Udah sore, langsung balik?"

"Iya Bu."

"Ibu baru abis belanja, makan malam di rumah dulu yuk! Belum pernah mampir, kan?"

Tuh, kan? Aku bilang apa. Panjang urusan. Kebiasaan mama tuh, begitu. Sania jadi deket banget sama keluargaku karena kebiasaan mama yang suka ngajak temen-temen ku makan di rumah, padahal belum tentu masakan rumahan kami cocok dengan lidah temen-temen ku.

"Mah, pak Randy sibuk."

"Oh ya?"

Mama malah natap pak Randy nuntut penjelasan. Ya salam. Kasihan doi.

Sambil menggaruk belakang kepalanya, pak Randy memasang sumir di wajahnya dan menatapku dengan tajam seakan menyalahkan karena aku berbohong.

"Sibuk bu, tapi boleh singgah sebentar di rumah Fiana."

"Oh bagus, ibu kalau masaknya cepet. Mari-mari, kita ke rumah."

Kami masuk melewati jalanan yang sempit, pak Randy mengamati jalanan setapak dan rumah-rumah yang dia lewati. Pak Randy memang sebelumnya pernah menjemputku tapi hanya sampai di gang depan gak sampai masuk, mobilnya gak akan muat.
Masuk ke pekarangan rumah, ku lihat papa dan Abang duduk di teras sambil menikmati kopi panas dan pisang goreng.

Probabilitas Berjodoh {Completed ✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang