No Baper Baper!

17.5K 2K 29
                                    

Happy Reading
~
~
~

Aku bersama Sania kini sedang di PI setelah berkutat dengan padatnya MRT tadi. Wajar sih jam pulang kerja.

"Gimana kerjaan lo tadi?"

"Lumayan," serius deh aku masih tidak tahu harus menilainya bagaimana.

Pasta yang telah disendokkan oleh Sania tergantung, menatapku cengo.

"Kok lumayan?"

"Hah?" Aku malah heran.

"Lo kerja di Griya Tawang masa lumayan doang? Tempat yang luas, bertingkat, dan lo jadi sekretaris bos muda, ganteng, smart, baik hati dan murah senyum."

"B aja ah," tukas ku pada penilaiannya yang terkesan berlebihan.

Sania tak terkesan ia menatapku datar, "lo kenapa? Jujur deh sama gue."

"San, gue ga apa-apa. Ga usah main detektif-detektif. Kayak anak-anak aja."

Sembari membuka note di ponsel, aku mengusahakan diri mendengarkan celotehan Sania sambil makan. Pak Randy ngasih aku challenge untuk menyusun schedule dari padatnya agenda yang harus dia lakukan seminggu ini. Dan nomor ponselku, kini menjadi konsumsi publik. Risiko jadi sekretaris mah, begini.

Sania cemberut, ia kembali mengunyah pasta yang dia pesan.

"Lo udah tanda tangan kontrak?"

"Nih," tanganku mengibaskan map yang berisi salinan kontrak.

"Ciee ...," godanya turut senang, terlihat jelas dari wajahnya. "Eh, udah lo baca bener-bener sebelum tanda tangan, kan?"

"Lo kira gue bego?"

"Enggak, biasanya lo suka kabur mirip orang bego kalau ketemu sama temen-temen seleting."

Aku meringis, "sialan lo."

"Mulai sekarang ga usah kabur, lo kan sekarang bukan lagi pengangguran sejati."

Diingat-ingat hanya pada Sania aku berkata jujur soal betapa aku merasa rendah diri untuk bergabung di perkumpulan temu alumni di saat aku kerjaannya nggak jelas.

"Sebut San, biadab lo."

Sania tergelak.

"Eh, apa kabar budhe lo, Fi?"

"Budhe yang suka nyinyir?"

Sania mengangguk, "ho'oh!"

"Kayaknya mama kepikiran soal jodoh gue sama Abang gara-gara dia deh," aku merasa curiga.

"Emang! Tiap kali liat lo cuma di rumah, hmm ..., dongeng sejauh jalan kenangan bakal tercetus dari bibirnya budhe tuh. Apalagi Abang lo betah banget malam mingguan main game. Stok cewek-cewek di bumi Pertiwi dianggur in, Ckckck." Tak lupa Sania berdecak.

Aku balik menambah bumbu dalam obrolan.

"Kayak gini nih, Fiana kalau kamu ga kerja setidaknya nikah saja. Biar ada yang ngidupin kamu, urus anak, urus suami, urus dapur, bukan main laptop sama hape saja."

Probabilitas Berjodoh {Completed ✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang