Delapan, work hard for love

25 2 0
                                    


Siang ini gak tahu kenapa panas sekali. Rasanya aku ingin kabur dari sini. Betapa enggak, aku sedang di depan gerbang sekolah. Niat awal mau pulang. Tapi, sebelum keluar gerbang aku menemukan Tio dan Candra di sana. Apa mereka sudah saling kenal? Lagi, ngapain Candra datang ke sekolah?

"Lo pada ngapain dah?" tanyaku kepada mereka. Setelah mendengar suaraku mereka langsung menoleh.

"Ngapain keluar, mobilku kan masih di dalam? yuk!" ucap Tio sambil menggandeng tanganku.

"Udah pulang, yuk!" ajak Candra menahan sebelah tanganku.

"Dia biasa pulang bareng gue!" ujar Tio, sambil menyeringai.

"Kita mau ke toko buku, 'kan?"

"Stop!!" Aku melepas tanganku, "gue mau pulang sendiri. Lagian kenapa kalian bisa kenal, sih? aneh banget juga kenapa pada ngeributin pulang bareng gue?" ucapku, dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Saat Karin pergi, mereka masih disana. "Lo ngapain kesini?" tanya Tio

"Gak ada urusannya sama lo, lagian kenapa lo bisa kenal sama dia?" ucap Candra sedikit heran.

"Oke, gue kasih tahu lo, ya. Pertama, gue sekolah di sini. Yang kedua, gue satu kelas sama dia. Yang ketiga gue sahabat masa kecilnya dia." jelas Tio dengan percaya diri, "lagian ngapain lo datang kesini? bukannya papa udah ngasih perusahaannya sama lo, harusnya lo kerja, 'kan?" Setelah mengataka





n itu Tio langsung pergi meninggalkan banyak pertanyaan untuk Candra.

Tio masih terdiam di dalam mobilnya, banyak hal yang dipikirkan. Setelah mamanya meninggal, dan ini baru dua bulan setelah kepergian mama. Dan papa sudah menikah lagi. Dan apa yang terjadi? Papa ngasih perusahannya untuk dia. Juga, sekarang Candra juga mengenal Karin. Dari mana dia tahu Karin, pakai acara mau pergi bareng. 

Dia terus memikirkan cara supaya Karin tidak lebih dekat dengan Candra. Setelah beberapa saat berpikir, dia menemukan sesuatu untuk membuat Karin tidak akan pergi dengan Candra. Dia memacu mobilnya meninggalkan sekolah. Dia terus tersenyum sampai mobil sudah terpakir di halaman rumahnya. Dia melihat mobil Candra sudah terparkir, liat aja siapa yang duluan.

"Kak, udah pulang?" tanya bibi yang kebetulan ada di ruang keluarga untuk bersih-besih.

"Udah bi," jawabku.

"Mau disiapin makan sekarang?" tanya bibi.

"Nanti aja bi, ke atas dulu," ujarku sambil memberikan senyum kepada bibi yang udah ikut papa dari sebelum dia menikah. Pas di tangga, aku berpapasan dengan Candra. Sepertinnya dia sedang terburu-buru. Tapi, aku benar-benar gak mau tahu di akan kemana. Dia baru datang  weekend kemarin. Aku masih tidak menyangka Karin bisa mengenalnya.

 Aku langsung menuju kamar, mengeluarkan laptop dan mulai membuka sebuah alamat website di sana. Setelah website terbuka aku mencari beberapa judul tarian yang ada di Jawa tengah dan Jawa timur. Setelah menemukannya, langsung saja mengklik tombol pesan.

Yang sedang kubuka adalah sebuah situs web resmi yang menyediakan banyak DVD tari-tarian dari seluruh Indonesia. Walaupun aku gak tahu Karin sudah punya apa belum. Tapi, gak masalah untuk di coba terlebih dahulu. Setelah beberapa sudah dimasukkan ke keranjang dia langsung checkout dan melakukan transaksi pembayaran. Dia tersenyum puas kala melihat transaksinya berhasil. Dia akan menunggu pesanannya datang diantar abang ojol kerumah. Setelah DVD itu datang, dia akan ke rumah Karin untuk memberikannya. 

Setelah mandi dan membereskan buku yang berserakan, Tio mendengar telpon dari Kino. Dia adalah editor dari salah satu penerbit di Jakarta, "iya, No." Sembari duduk di meja belajar.

"Gue gak mau tahu, ya. Udah deadline banget ini Yo! Lo gak kasian sama gue apa? Bos lagi uring-uringan, nih!" katanya menggebu-gebu.

"Lo kan tahu, gue baru pindah dari Bandung. Banyak hal yang harus gue urus di sini. Gue janji, besok sebelum jam tiga sore udah selesai semua. Gimana?" ujarnya sedikit melakukan negoisasi.

"Deal! Bye!" serunya. Sebelum Tio menjawabnya, telepon sudah ditutup.

Tio memang melakukan kerja freelance sebagai editor. Dan Kino adalah salah satu teman kenalannya di Bandung. Dulu, saat mamanya sakit dia sering kekurangan uang. Jalan satu-satunya adalah dia harus mencari pekerjaan freelance. Mamanya akan bertanya dia mendapatkan uangnya dari mana, kalau dia tahu itu dari papanya, mama akan berteriak dengan histeris. Uang dari papanya tetap akan diterima, tapi tanpa sepengetahuan mamanya. Dia akan menggunakannya saat ada kebutuhan yang sangat mendesak. 

Ya, kehidupan memang seperti roller cooster. Saat mengetahui mama mengidap sakit AIDS hatiku sangat hancur. Tapi, saat papa sangat kecewa atas mama, aku gak bisa membiarkan mama sendiri. Walaupun dalam hatiku kecilku aku juga sangat kecewa padanya.

Saat itu, kami yang ada di rumah ini termasuk bibi tes darah. Dan bagusnya adalah semua negatif. Kemungkinan besarnya adalah penularan melalui suntikan. Tapi, papa tetap gak mau percaya. Aku hanya diam-diam mencari tahu kebiasaan mama kenapa dia bisa mengidap ini. Benar, mama sering ditemui teman kampusnya. Dia sering menjadi model kecantantikan. Kemungkinan besar mama melakukan suntikan untuk mempercantik diri, entah apa itu. Dan jarum yang digunakan tidak steril. Tapi, aku harap mama akan tenang di sana. Aku yakin, papa sudah memaafkan mama.

---------------------------------

Salam sayang,

Rina setyaningsih


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
A half of meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang