[J] tiga puluh

125 24 7
                                    

"Biar kubantu." aku langsung mengambil tikar dengan motif buah itu kemudian menggelarnya dihamparan tanah yang bisa kupastikan kering. Membuka kotak piknik yang ada di tangannya dan mengeluarkan isinya. Choco pie, madeleine, dimsum, potongan buah strawberry dan nanas kemudian satu botol yang dari aromanya aku yakin berisi kopi.

Kapan dia membeli semua ini.


Setelah selesai memaku tenda, Johnny duduk disampingku. Meletakkan bantal selimut dalam tenda dan melipatnya dalam keadaan rapi. Johnny tidak main-main ketika mengajakku menyalakan kembang api. Dia benar-benar membawanya. Benda itu sudah berdiri di atas tanah bersiap untuk dinyalakan.

Kami duduk berdampingan sementara kembang api terus mengeluarkan isinya. Membentuk pola indah yang berwana merah, hijau dan ungu. Ekor mataku mengikuti gerakan tangannya yang sedang melepas syal. Dan tebak? Dia memberikannya padaku. Maksudku mengalungkannya dileherku. Mataku mengerjap beberapa kali. Terkejut ketika jarinya yang dingin menyentuh daguku. Semacam sengatan yang tiba-tiba membuatku membeku. Aku menoleh, menatap wajahnya yang menyeringai. Dan kemudian aku sadar aku belum meminta maaf terkait malam itu. Ketika aku berteriak dan berkata yang tidak seharusnya.









"Maaf, Eve."

Dahiku mengernyit. Untuk apa?

"Karena membangunkanmu." lanjutnya.

Sebenarnya banyak sekali yang mau kutanyakan padanya. Tapi aku terlampau bingung dan harus memulai dari mana.

Dalam jarak beberapa meter, air sungai di depanku terlihat mengkilap. Tidak ada satupun burung yang kulihat melintas.

"Makanlah. Mama membuatkannya untukmu." Johnny menyodorkan sepiring madeleine itu. Aku mengambilnya satu. Dan ketika kugigit, ada selai nanas di dalamnya. Mataku melihat Johnny yang tersenyum sambil menatapku. Rambutnya jadi sedikit panjang.

"Kau juga makan." kataku. Dia mengangguk. Mengambil sepotong buah nanas dan memasukkannya kedalam mulut. Beberapa detik kemudian, dia mengernyit dengan wajah sangat konyol. Pasti sangat masam. Kami tertawa. Aku memasukkan choco pie kedalam mulutnya untuk menetralisir rasa masam.

"Kau yang membelinya?"

"Aku tidak pandai memilih mana yang manis."

"Kau bisa menciumnya terlebih dahulu."

Dia membersihkan remah di sekitaran mulutnya. Mengunyahnya pelan sembari menuang kopi kedalam dua gelas. Kemudian memberikannya satu padaku sementara dia menandaskan miliknya dalam sekali tegukan.

"Aku yakin kita tidak disini untuk merayakan kelulusanku. Maksudkuㅡ" pasti ada hal lain.

Dia menyeringai. Adalah hal yang tak pernah kubayangkan ketika tiba-tiba dia meletakkan kepalanya di pangkuanku. Aku cepat-cepat meletakkan gelas kopi. Menatap rambutnya. Dia mencari posisi ternyaman dengan menghadap sungai. Lurus pada kembang api yang telah selesai menyemburkan isinya. Untuk pasangan biasanya, mungkin ini adalah hal yang biasa. Maksudku night drive, piknik di depan sungai dengan tenda. Tapi ini Johnny. Dia bukan tipe suami seperti itu.


Pernahkah kalian merasakan ingin melakukan sesuatu, dan sudah sangat yakin akan melakukannya. Namun ketika akan dilakukan, keraguan melingkupimu. Aku bahkan sulit menjabarkannya tapi kurasa.. Itu sedang terjadi padaku. Atau mungkin padanya.

"Benar." jawabnya singkat. Aku mengerjap. Sudah kuduga. Kudengar dia menghela napas panjang. Aku tidak tahu apa yang sedang dilihatnya, tapi kurasa dia sedang menatap sesuatu. Sampai tangannya terarah untuk menggenggamku.


"Aku ingin menghabiskan waktu denganmu." ujarnya. Aku hanya menunduk. Memperhatikan sisi samping wajahnya. Memperhatikan bulu matanya yang berkedip dalam ritme yang teratur.

My Beloved J | NCT FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang