[J] duapuluhsatu

292 43 13
                                    

Tidak ada yang lebih menarik pandangan selain trotoar jalanan. Memandang orang-orang yang berlalu lalang berusaha tenang. Tapi bahkan pikiranku tidak bisa fokus. Aku terlampau khawatir sampai rasanya nyaris mengamuk.

"Setahuku Johnny bukan pria yang seperti itu," Jaehyun memecah keheningan.

Aku menyetujui ucapannya. Aku juga memikirkan hal yang sama. Tapi bagaimana jika aku dan Jaehyun salah. Tapi, apa buruknya mabuk? Mungkin dia sedang ada pikiran. Atau.. Aku mencoba memikirkan hal yang lain dan berakhir memijit pelipisku yang rasanya semakin sakit.

Aku takut terjadi sesuatu dengan suamiku. Itu saja. Itulah yang membuatku tidak tenang saat ini.

Aku ingin memastikannya. Ingin melihatnya langsung apakah benar seperti yang dikatakan Daisy. Syukurlah Jaehyun juga mendukungku. Dia bersikeras mengantarku karna melihatku terlalu kalut.

Jikapun ada sesuatu dengan Johnny seperti yang ada dalam pikiranku. Jika dia memang sedang dalam situasi sulit... Aku akan membiarkannya. Aku akan membiarkannya melakukan apapun asal dia kembali baik-baik saja. Aku tidak akan marah seperti dulu. Tidak akan mendiamkannya. Aku hanya akan memberikannya waktu. Memberikan dia ruang agar tidak merasa tertekan.

Tapi bayangan menemui Johnny dengan tiba-tiba. mengetuk kamar seseorang dan menanyakan apakah suamiku ada bersamamu?... Apa itu berlebihan?

Tapi rasa khawatirku mendominasi. Dan disinilah aku sekarang. Basement apartemen bersiap untuk pergi kedalam lift bersama Jaehyun yang setia ikut di belakangku.

Kami berada dalam lift yang rasanya bergerak dalam insensitas lambat. Kemudian sampai di lantai tiga dimana Daisy sempat melihat Johnny. aku mulai berjalan,  berbelok ke kiri menyusuri lorong panjang untuk menemukan pintu bertuliskan angka 408.


***



Malam ini dingin sekali. Rasanya tubuhku sedikit menggigil. Di tepi jembatan aku berdiri. Memandang sungai yang gelap dari atas sini. Sementara itu uap terus mengepul ketika aku menghembuskan napasㅡ Aku sendirian.

Kemudian yang kusadari aku mulai menangis. Memilin ujung cardigan yang kupakai. Menggigit bibir menekan nyeri yang tiba-tiba datang. Mengingat kilas balik dengan apa yang terjadi padaku. Melalui memori-memori panjang dalam hidupku.

Menemukan diriku dalam rambut sebahu di sebuah tempat makan nyaman bersama pria jangkung itu.

Aku ingat memakai gaun warna peach hari itu. Setelah bersikeras menolak ibu yang memilihkan warna merah dengan potongan dada rendah. Aku sendiri jarang memakai gaun. Mungkin hanya dalam beberapa kesempatan saja. Mendatangi acara penting misalnya. Lalu hal itu membuatku tersenyum sendiri. Apakah makan malam ini penting?

Tentu saja. Ini mengenai masa depanku.

Pria didepanku ini yang beberapa saat lalu membuat ibuku tersenyum lebar. Ketika meminta ijin untuk membawaku pada kencan pertama. Dia pria yang tenang dan maskulin. Suaranya teduh dalam tatapan matanya yang juga teduh.

Lalu ketika mata itu menatapku dengan diiringi alunan piano yang diputar oleh cafe, seketika hatiku merasa luluh.

"Ayo menikah"

Dalam sekejap aku telah memutuskan. Dengan balas menggenggam tangannya seraya mengangguk.

Kemudian waktu seakan kembali berputar, bergerak cepat. Membawaku pada sebuah rumah kosong tanpa perabot apapun.

My Beloved J | NCT FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang