Empat belas, terbongkar

21 2 0
                                    

Pelajaran Bahasa Inggris kali ini terasa lebih lama di bandingkan dengan biasanya. Mungkin karena hari ini adalah hari jumat, dan semua murid menantikannya untuk mengistirahatkan sebentar otaknya. Mungkin dengan pergi jalan-jalan atau nonton film, bahkan di rumah berkumpul dengan anggota keluarganya.

Sama sepertiku, saat pagi tadi Bunda mengizinkanku pulang terlambat untuk menonton Film dengan Jeni dan Tara adalah kesenangan yang harus dirayakan. Pasalnya, ada film yang sudah kami tunggu sejak lama. Film ini memang diadaptasi dari novel best seller. Aku bahkan punya novelnya juga. Tapi saat film ini tayang tetap saja aku masih penasaran.

Saat mendengar bel pulang sudah berbunyi kami segera berkemas dan langsung kabur dari kelas. "Ra? pakai mobil kamu apa Jeni?" tanyaku pada Tara.

"Mobil gue aja," ucapnya merogoh tasnya mencari kunci mobilnya, "gak papa, kan Jen?" tanya Tara kepada Jeni meminta persetujuan.

"Iya, yang penting tar gue di drop kesini lagi. Lo sudah izin nyokap lo, Rin? Gue gak mau ya di telpon-telpon nanti!" tanya Jeni kepadaku. Karena beberapa waktu lalu sempat aku pergi ke rumah Tara, kebetulan hp lowbat, dan karena khawatir bunda telpon Jeni berulang kali.

"Sudah, kok!" jawabku sambil nyengir kuda. Setelahnya kami masuk mobil. Tanpa sadar ada yang memperhatikan kami.

"Eh, kalian tahu gak? Tio punya kakak? Ganteng juga kaya dia. Bener-bener ya bibitnya memang bagus banget." Kalian tahu? inilah Jeni dan gosip nya yang terdepan.

"Lo tahu dari mana?" kali ini Tara yang bertanya.

"Kemarin lusa dia datang ke sekolah, gue kira mau jemput ceweknya, 'kan? Ternyata dia ngobrol sama Tio. Tapi, mereka pergi pakai mobil sendiri-sendiri. Aneh banget gak sih?" Jeni memang harus diberi penghargaan atas informasi ini, untung saja gak lihat gue ditarik-tarik.

"Kalau ada audisi jadi ceweknya mereka gue mau ngikut. Lumayan, 'kan? Bisa memperbaiki keturunan. Tajir, ganteng, pinter lagi!" ujar Tara menimpali perkataan Jeni dengan sama gilanya.

"Aneh banget sih kalian? Sudah suka-suka begitu? Belum kenal lama bagaimana kalian bisa percaya?" tanyaku kepada mereka.

"Banyak orang gak buta kaya lo, Rin?" ujar Jeni sarkastik.

"Maksud, lo?" tanyaku memeperjelas apa yang dia katakan.

"Kita tahu kali, Tio lagi deketin lo!" Damn!Tara menembak dengan shoot yang sangat tepat, sesuai target.

"Lo saja sok jual mahal!"

"Kalian kan gak tahu?" jawabku dengan jengkel.

"Apa yang gak gue tahu?" tanya Jeni memperjelas. Sepertinya aku sudah salah bicara.

"Enggak, gak papa!" Tara tiba-tiba menghentikan mobilnya, "Ra, lo mau apa?" tanyaku merasa aneh, karena mereka tiba-tiba melihat ke arahku dengan penuh selidik. Kayaknya kali ini aku gak bisa mengelak lagi, "oke, gue cerita." Saat mereka tersenyum, aku tahu. Aku sudah masuk perangkap mereka dan harus siap dikuliti.

"Gue temenan sama Tio sudah lama, sebelum dia masuk SMA kita. Tapi, ada suatu masalah yang membuat dia pergi. Dan dia sedang merasa bersalah karena gue dianggap sudah berubah olehnya. Makanya, kesannya dia lagi ngejar-ngejar gue. Padahal dia cuma ingin minta maaf ke gue doang," ungkapku kepada mereka berdua.

"Terus, lo juga kenal abangnya Tio? Sehingga mereka berebut lo sampai narik-narik tangan lo?" tanya Jeni.

"Lo tahu?" tanyaku kepadanya.

"Cuma orang buta yang gak liat lo kemarin, Rin!" jawab Jeni memutar bola matanya malas.

"Jadi, lo temenan sama Tio sudah lama? Kepisah? Dan akhirnya ketemu lagi, begitu?" tanya Tara menegaskan.

"Sekarang lo pada sudah tahu, 'kan? Ayo dong, keburu mulai ini filmnya!" ujarku kepada mereka.

Membiarkan mereka menginterogasiku terlalu lama, hanya akan menghabiskan waktuku. Dan kesempatan untuk mendapatkan izin dari bunda secara cuma-cuma akan sia-sia.

"Hao! Penjelasan diterima. Tapi, sebagai hukumannya lo harus bayarin kita makan di kafe, dan hanya kita yang boleh milih tempatnya. Wo ma?" ucap Tara dengan bahasa Mandarin yang hanya itu saja yang dia bisa.

"Deal!" sahut Jeni, tanpa menungguku menjawabnya.

Mereka adalah sahabatku sejak kami bertemu mos masuk sekolah Neptunus. Awalnya pertemuanku dengan Jeni tidak terlalu baik. Karena Jenilah yang pertama kali menyebarkan foto keterlambatanku di grup angkatan. Dan aku sempat marah besar denganyya. Dan ketika dia minta maaf dan mentraktirku semangkok mie ayam, semudah itu aku menerimanya sebagai teman. Walaupun aku gak yakin kalau rahasiaku dengan dia akan aman.

Tara, dia lebih tomboy kalau dibandingkan Jeni. Aku bertemu dengannya saat membantunya menolong teman se angkatan yang di bully oleh kakak kelas. Di mintai uang waktu itu, dan parahnya mereka dipukul. Dan Tara lah yang menolong.

Jadilah kami sekarang. Kami memang jarang keluar. Ralat, kalau mereka berdua sering jalan bareng. Inget ya, tanpa aku. Karena memang susah banget minta izin sama bunda untuk pulang terlambat.

Bunda dan banyak hal yang di pikirannya. Tapi, aku senang diperhatikan seperti ini. Menurut bunda di dunia ini semua berkompetisi. Jadi, harusnya tidak banyak waktu luang yang bisa dibuang tanpa manfaat. Semua ingin jadi yang pertama, semua ingin jadi juara. Tapi, akan ada yang terbaik di antaranya. Jadi, aku harus kerja keras untuk ini. Itu, yang dikatakan bunda.

Tapi, mereka lupa untuk mendukung kebahagiaanku, morang lain yang peduli akan mimpiku. Orang tuaku? Mereka tetap sama, kalau tidakada masa depan yang baik hidup dengan seni.

Aku pernah mengatakan, bagiku menari seperti membawaku terbang, bebas, juga bisa menjadi diriku sendiri. Bagaimanapun itu adalah passionku. Aku lebih suka berada di sanggar dengan anak-anak yang masih polos, yang datang karena mereka suka, juga menolong budaya agar tidak punah. Sesederhana itu, daripada aku harus mengurusi permasalahan hukum yangsemakin hari semakin pelik. Banyak hukum yang tidak adil. I don't know, but this is how I feel. Dan papa akan menerjunkanku di sana? Aku benar-benar ingin muntah rasanya.

---------------------------

Terima kasih, sudah mendukung tulisanku. Semoga kalian senang. 

Salam sayang penuh cinta,

Rina setyaningsih

Rina setyaningsih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A half of meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang