Love Don't Die

245 15 0
                                    

Niall POV:

Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian Lily. Aku masih hidup, yeah, itu membuatku merasa heran. Tapi percayalah, hati dan jiwaku ikut mati bersama Lily. Tidak ada lagi Niall yang ceria dan selalu tertawa lepas. Orang-orang disekelilingku tak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkanku. Saat mereka menguburkan Lily, mereka juga mengubur hidupku. Aku hidup tapi tak hidup. Mataku tak lagi menyiratkan cahaya bahagia. Hari-hariku berubah gelap tanpa sedikitpun cahaya yang meneranginya.

"Aku tidak tahu kau akan ke sini juga." Aku mendengar suara Louis di sampingku.

"Yeah, aku juga tidak tahu kau akan ke datang ke sini juga." Saat ini kami berdua sedang berdiri di depan gedung  Lavender Foundation.

"Aku pernah berjanji pada anak-anak ini untuk mengunjungi mereka lagi."

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. "Yeah, mereka pasti juga sangat kehilangan Lily."

"Niall..."

Aku tidak menjawab Louis.

"Kau tidak bisa selamanya seperti ini. Lily pasti tidak akan pernah rela melihat kau tersiksa seperti ini."

"Bukan urusanmu, Lou. Ini hidupku."

"Tapi kau sahabatku dan aku peduli padamu."

"Kau tidak perlu repot-repot."

Louis menghela nafasnya. "Aku tahu ini sulit. Apa kau kira kami semua bisa dengan mudah menerima kepergian Lily?"

Aku menatap Louis.

"Kau harusnya beruntung pernah mencintai dan dicintai Lily. Aku bahkan tidak sempat mengungkapkan perasaanku padanya."

Aku tetap diam.

"Aku bahkan menulis lagu yang tak akan pernah sempat dia dengar. Kau harusnya bahagia pernah bersamanya meskipun tidak lama."

"Aku masuk dulu." Aku meninggalkan Louis dan berjalan menuju pintu masuk Lavender Foundation. Louis mengikutiku dari belakang.

Setelah menyapa beberapa pegawai Lavender Foundation aku segera menemui anak-anak. Thomas tersenyum melihatku dan mendorong kursi rodanya mendekatiku.

"Hai Niall, apa kabar?" Sapa Thomas.

Aku mencoba tersenyum. "Baik. Kau bagiamana?"

Thomas mengangkat bahunya. "Apakah muntah 5 kali sehari bisa dikategorikan baik?"

"Paling tidak sekarang kau bisa tersenyum."

"Well, aku turut berduka. Kau tahu, kami semua juga kehilangan Lily. Beberapa anak termasuk diriku menangis berhari-hari."

"Yeah, aku juga."

"Niall..."

"Yeah, Thomas?"

"Berbahagialah."

Aku menghela nafas.

"Aku tahu tidak mudah merelakan kepergian orang yang kau cintai. Hal ini juga menjadi beban pikiranku. Aku membayangkan bagaimana perasaan ayah,  ibu dan adikku serta orang-orang yang aku cintai saat aku sudah tidak lagi ada di dunia ini. Kau tahu kan, aku bisa saja pergi tiba-tiba. Tubuhku semakin hari semakin tidak berdaya menghadapi penyakit ini. Tapi Niall, percayalah, aku tidak ingin satu orangpun meratapi atau merasa tidak rela dengan kepergianku. Aku ingin mereka tetap tersenyum dan melanjutkan hidup mereka saat aku pergi dari dunia ini. Aku sangat yakin Lily juga menginginkan hal yang sama untukmu. Lily ingin kau bahagia dan memiliki hidup yang indah meski dia tidak ada di sisimu."

Aku merenungi kata-kata Thomas. Lily ingin aku bahagia. Benarkah itu yang kau inginkan, Lily?

"Niall, orang bisa saja mati. Tapi percayalah cinta mereka untuk orang-orang yang ditinggalkan tidak akan pernah mati. Kita bisa merasakan cinta Lily tetap hidup di sini." Thomas menarik tanganku dan meletakkannya di dadaku.

"Dia hidup di hatimu."

Aku tersenyum menatap Thomas. "Terima kasih Thomas. Kau menyadarkanku. Yeah, aku yakin Lily ingin aku bahagia dan melanjutkan hidupku."

Louis mendekati kami. "Aku akan memainkan musik dan menyanyikan lagu untuk mereka. Kath mengatakan bahwa mereka baru saja mendapat sumbangan piano dari seorang donatur. Mungkin kau bisa memainkannya?"

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. "Yeah, tentu saja."

Aku duduk di depan piano sementara Louis memainkan gitarnya. Anak-anak duduk mengelilingi kami berdua.

"Jadi kita akan memainkan lagu apa?" Tanya Louis padaku.

"Bagaimana jika kita memainkan musik untuk mengingat Lily?"

"Sure."

"Kalau begitu, Yesterday milik The Beatles. Lily menyukai lagu itu."

Aku dan Louis mulai memainkan dan menyanyikan lagu Yesterday.

Yesterday, all my troubles seemed so far awayNow it looks as though they're here to stayOh, I believe in yesterdaySuddenly, I'm not half the man I used to beThere's a shadow hanging over me

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yesterday, all my troubles seemed so far away
Now it looks as though they're here to stay
Oh, I believe in yesterday
Suddenly, I'm not half the man I used to be
There's a shadow hanging over me.
Oh, yesterday came suddenly
Why she had to go I don't know she wouldn't say
I said something wrong, now I long for yesterday
Yesterday, love was such an easy game to play
Now I need a place to hide away
Oh, I believe in yesterday
Why she had to go I don't know she wouldn't say
I said something wrong, now I long for yesterday

Lily, aku tahu kau sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tapi seperti kata Thomas, kau tetap hidup di sini, di hati kami semua. Betapa beruntungnya kami pernah memiliki malaikat berhati mulia sepertimu. Aku berjanji akan melanjutkan hidupku. Tapi kami semua tak akan pernah melupakanmu. Kami akan selalu merindukanmu. Kau harus tahu Lily, cintaku untukmu tak akan pernah mati.

Moments (1D Fanfiction) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang