Mobil yang kami kendarai sudah memasuki komplek perumahan. Aku sudah deg-deg an karena sudah sangat telat pulang hari ini. Dan sengaja mematikan hp agar bunda tidak bisa menghubungiku. Salah memang. "Gue anter masuk, yuk! Biar gue yang ngomong sama orang tua kamu."
"Gak usah, Ndra. Nanti lo malah disalahin, sudah lo pulang saja. Gak usah turun!" kataku memintanya segera pergi. Aku gak mau bunda salah paham.
"Ya sudah, gue balik. Kabarin kalau lo butuh bantuan gue!" ucapnya sambil menjalankan mobilnya pelan. Sebelum benar-benar pergi, aku mengucapkan terima kasih padanya. Bagaimanapun dia sudah mengantarkanku pulang.
Sebelum masuk, aku melihat jam di tanganku yang menunjukkan pukul sembilan malam. Ayah pasti juga sudah pulang.
"Assalamualaikum, bund karin pulang!" seruku saat membuka pintu. Aku melihat wajah khawatir bunda.
"Waalaikumsalam, dari mana kamu Karin jam segini baru pulang?"
"Maaf bund,"
"Kamu dari mana? Kenapa gak ngabarin?"
"Karin... karin dari latihan bund."
"Latihan apa?"
"Jadi, di sekolah akan ada pentas seni. Dalam rangka ulang tahun sekolah. Boleh, 'kan?"
"Karin, bunda sudah bilang. Bunda gak mau kamu kena masalah. Kalau ayah tahu, ayah bisa marah. Karin, tolong mengerti dulu sampai ayah sedikit longgar, ya. Karin anak baik, Karin mau kan bersabar dulu?" ucap bunda sambil meminta persetujuanku.
"Ayah mana bund? Karin mau bilang sama ayah?" tanyaku sambil celingukan mencari ayahku.
"Karin, mendingan kamu mandi dan ganti baju. Ayah belum pulang, nanti kalau ayah tahu kamu baru pulang ayah bisa marah."
"Makasih bunda, Karin sayang bunda."
"Kamu tadi pulang sama siapa?"
"Sama Candra,"
"Kok bisa sama dia?"
"Gak tahu, tiba-tiba datang."
"Kamu gak pacaran, 'kan?"
"Bund, Karin baru kenal. Mana mungkin?"
"Karin, masalah tari-" Bunda menjeda bicaranya dan sedikit berpikir, "kamu bersabar dulu, ya. Tunggu sampai ayah lebih longgar. Bunda akan bantu bicara sama ayah. Sekarang, kamu belajar dulu yang bener, belajar yang baik. Gak boleh bohong lagi sama bunda. Juga, Karin nurut dulu sama permintaan ayah ini. Semoga setelah kamu lulus ayah mau mengerti. Karin mau bantu bunda juga, 'kan?" jelas bunda yang terlihat sangat khawatir.
"Bund, bagaimana Karin mau membuktikan kalau Karin gak diberi kesempatan? Karin ingin ikutan pentas seni, bund. Boleh, ya?"
"Besok bicara sama ayah, sekarang kamu mandi dulu." Aku mengangguk dan mencium pipi kanan bunda. Setelahnya aku langsung berlari ke atas. Di luar dugaanku, Bunda gak marah. Aku sedikit lega karena sedikit dukungan dari bunda ini sangat berarti.
Saat aku sedang mengambil handuk, tba-tiba aku melihat mobil Candra masih ada di luar. Mobilnya warna merah yang mencolok, jadi aku sangat hafal mobilnya. Juga karena aku sudah beberapa kali melihatnya. Rumahku yang dekat pintu masuk komplek, menjadikanku mudah untuk melihat keluar. Aku mengambil gawaiku dan menelepon Candra. "Halo, lo ngapain masih di rumah gue? Nanti bokap gue tahu, buruan pulang, gih!" sapaku yang sedikit bingung mau apa sih dia. Heran banget sama jalan pikirannya yang aneh itu.
"Lo udah cerewet, lo gak kena marah, 'kan?" jawabnya di luar dugaanku.
"Lo khawatir sama gue?"
"Lo gak tahu diri banget, sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A half of me
Teen FictionIni bagian dari cinta masa lalu yang datang dan pergi. Yang saat ini kembali tiba-tiba membuat banyak rencana melebur jadi sebuah harapan. Harapan yang akan di nomor duakan setelah kamu.