- enam belas.

1.6K 118 22
                                    

"Seorang sahabat tak selalu harus menuntut cerita seseorang, cukup berada di sampingnya dan menemaninya di saat rapuh itu sudah cukup."

HAPPY READING...

FOLLOW IG @FANI_DY26
@FANIIDY UNTUK MENGETAHUI INFO CERITA.

SEBELUM BAC TINGGALKAN VOTE DAN KOMENTAR SETELAH BACA.
HARGAI KARYA SESEORANG ❤😗✔

Keana duduk dibangkunya tanpa mendengar ucapan Dara. Entah kenapa mood nya tiba-tiba saja berubah setelah emosinya meluap kemarin. Dia tak ingin berbicara pada siapa pun, ia hanya ingin sendiri butuh kenangan yang cukup.

Sejak tadi Dara tak henti-henti bertanya mengapa dirinya mendiamkan gadis itu. Dara berkali-kali memaksa Keana namun sepatah kata pun tak di jawab. "Lo kenapa sih Na? Lo marah sama gue soal kemaren? Maafin gue kalo lo marah, gue senang aja lihat lo begitu." ucap Dara.

Keana menoleh. "Lo senang gue menderita di sekolah? Lo senang gue marah marah luapin emosi gue gitu?" sentak Keana. Saat ini mereka freeclass karena ada rapat bersama kepala sekolah.

Dara mengerjapkan matanya pelan, masih tak percaya dengan Keana. "Eng--nggak gitu maksud gue Ana. Lo sal--" Keana berdiri. "Lo ga lebih dari mereka yang senang lihat gue menderita." Setelah mengatakan itu Keana langsung keluar kelas, beberapa teman sekelasnya melihat kepergian Keana bahkan ketua kelas memanggil pun tak dihiraukan Keana.

Dara menatap punggung Keana yang sudah hilang di balik pintu. Memukul bibirnya pelan seolah sudah menyakiti perasaan Keana. "Ana, lo kenapa sih?" lirih Dara.

Keana berjalan secepat mungkin ke taman belakang, tangannya mengepal kuat menghilang rasa marah dan emosi nya pada Dara. Mungkin di sana tempat yang lebih baik untuk menenangkan diri.

Ucapan Dara menohok perasaannya. Sejak tadi pikirannya tidak jernih. Keana melihat Gafa bejalan berpapasan dengannya, bahkan menoleh pun tidak seolah cowok itu memenuhi keinginannya kemarin untuk tidak menganggu dirinya.

Keana menggelengkan kepalanya cepat, mengusir pikiran itu jauh-jauh di benaknya. Harusnya dia senang Gafa sudah mendengarkan ucapannya? Lalu apa? Biarkan saja.

Tanpa pikir banyak Keana melangkahkan kakinya kembali. Berlari sekuat mungkin agar mempercepat sampai.

"Mana makanan gue?" tanya Revan.
Cowok itu menengadahkan satu tangannya pada Gafa yang sudah duduk di sampingnya.

Puk!

Gafa menepuk telapak tangan Revan yang kosong. "Anjirr!! Cuma angin doang," kesal Revan. Mulutnya berdecak sebal seraya menjitak lutut Gafa.

"Gue kaga jadi ke kantin,"

Revan menautkan alisnya bingung.
"Lah? Bukannya lo habis dari toilet kan sejalan tuh lewat kantin."

"Kagak jadi, males. Nanti aja pas istirahat,"

"Yee kutu kupret! Itu gue juga tahu kali, ga perlu minta bantuan lo gue udah ngacir ke sana." cibir Revan. Gafa mengangkat bahunya acuh.

Gafa memperhatikan ke depan, menatap ke arah papan tulis yang sedang diberikan contoh oleh pak Setyo. Walaupun begitu, jauh di lubuk hatinya Gafa memikirkan Keana, ia sama sekali tidak fokus dengan apa yang di tulis pak Setyo.

Sebelum berpapasan tadi Gafa sempat melihat kemarahan Keana dengan tangan mengepal tadi membuatnya semakin penasaran. Apa kelas Keana tidak belajar? Apa penyebab Keana marah seperti itu? Gafa ingin sekali bertanya dan mendekatinya, namun sayang, Keana malah meminta dirinya menjauh.

"KEANA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang