Semua orang boleh berharap, memohon banyak keinginan. Tapi, kita sebagai manusia harus yakin bahwa Tuhanlah yang maha berkehendak dan yang bisa membuat semua yang diharap dan di inginkan bisa terwujud.
Tidak ada satupun dari manusia yang berharap kepada manusia, sedang ia tidak akan kecewa.
Mungkin inilah yang membuat Candra bisa mengatakan hal itu kepada Karin. Ia tidak mau gadis itu terus bergantung kepada dirinya. Dia harus bisa yakin bahwa ia bisa, bukan karena dirinya. Walaupun ia tahu, apa yang ia lakukan itu tidak bisa di anggap remeh untuk perasaan Karin. Ia akan menyiapkan banyak stok kelegaan hati untuk segala penolakan yang akan dilayangkan Karin di masa depan.
Ia akan pergi sekitar lima tahun, dan setelah ia kembali mungkin Karina juga sudah lulus sama dengannya.
"Turun, sudah sampai," kata Candra saat ia sudah berada di depan rumah Karin.
"Lo nggak mau masuk dulu?" ujar Karin menatap Candra.
"Nggak usah, lo nggak mau ,'kan? gue di gorok sama nyokap lo?"
"Gue juga gak yakin kalau dia gak tahu kalau gue di antar sama lo."
"Hah?"
"Memang sehebat itu nyokap gue. Gak akan bisa bohong juga."
"Ya sudah, masuk gih!"
"Makasih, ya."
"Ini sudah ke lima kalinya lo bilang ini ke gue, ngomong sekali lagi bisa dapat piring cantik." Karin terkekeh dan segera keluar dari mobil Candra.
"Bye, Ndra!" seru Karin sebelum berlari meninggalkan mobil Candra.
Candra tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Bersama gadis itu terkadang membuatnya sedikit terhibur. Seenggaknya Karina tidak lagi mengejar dia untuk saat ini sampai waktu yang semua orangpun tidak tahu.
Ketika Karina membuka pintu dia melihat jam sudah pukul sembilan malam. Dia masih mengenakan seragam sekolahnya yang ia lapisi sweater. Saat dia menaiki anak tangga ke dua, suara ayahnya menginterupsi.
"Dari mana kamu?" tanya Hadi sambil menurunkan iPadnya.
"Eh, ayah. Dari beli buku, yah." Jawab Karin sambil tersenyum.
"Sampai jam segini?"
"Tadi mampir makan dulu. Bunda mana, yah?"
"Di kamar." Entah hanya perasaan Karin saja, atau memang ayahnya berkata lebih dingin kepadanya.
"Karin ke atas dulu, ya, yah?"
"Duduk sini."
"Ada apa yah?"
"Ada hubungan apa kamu dengan Candra?"
"Teman, dia kakak tirinya Tio." Hadi memang lebih mengenal Tio di banding Candra. Walaupun Candra adalah anak dari temannya, ternyata kepercayaan Hadi tidak sebesar percayanya dengan Tio. Candra yang pernah hidup di luar negeri membuat Hadi khawatir akan pergaulannya dengan Karina.
"Kamu jangan membuat ayah malu, ya. Ayah sudah percaya sama kamu. Kalau kamu sekali saja tidak bisa menjaga kepercayaan ayah, jangan salahkan ayah karena akan bersikap lebih keras terhadapmu." Karina tersentak dengan apa yang ayahnya katakan. Dia menjadi bimbang untuk mengikuti even di sekolahnya itu secara diam-diam.
Dia ingin mengatakan, 'Karin cuma makan bareng, yah. Nggak akan pernah ngapa-ngapain sama Candra!' tapi, semua yang ia ucapkan ia telan saja. "Iya, yah." Akhirnya hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya.
"Ya sudah, sana mandi. Terus istirahat."
"Da ayah." Karin memaksakan senyumnya dan pergi meninggalkan ayahnya di ruang depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A half of me
Teen FictionIni bagian dari cinta masa lalu yang datang dan pergi. Yang saat ini kembali tiba-tiba membuat banyak rencana melebur jadi sebuah harapan. Harapan yang akan di nomor duakan setelah kamu.