Sepertinya hari ini memang tidak akan berjalan sesuai rencana. Setelah istirahat kedua memang Tio tidak menggangguku lagi. Tapi, setelah bel pulang aku melihatnya di parkiran. Dengan menggunakan kaca mata hitam dia mejeng dengan mobilnya, dengan memasukkan satu tanganya dan satu tangan memegang hp. Membuat semua siswi-siswi terpekik kegirangan melihat pemandangan baru SMA Neptunus. Gak tau kenapa siang ini memang lebih panas dari biasanya.
Aku sengaja menunggu Tio pergi dulu sebelum aku keluar gerbang. Bukan terlalu percaya diri, tapi aku gak mau saja kalau aku jadi bahan tontonan, apalagi masuk akun gosipnya Jeni.
Teman-temanku memang gak mengetahui kalau aku sudah mengenal Tio dari lama. Biarkan saja begini, aku gak terlalu ingin mereka menanyaiku banyak hal. Setelah setengah jam berlalu, aku ke keluar dari sekolahan. Tanpa diduga, ternyata Tio masih ada di sana. Entah apa yang dia tunggu. Aku keluar dengan biasa, dan sedikit terburu-buru.
Dulu, dia sangat mempengaruhiku dalam segala hal. Contoh saja memilih ekstrakurikuler, atau ikut perlombaan saat acara tujuh belasan, bahkan aku juga belajar literasi dan membaca banyak buku, demi agar bisa masuk ke dunianya.
Terkadang aku merasa bangga mempunyai seseorang sepertinya. Tapi, kadang juga merasa tidak adil karena dia gak pernah punya kebanggaan apapun terhadapku. Merasa tidak sempurna, dan sering menganggap diri sendiri innocent.
Terkadang aku ingin keluar dari zona dimana aku bisa bersosialisasi tanpa harus karena seseorang. Tapi rasanya itu ketidakmungkinan yang harus rela aku hadapi. Pernah gak kamu di samakan dengan seseorang yang gak mungkin kamu bisa seperti dia. itu sangat melelahkan hati. Tapi, gak papa. Itu dulu, sekarang aku akan menjadi diriku sendiri. Gak akan menggantungkan apa yang di diriku suka terhadap orang lain.
Pada saat sampai parkiran, aku melewatinya begitu saja. Tapi, tiba-tiba dia mengikutiku dari belakang, "Karin, pulang bareng gue yuk!"
"Enggak, gue bisa pulang sendiri." Dengan masih melanjutkan jalanku.
"Lo, gak mau kan jadi tontonan banyak orang?"
"Gue gak bakal jadi tontonan, mending lo pergi deh!" oke, mari kita lihat kamu jadi tontonan. batin Tio, tanpa Tio tahu karin menghela nafas berat. Bahkan sudah begitu lama dia tidak melihatnya masih saja jantung bertalu-talu.
Aku sudah berada di sebuah halte dekat sekolah. Saat aku sedang menuggu angkot datang, tiba-tiba seseorang memberiku sebotol air mineral dingin. "Ngapain lo?" tanyaku kaget.
"Mana tahan lihat pacar gue kehausan?" jawabnya santai sambil menyandarkan tangannya di tiang halte.
"Gue bukan pacar lo?"
"Oke gue perbaiki, mantan calon yang hampir jadi pacar gue yang sekarang lagi ngambek." Aku melongo mendengar apa yang dia katakan. Bahkan ada ibu-ibu yang gak segan -segan mengedipkan matanya kepada Tio, bahkan siswi yang ada di sebalahku diam-diam memotretnya.
"Bisa diem gak lo?" kataku dengan nada rendah, ini kenapa juga angkot gak datang-datang.
"Karin, lo tahu gak bedanya gue sama trenggiling?" tanyanya masih dengan menggunakan kacamata hitamnya, bersandar pada tiang halte. "Lo sama trenggiling sama, sama-sama ganggu, jelek, dan nyakitin." Jawabku asal.
"Bilang gak tau dong, Rin! biar romantis." Aku menghembuskan nafas lelah.
"Sebenarnya apa mau lo?"
"Pulang sama gue!"
"Gue udah bilang, kalau gue gak mau pulang sama lo!"
"Ya udah gue akan nemenin lo." Jawabnya masih dengan santai menanggapi pertanyaanku. "Jadi, bedanya gue sama trenggiling adalah, kalau trenggiling ada bahaya malah ngumpet, kalau gue pasti maju paling depan untuk melindungi lo." Dia menaik turunkan alisnya. Mungkin kalau bukan aku yang mendengar, mereka akan meleleh sambil berbunga-bunga tersentuh atas gombalan manusia yang gak berhenti mengikutiku sore ini.
"Gue gak peduli, gue rasa lo gak bakal naik angkot lagi." Aku merasa keberuntungan masih bersamaku, aku melihat sebuah angkot jurusan rumahku mendekat. Sebelum masuk ke angkot gak lupa aku membisikkan sesuatu ke Tio. "Sono lo pergi, gue gak ngijinin lo buat ngikutin gue!"
Tio masih berdiri di sana. Gue gak peduli mau apa dia di sana. Gue menghela nafas, memejamkan mataku. Dari dulu, dia selalu berlaku seperti ini. Membuatku kesal dan kemudian aku merasa kehilangan saat dia pergi. Menjadi pengecut untuk sekian lama, dan aku masih tetap sama. Di mulut akan sangat kasar dan sebenarnya dalam hatiku aku sangat bahagia bisa bertemu dengannya lagi.
Di dalam angkot aku melanjutkan acara membacaku, saat seorang siswi SMP bertanya padaku, tunggu... aku gak mengenalnya. "Kak, kok gak pulang bareng pacarnya?" oke siapa yang dia maksud, "gue gak punya pacar." Jawabku sambil melihatnya.
"Cowok ganteng yang di halte tadi, kayaknya tadi aku dengar dia ngajakin pulang kakak."
"Owh, dia teman kelasku yang memang sedikit rada gila."
"Awas lo kak, jangan benci-benci. Kata temanku kalau benci banget sama orang malah kemungkinan suka, terus jodoh." Eh.. ini anak, mungkin kalau ini aku alami dulu pasti aku akan mesam-mesem karena bahagia ada yang menjodohkanku dengannya. Tapi, untuk sekarang prioritasku adalah sekolah, lulus dan apa yang aku impikan terwujud. Dan dia sudah bukan lagi apa yang menjadi prioritasku.
"Bunda, assalamualaikum. Karin pulang!" seruku saat sudah sampai rumah.
"Waalaikumsalam," bunda menjawab sambil menghampiriku. Saat aku sedang melepas sepatuku, bunda bilang kalau tadi ada yang mau ketemu. Dan dia sedang keluar sebentar. Dari tampang bunda yang mesam mesem, aku curiga kalau dia Tio. "Siapa bund?" tanyaku saat aku mendaratkan bokongku di sofa.
"Nanti kamu juga tahu." Jawabnya masih sok misterius.
"Bunda, Tio bawa ini!" serunya yang tiba-tiba muncul sambil mengacungkan sekantong buah kepada bunda. Aku yang melihatnya syok dan langsung ngacir ke atas. Bagaimana dia bisa sama bunda. Aku mengacak-acak rambutku frustasi. Awas ya lo!
-----------------------
Terima kasih sudah mengikuti cerita Karin sama Tio.
Salam sayang,
:*
KAMU SEDANG MEMBACA
A half of me
Teen FictionIni bagian dari cinta masa lalu yang datang dan pergi. Yang saat ini kembali tiba-tiba membuat banyak rencana melebur jadi sebuah harapan. Harapan yang akan di nomor duakan setelah kamu.