After Party

402 21 0
                                    

Sienna POV:

Harry mendekap tubuhku selama perjalanan menuju flatnya. Berkali-kali aku mencoba mengalihkan tangannya dari pinggangku tapi Harry malah mengeratkan pelukannya. Aku menghembuskan nafas dengan kesal.

"Sienna... Kau wangi sekali ya. Aku ingin selamanya mendekapmu seperti ini."

"Kau ini ngomong apa sih Harry? Dasar tukang mabuk."

Tiba-tiba Harry membuka matanya. "Siapa yang mabuk? Ini aku sadar kok."

"Nenek-nenek di kampung juga tahu kau lagi mabuk. Ngomong saja kau melantur ke mana-mana."

Harry tergelak. "Kau ini lucu sekali."

Taksi berhenti tepat di depan gedung flat Harry. Setelah membayar taksi aku memapah Harry yang berjalan sempoyongan.

"Flatmu nomor berapa?" Tanyaku ketika kami berada di dalam lift. Hanya ada kami berdua di dalamnya.

"Lantai 8, nomor 83." Kata Harry dengan mata setengah terpejam.

Aku menekan angka 8 pada tombol lift. Pintu lift tertutup dan mulai melaju ke lantai atas. Jam sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Aku menghela nafas, mom pasti tidak suka aku pulang jam segini. Tapi aku sudah menelponnya dan mengatakan aku harus mengantar temanku pulang dulu.

"Sienna, kemarilah." Harry menarik tanganku dan mendekatkan tubuhnya. Harry mendekatkan bibirnya ke bibirku. Dia menciumku dengan tidak sabar dan sedikit kasar. Jujur saja, aku pernah membayangkan bagaimana rasanya berciuman dengannya. Mulut Harry terasa paduan antara alkohol dan mint. Lidahnya menarik lidahku dengan sedikit memaksa. Aku kehilangan akalku sejenak dan ikut terhanyut ciuman yang diberikan Harry.

Ting! Pintu lift terbuka. Kami sudah berada di lantai 8. Aku melepaskan dekapan Harry dan menarik Harry keluar dari lift. Harry masih ingin menciumku.

"Tidak di sini. Kau harus kembali ke kamarmu dulu." Cegahku.

Harry tersenyum kemudian membisikkan sesuatu di telingaku. "Kau senang ya aku cium?"

"Kau ini cerewet sekali. Ayo cepat." Aku menarik Harry yang berjalan dengan terhuyung-huyung.

"Password flatmu apa?" Aku bertanya pada Harry yang menyender di dinding dengan mata terpejam.

"Password? Ah.. ya... angka 9 sepuluh kali."

"Apa? Gampang sekali. Bisa-bisa flatmu dirampok orang."

"Aku punya kesulitan menghapal angka-angka rumit."

"Bilang saja bodoh."

Harry tergelak. "Aku tak peduli jadi orang paling bodoh sedunia asalkan kau mau kucium lagi."

Aku memutar bola mataku. Aku menekan password kemudian terdengar bunyi klik. Aku membuka pintu dan membantu Harry masuk. Harry berjalan mendahuluiku dan menuju kamarnya.

Aku melihat sekeliling flat Harry. Sangat rapi dengan beberapa perabotan tidak banyak tapi aku tahu semuanya barang-barang luxury. Beberapa lukisan tergantung di dindingnya tapi tidak ada satu foto pun yang terpajang. Ah aku jadi ingat Zayn melihat lukisan-lukisan di flat Harry. Tiba-tiba aku merasa bersalah dengannya karena tadi aku mencium Harry. Padahal aku pernah mengatakan padanya tidak akan pernah jatuh hati pada Harry. Saat ini aku sadar bahwa pelan-pelan aku menyukai Harry. Sangat menyukainya malah.

Aku membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral kemudian melangkah menuju kamar Harry.

Kamar Harry juga sangat rapi dan agak gelap. Satu-satunya penerangan berasal dari lampu meja di samping tempat tidur Harry. Kamarnya wangi sekali, bau mint yang menyegarkan. Aku jadi teringat rasa mulut Harry yang tadi menciumku.

Harry sudah berbaring dalam posisi menelungkup di tempat tidurnya dengan sepatu dan pakaian lengkap.

"Harry..." Aku memanggilnya. Harry tidak bergeming.

Aku menghela nafas. kemudian menarik sepatunya. Aku membalikkan tubuh Harry. Pelan-pelan Harry membuka matanya dan menarik tubuhku sehingga aku berada di atas tubuhnya.

"Harry, lepaskan aku."

Harry tersenyum. Tangan kirinya mengibaskan beberapa rambut yang menutupi wajahku sedangkan tangan kanannya masih memegang pinggangku erat.

"Kau cantik sekali."

"Sudahlah, kau jangan aneh-aneh. Itu di mejamu sudah kuletakkan air mineral. Supaya kau tidak terlalu pusing lagi. Sekarang aku mau pulang."

"Apa? Pulang? Jam berapa ini?"

"Jam 2 pagi dan sudah lewat beberapa menit."

"Tidak, kau tidak boleh pulang. Sudah terlalu larut."

"Tidak bisa Harry."

"Tentu saja bisa. Kau tidur di sini saja denganku."

"Apa?" Aku kaget. Tidak, aku tidak bisa membayangkan tetap berada di sini dan tidur bersama Harry. Otakku mulai berpikiran hal yang aneh-aneh.

Harry kemudian membalikkan tubuhnya dengan cepat sehingga sekarang aku sudah berada di bawah tubuhnya. Harry menciumku lagi. Ciumannya lebih kasar daripada dia menciumku di lift tadi. Aku membalas setiap ciuman Harry dan tak kuasa menolaknya. Aku meremas rambut keritingnya dan menekan kepalanya semakin dekat denganku. Kemudian aku termegap-megap karena tak sempat bernafas.

Harry melepaskan ciumannya. "Maafkan aku karena menciummu begitu kasar. Kau tahu, aku terlalu banyak menghirup asap rokok di bar tadi. Begitu aku menciummu, rasanya aku mendapatkan udara segar untuk bernafas lagi malam ini. Aku tak pernah mengerti mengapa orang-orang bisa kecanduan dengan alkohol hingga aku bertemu denganmu, Sienna. Aku menginginkanmu lagi dan lagi."

Aku terkesikap mendegar kata-kata Harry. Begitu manis, begitu menggoda. Meskipun aku tahu kata-kata manisnya bisa jadi berbahaya dan mungkin hanya untuk memperdayaiku, tapi otakku sudah tak bisa berpikir jernih lagi.

Aku melupakan dan meninggalkan semuanya sejenak. Saat ini hanya ada aku dan Harry. Harry mengecupku lagi dan dia mulai melepaskan gaun yang sedang kukenakan. Aku membuka satu persatu kancing kemeja yang melekat di tubuhnya tanpa melepaskan ciumanku dibibirnya. Harry terlihat sangat tampan. Jauh lebih tampan dibandingkan hari-hari lainnya. 

Aku tahu yang akan aku lakukan bisa saja salah. Bagaimana jika Harry menginginkan aku hanya untuk malam ini saja? Bagaimana jika kami bangun keesokan harinya dia malah bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak terjadi apapun antara kami berdua malam ini. Apakah aku sudah siap menghadapi kemungkinan terburuk itu? Jika aku menuruti keinginan Harry malam ini, itu artinya penyerahan diri dan mempertaruhkan hatiku sendiri untuk siap menerima segala kemungkinan.

Sudahlah, lakukan saja. Jangan banyak berpikir. Sudut hatiku yang lain memerintahku. Harry mendaratkan ciumannya ke leherku dan semakin menekan tubuhku. Demi apapun yang ada di dunia, saat ini aku sudah tidak peduli. Aku hanya menginginkan Harry. Persetan dengan apa yang akan menungguku besok pagi.

Jariku menelusuri satu persatu tato yang ada di tubuhnya. Aku sering membayangkan bagaimana rasa menyentuhnya. Harry diam merasakan sentuhanku dengan mata setengah terpejam.

"Sepertinya kita punya after party sendiri malam ini." Harry berkata sambil menciumi wajahku satu-satu. God, kenapa suaranya harus seberat dan seseksi ini dibandingkan hari-hari lainnya?

Aku hanya tersenyum dan menutup mataku mencoba tidak memikirkan hal lain selain Harry.

Moments (1D Fanfiction) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang