In Your Face, Lou!

487 23 0
                                    

Niall POV:

Aku melihat mobil Louis terparkir di halaman rumahku ketika aku tiba. Louis nyengir begitu melihatku.

"Jadi... Kau berhasil, huh?" Tanya Louis.

"In your face, Lou!" Hah! Aku berteriak di depan mukanya. Aku benar-benar merasa menang.

"Well, you're so incredibly brave." Louis tersenyum.

"Kau tahu dari mana aku sudah berhasil mengajak Lily keluar?" Aku bertanya heran. Aku belum memberitahu siapapun tentang keberhasilanku ini.

"Aku melihatmu di parkiran kampus bersama Lily. Aku sebenarnya belum pulang, tadi aku harus bertemu profesor Mandy dulu. Kau mengantarnya pulang kan?"

"Ya, benar."

"Kau tahu, ini sulit sih, tapi semoga sukses mendapatkan Lily atau pengorbananku sia-sia."

Aku mengernyit, "Maksudmu pengorbanan apa?"

"Bukan apa-apa. Omong-omong, semoga sukses besok malam."

Aku merangkul Louis. Meskipun dia menyebalkan tetap saja dia teman baikku. Tak ada yang mengubah persahabatan kami.

"Aku lega, Lou."

"Karena kau berhasil mengajak Lily keluar?"

"Bukan, itu juga sih. Tapi aku lega jatah makan siang sebulanku aman." Aku nyengir dan Louis menjitak kepalaku.

"Makan saja yang kau pikirkan. Oh ya, omong-omong soal makanan, tadi ibu mu menawarkan aku makan malam di sini. Kau tidak keberatankan?"

Aku membuka mulutku, "Sempat-sempatnya kau ini."

"Yeah, aku malas kalau harus kembali ke flatku dan harus makan sendiri malam ini."

Louis tinggal jauh dari orang tuanya dan dia punya flat sendiri.

"Alasanmu saja. Baiklah, ayo masuk. Mom, kau sudah menyiapkan makan malam?" Aku berteriak memanggil mom.

"Kau sudah pulang, Niall? Oh di mana Louis?" Tanya Ibuku ketika aku masuk ke rumah.

"I'm here..." Louis muncul di belakangku.

"Kalian ayo segera makan karena aku sudah masak makanan paling enak di dunia."

Senyumku dan Louis mengembang. Selanjutnya aku, mom, dan Louis sibuk makan. Aku memang hanya tinggal berdua dengan mom di rumah ini. Mom dan Dad bercerai saat aku berusia 8 tahun. Dad menikah lagi tapi mom tetap memilih sendiri. Aku cukup sering mengunjungi Dad yang tinggal di luar kota. Hubungan kami cukup dekat. Tapi aku lebih memilih tinggal bersama mom karena dia pasti akan sangat kesepian jika aku tidak di sini.

"Niall akan mengajak seseorang keluar besok malam, mrs. Darlene." Louis melapor pada mom. Aku mendelikkan mata pada Louis dengan kesal.

"Oh ya? Siapa dia? Akhirnya setelah sekian lama. Terakhir yang mom tahu, kau pacaran ketika kau masih di Senior High School." Mom bertanya gembira.

"Ya, hanya sekedar mengajak nonton kok."

"Dia sudah naksir gadis ini sejak kami masuk universitas." Louis menambahkan dengan geli.

"Kau ini, makan saja deh. Banyak omong."

"Siapa dia? Kapan kau akan mengenalkannya pada mom?"

"Mom, aku hanya mengajaknya nonton, bukan mengajaknya menikah besok." Aku menghela nafas.

Mom mengulum bibirnya, "Paling tidak siapa namanya?"

"Lily, Lily Smith." Louis menjawab.

"Baiklah, sekarang kau sah menjadi juru bicaraku, Lou." Kataku kesal.

Mom dan Louis tertawa melihat aku yang jadi salah tingkah.

Louis POV:

"In your face, Lou!" Teriakan Niall masih menggema di telingaku ketika aku tiba di flat. Well. Niall sudah satu langkah mendekati Lily. Aku hanya bisa tersenyum pahit.

Ya benar, aku juga menyukai Lily. Tapi aku tak pernah berusaha menunjukkannya kepada siapapun. Berbeda dengan Niall, kami semua tahu bahwa dia menyukai Lily sejak lama. Siapa yang tidak dengan mudah jatuh hati pada Lily. Dia gadis yang sangat cantik dan kepribadiannya baik. Pertama kali aku dan Niall melihatnya di cafetaria pada awal masuk perkuliahan. Aku sempat menyapanya beberapa kali ketika ikut menyelinap di kelas sastra karena menemani Zayn. Well, Zayn bilang cewek-cewek di jurusannya cantik-cantik. Jadi aku ikut menyelinap untuk sekedar cuci mata dan yeah, sekalian menyapa Lily. 

Tapi aku tahu bahwa Niall sangat menyukai Lily. Jadi aku tidak pernah berusaha menunjukkan perasaanku padanya. Toh masih banyak cewek-cewek lain yang bisa aku dekati. Tapi, ketika tadi aku melihat Lily dan Niall pulang bersama, perasaanku menjadi aneh. Aku merasa, entahlah, cemburu mungkin. Tiba-tiba aku sadar, aku tidak rela jika Lily harus bersama Niall. Aku mungkin juga sangat menyukainya. Perasaan ini lebih dari sekedar kagum. Membayangkan bahwa Niall mengajak Lily keluar benar-benar membuatku kesal.

Aku langsung mengebut mobilku menuju rumah Niall. Ketika aku tiba, Niall belum di rumah jadi aku menunggunya pulang. Aku sudah mengumpulkan sejuta kata untuk mengatakan pada Niall bahwa aku juga menyukai Lily. Tapi ketika aku melihat wajah Niall yang berseri-seri dan terlihat sangat bahagia, aku tidak tega. Aku bukanlah teman yang baik jika berani mengatakan bahwa aku juga menyukai Lily di saat Niall berhasil mengajak Lily keluar. Jadi aku hanya tersenyum dan mengakui bahwa Niall menang dan aku akan mundur.

Lily POV:

Ketika aku masuk ke rumah, aku melihat mom dan Candice memandangku sambil tersenyum penuh arti satu sama lain.

"Jadi, si Niall berhasil merebut hatimu, hah?" Candice menyikutku.

"Candice..." Aku terkesikap dan menunduk malu karena ada mom.

"Ya ampun sayang, kenapa tadi kau tidak mengajaknya masuk dulu?" Mom bertanya padaku.

"Dia harus cepat-cepat pulang, mom. Sudah hampir malam kan."

"Kau akan keluar dengannya? Dia akan mengantarmu pulang lagi besok-besok?" Tanya Candice.

"Ya ampun, Candice. Paling tidak biarkan aku mandi dulu."

"No, no. Mom dan aku sangat penasaran."

"Ya, baiklah. Besok aku akan pergi nonton dengannya. Kalian sudah puas? Jadi, biarkan aku lewat dan pergi mandi."

"Wow! Akhirnya. Mom, kau bisa tenang menonton tv berdua dengan Dad. Si pengganggu kecil ini akan kencan besok malam dan dia tidak akan merecoki malam minggu kalian lagi."

"Ya sepertinya begitu, Candice." Mom tertawa.

Aku menggelengkan kepalaku melihat tingkah mom dan Candice yang norak. Aku segera masuk ke kamarku.

Aku tersenyum di kamarku karena mendengar teriakan Candice yang masih sibuk menggodaku. Jadi, aku akan keluar besok bersama Niall. Awalnya aku tidak tahu harus menjawab apa ketika Niall mengajakku nonton besok malam. Tapi entah mengapa aku akhirnya bilang iya, paling tidak aku bisa bersenang-senang sedikit kan. Sudah lama juga aku tidak pergi berdua dengan teman cowok. Aku tidak tahu apakah aku akan tetap mengizinkan Niall mendekatiku atau tidak. Toh, aku belum ingin punya hubungan yang serius saat ini. Mungkin kami akan berteman saja dulu. Well, tidak ada salahnya kan hanya berteman. Niall anak yang manis dan sepertinya asyik diajak berteman. Ah, tapi bagaimana jika akhirnya aku tidak jatuh hati padanya dan dia merasa dipermainkan? Aku harus menegaskan pada Niall besok bahwa untuk saat ini kami hanya bisa berteman. Aku belum berani membuka hatiku untuk orang baru. Aku masih terlalu nyaman dengan status single ku saat ini. Niall pasti akan mengerti. Jika dia tidak mau, dia boleh berhenti. Bagiku saat ini, jatuh cinta hanya akan membuat susah. Jika dia tidak posesif, mungkin dia tidak setia atau banyak lagi masalah seputar percintaan. Semuanya mengecewakan sepanjang sejarah percintaanku. Hanya cinta yang bisa membuat hatimu patah dan terluka, dan untuk saat ini, aku masih belum siap untuk mencoba bahagia dan terluka lagi. 

Moments (1D Fanfiction) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang