-Tujuhbelas.

1.7K 112 28
                                    

"Tidak ada yang lebih baik daripada mimpi buruk orang yang menyakitimu."

Jangan lupa sebelumnya baca VOTE +Komentar setelah baca❤
Vote itu gratis. ❤🛫

Happy Reading...

Keana berdecak sebal, hampir 5 menit menunggu Bram yang sejak tadi belum keluar dari toilet. Cowok itu tiba-tiba saja meninggalkannya dengan banyak hidangan makanan di atas meja, membuat rasa lapar memberontak di perutnya.

"Udah kayak cewek aja sejaman di dalam toilet," decaknya.

Jujur saja, perutnya sudah berbunyi, apalagi melihat berbagai makanan lezat di depan matanya. "Sorry lama," Ucap Bram. "Kenapa belum makan?" Tanya Bram seraya duduk di depan Keana.

Keana memutar bola matanya malas. "Menurut lo? Yakali gue makan duluan, sedangkan yang bayar aja belum makan." Jawab Keana tanpa rasa malu. Bram justru terkekeh pelan. Gadis di depan nya ini benar-benar langka dan beda, di saat cewek-cewek mengejarnya dan mengajaknya belanja ke mall, berbeda dengan Keana yang hanya ingin di ajak makan saja.

"Ga perlu nunggu. Gue sengaja pesan biar lo makan duluan, kan jadi lama nungguin gue,"

"Lo gak ngomong sih." Keana langsung mengambil salah satu makanan yang membuatnya sejak tadi ngiler. Ia makan dengan lahap tanpa malu diperhatikan Bram.

"Mending lo makan dari pada liatin gue. Bisa-bisa nih semua makanan di atas meja gue lahap baru rau rasa lo," ucap Keana di sela-sela mengunyahnya.

Bram tersenyum canggung, bukan karena ucapan terakhir Keana melainkan ketahuan terang-terangan melihat gadis itu makan. "Kalo lo mau makan semuanya, silahkan. Gue ga keberatan," jawab Bram.

Keana tak menjawab lagi dan memilih makan. Berbicara saat makan itu tidak baik tapi karena risih di perhatikan Bram membuat Keana mengangkat suara.

Ia tak perlu canggung lagi berbicara dengan Bram, cowok itu bisa diajak kompromi.

Setelah selesai makan Bram mengantarkan Keana pulang. Tak cukup waktu setengah jam untuk sampai di rumah Keana.

"Thank's Bram." Bram mengangguk, setelahnya cowok itu pergi.

Keana masuk ke dalam rumah. Bibirnya melengkung tipis kala melihat Ranti dan Adrian sedang berbicara di depan Tv. Tanpa ingin ada perperangan lagi, Keana melangkahkan kakinya pelan, berjalan mengendap-ngendap bak maling.

Hari ini, ia hanya ingin hidup tenang tanpa ucapan kasar dari Ranti. Bersyukur karena Ranti dan Adrian sedang berbicara sehingga aksinya berjalan di tangga sangat pelan dan tidak terdengar karena suara TV. "Loh Ana? Kok jalannya kaya maling gitu,"

Keana menghentikan langkahnya kala mendengar suara yang ingin sekali ia lenyapkan. Lantas Adrian dan Ranti menoleh ke arah sumber suara, di mana Tania berdiri di bawah tangga sedangkan Keana berada di tangga.

Mendesah pelan, itu yang hanya bisa Keana lakukan. Ia tidak bisa mengelak lagi, saat Tania menggagalkan aksinya. "Udah kebiasaan dia kalo masuk kayak maling," sindir Ranti.

Keana memilih mengabaikan ucapan Mamanya dan kembali berjalan menuju tangga. "Keana, Papa tidak pernah mengajarkan kamu seperti itu pada Orangtua!" ucap Adrian tegas.

Menghela napas, Keana membalikan tubuhnya menghadap Adrian dan Ranti. "Maaf Ma, Pa Keana baru pulang." Ucap Keana, lantas cairan bening itu jatuh setelah membalikan tubuhnya menuju kamar.

Keana menutup pintu kamarnya. Sesak? Itu yang dirasakan hatinya. Tania menghancurkan segala keinginannya.

Keana tak bermaksud mengabaikan Mama nya, hanya saja ia tak ingin meluapkan emosinya.

"KEANA"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang