Happy Reading
~
~
~Berita angka pengangguran yang naik menjadi 7.05 juta orang per Agustus 2019 lalu jadi kemelut mengerikan, itulah kenapa aku malas melihat berita. Jarang sekali good-news, yang ada bad-news, pedihnya lagi aku menyumbang satu angka dalam BPS pengangguran. Sungguh mengenaskan.
Meski aku masih bisa jualan menurutku aku masih jauh dari kata bermanfaat, setidaknya dalam skala family. Buktinya Angga lah yang menjadi teman mama untuk memenuhi kebutuhan kami di rumah. Belanja di swalayan demi memenuhi keinginan nafsu perutku, aku jadi merasa bersalah.
"Bengong aja, mau beli apa?"
Angga merusak sesi melo yang ingin ku nikmati lebih lama, ku resapi lebih dalam supaya energi perjuangan mendarah daging lalu aku dengan gagah berani berjalan mencari pekerjaan. Eh? Tapi kan aku sudah ditawari jadi sales supervisor. Masalahnya aku masih ragu. Dasar ragu merusak segalanya.
Angga ikut menengadah melihat berita di sebuah layar tv yang tertempel di salah satu pilar swalayan, lalu seakan mengerti suasana hatiku dia menarikku ke stand favorit yang sering aku kunjungi.
Snack penuh micin andalanku. Enggak apa-apa seleraku bermicin asal jangan jadi generasi micin.
Angga menyerahkan keranjang.
"Gimana? Udah dipikirin belum?"
Pasti maksudnya tawaran pagi tadi.
"Kalau kamu kelamaan mikir keburu diembat orang."
"Emang aku masih cocok ya, bang? Umur ku udah 28."
"Ya kan kamu jadi supervisior nya bukan sales girl yang diutamakan berusia dua puluh lima ke bawah." Angga sabar menjelaskan padaku yang notabene nya ribet banget, untung selama ini aku jadi adik yang nggak durhaka. "Lagian kamu masih cantik, belum tua-tua banget. Itu uang yang ku kasih jangan lupa beli skin care."
Aku tersenyum, "iyes abang ku sayang, tenang aja."
Aku memasukkan sekotak beng-beng, saltcheese, lays, wafer, dan beberapa Snack yang enak jadi teman nyemil sambil nonton drama.
Ponsel ku berdering, Sania menelpon. Saat ku menengok, Abang sedang memilih beberapa biskuit juga.
"Iya San?"
"Fi? Nama lengkap lo apa? Gue lupa."
Nih anak aneh banget deh, tetiba nanya nama lengkap. Padahal nyaris empat belas tahun aku barengan sama dia. "Lo mau buat undangan? Mau nikah sama siapa emang?"
Angga melirikku dengan tampang penasaran.
"Banyak bacot! Nama lengkap woy!"
Aku terkekeh mendengar ia mulai sensi.
"Fiana Fairuz Yara, nggak sekalian nanya nomor rekening juga?" Tanyaku bercanda.
"Nanti kalau elo lulus tes interview."
"Eh?!"
"Emak lo kayaknya desperate banget Fi, punya anak dua tapi dua-duanya bikin khawatir. Yang satu punya kerjaan tapi belom kawin yang satu kerjaan enggak jelas malah jomblo pulak."
Aku tertegun. Perasaan selama ini mama tidak pernah merecoki aku dan Angga perkara pasangan namun ternyata mama mengkhawatirkan itu semua di depan orang lain.
"Nah, Fi. Makanya bantu gue dong biar jadi kakak ipar lo. Emak lo kayaknya nggak keberatan tuh gue jadi mantunya."
"Mama mungkin gak keberatan, yang keberatan ya si doi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Probabilitas Berjodoh {Completed ✓}
Literatura FemininaMenurut kalian bahagia itu seperti apa sih? Punya banyak uang? Atau punya karier bergengsi? Pacar atau pasangan romantis? Ketiga hal itu sama sekali jauh banget dari hidupku. Aku enggak tahu apa aku ahli dalam sebuah bidang, maybe? Intinya meski aku...