Bonus Part 3: Wedding Planning

145 8 0
                                    

One month before the wedding.

"Putih. Aku ingin semuanya berwarna putih. No, no! Jangan bunga matahari. I want white lily. Yeah, jangan mengubah apapun tanpa persetujuan dariku." Aku berbicara di telepon sambil sesekali mengecek Harry yang sedang duduk di depan TV. Meskipun begitu, matanya sibuk menatap notebook yang sedang dipegangnya. Sebuah pulpen terselip di bibirnya. Keningnya berkerut membuatnya terlihat begitu serius berpikir.

"Yeah, aku tahu. Seharusnya kami sendiri yang harus mendatangimu, tapi Harry sedang sibuk saat ini, mungkin aku saja yang akan mengunjungimu besok. Terima kasih sudah mengerti. Yeah, bye." Akhirnya aku menutup teleponku dengan Hanna, wedding planner kami. Aku menyimpan handphone-ku dan berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Harry. Sejak bertunangan, aku dan Harry memutuskan untuk tinggal bersama. Kami membeli sebuah rumah, bukan flat, sesuai dengan cita-citaku selama ini. Aku senang bisa menata rumah kami berdua. Meskipun kami tidak bisa setiap saat berada di rumah mengingat kesibukan Harry yang mengharuskannya bepergian. Tentu saja aku ikut menemaninya. Sesekali aku akan tinggal sendiri di sini untuk mengecek butikku.

"Hey, babe. Sudah bicara dengan Hanna?" Tanyanya sambil menutup notebooknya.

Aku menghela nafas. "Yeah dan kau harus tahu, Harry. Hanna hampir saja memesan bunga matahari untuk pernikahan kita. Dia bilang, yellow will look good with the white. Bayangkan Harry, bunga matahari..." Aku berkata dengan nada dibuat sedikit dramatis.

Harry tergelak. "Apa yang salah dengan bunga matahari?"

Aku mengangkat bahu. "Terlalu... kuning."

Harry mengangkat sebelah alisnya. "Really?"

Aku membalikkan tubuhku dan menatap Harry lekat. "Aku ingin semuanya berwarna putih. Pesta pernikahan kita harus serba putih."

Harry tersenyum, sebelah tangannya membelai rambutku. "Lalu kau memilih bunga apa jadinya?"

Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Harry. "White Lily. Aku ingin kita semua mengenang Lily."

Kami berdua terdiam beberapa saat. Beberapa tahun sudah berlalu, tapi tidak ada sedetikpun kami tidak merindukan Lily. Saat ini, hanya satu bulan menjelang pernikahanku dan Harry. Rasa kehilangan terhadap Lily semakin terasa. Seandainya dia masih ada, pasti dia sudah sangat kerepotan membantuku mempersiapkan pesta pernikahanku dengan Harry.

"Kau tadi menulis apa?" Tanyaku sambil menunjuk kearah notebook yang diletakkan Harry di sampingnya.

"Well, aku sedang merancang vow-ku." Harry berkata dengan bangga.

"Boleh aku lihat?" Tanyaku pensaran.

Harry menggoyangkan sebelah tangannya. "No! Kalau kau lihat vow-ku sekarang, nanti tidak jadi kejutan lagi kan."

Aku menjulurkan lidahku membuat Harry gemas dan menarik tubuhku mendekatinya. Harry mulai mengelitikiku membuat aku berteriak kemudian berlari ke arah dapur. Harry mengejarku dan membuat kami bermain kucing-kucingan selama beberap menit hingga akhirnya aku menyerah dan Harry mendaratkan sebuah kecupan di bibirku.

"Harry..." Panggilku di sela ciuman kami.

"Ummm..." Harry masih terus menciumiku dan sepertinya dia belum ingin berhenti.

Aku putuskan untuk menolak sedikit dadanya. Harry berhenti menciumiku dan menatapku bingung.

"Kita harus bicara. Kau tahu, kita tidak bisa menyerahkan seluruh urusan pernikahan ini dengan wedding planner saja. Aku tahu, Hanna itu professional dan tidak diragukan lagi kemampuannya. Tapi, aku ingin kita berdua terlibat langsung, karena kita yang akan menikah nantinya."

Moments (1D Fanfiction) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang