Seperti dugaanku, Mia pulang lusa yang berarti itu hari ini.
Aku melihatnya di parkiran dan hendak menghampirinya sebelum melihat dari arah berlawanan ternyata Daisy juga sedang menuju ke arah yang sama. Seketika aku ingin mengurungkan niatku. Tapi terlambat karena Mia sudah berteriak memanggilku terlebih dahulu. Mau tidak mau aku menghampirinya.
"Kyoto sangat menakjubkan!" Mia berkata antusias ketika aku dan Daisy sudah ada didepannya.
"meragukan karena kau pulang cepat," balas Daisy.
"rrgghh bahkan jika harus selamanya disana, aku mau-mau saja"
"lalu kenapa hanya sepuluh hari?"
"suamiku orang sibuk" Mia membela diri. Lalu beralih menatapku, "Eve?"
Aku mengerjap. Kenapa?
"kau diam saja," lanjut Mia. Kemudian melirik antara aku dan Daisy bergantian. "is everything okay?"
Tidak ada yang menjawab. Aku maupun Daisy hanya diam.
"ladies, aku baru pergi sepuluh hari dan kalian sudah bermusuhan"
Oh, bahkan waktu satu menit saja cukup hanya untuk bermusuhan dengan seorang Daisy.
"aku ada kelas lima menit lagi. Aku pergi dulu," Daisy yang pertama memecah keheningan. Kami serentak menoleh kearahnya.
Mia terlihat mau menahannya tapi perempuan itu buru-buru pergi. Aku mendengus setelah kepergiannya.
"What's going on?"
Aku hanya mengendikkan bahu atas pertanyaan Mia.
***
Berjalan keluar kelas tepat jam empat sore selesai mata kuliah dengan Mrs Wang yang cerewet, kutemukan Ten sedang duduk di undakan tangga. Wajahnya sumringah ketika melihatku.
"hey hey" dia berdiri. Merapikan buku-buku yang ada di pangkuannya.
"tumben kau disini"
Ten meringis menggaruk lehernya. "aku sedang butuh bantuan"
"jika bantuan yang kau maksud adalah Katie—"
"tidak-tidak. Ini bukan tentang Katie" sahutnya cepat-cepat. dia mengulurkan buku yang dibawanya dan menunjukkannya padaku. Disana tertulis Kajian Tentang Filsafat jika diterjemahkan.
"kau tahu aku kesulitan berbahasa inggris" mukanya memelas. Sudah kutebak.
Ten sebenarnya pintar. Diantara kami berempat dia yang selalu ikut olimpiade ketika sekolah dulu. Tapi ada kelebihan pasti ada kekurangan. Satu-satunya mata pelajaran dari sekolah hingga kuliah dia selalu kesulitan dengan semua yang menyangkut bahasa asing.
Biasanya aku hanya membantunya dalam hal pengoreksian. Memeriksa hasil kerjanya jaga-jaga bila ada sesuatu yang kurang tepat.
Kami berjalan ke cafe seberang kampus dibawah langit mendung. Prakira cuaca mengatakan hujan akan turun pada sore menjelang malam. Jadi kami harus cepat-cepat menyelesaikan ini dan bergegas pulang sebelum hujan tiba.
Omong-omong aku jadi teringat Jaehyun ketika kembali ke cafe ini. Kami pernah kesini suatu hari ketika dia menjemputku. Pria itu— tadi aku melihatnya di sekitaran fakultas sebelum aku memutar balik arah agar tidak berpapasan dengannya.
"kau tidak keberatan?" Ten bertanya sambil menarik kursi yang dipilihnya. kemudian berdecak, "of course not. We are friends" katanya dengan sumringah.
"I thought we broke up" jawabku sengit.
Ten mendongak dan cemberut sementara telunjuknya bertautan. Bukannya merasa imut aku jadi ingin menendangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Beloved J | NCT Fanfiction
Fanfiction(15+) "about emptiness to complement each other. about time being used in vain" ---------------------------